TwentyThree

876 153 5
                                    

Mencari tempat berfoto di desa Gamcheon memang tidak sulit karena desa ini memang memiliki keunikan tersendiri pada bagunannya yang berwarna-warni.

Jimin sudah menyiapkan kamera yang mengalung pada lehernya. Mengambil anggle yang bagus hingga menghasilkan foto yang bagus.

Ia suka memotret Raisya yang sedari tadi mengembangkan senyumannya. Tidak lupa Jimin juga mengambil potret kebersamaan mereka dengan cara meletakkan kameranya di tempat tertentu dan menggunakan timer.

Hari sudah cukup terik karena sudah melewati tengah hari. Raisya kembali sukses dengan promosinya. Banyak muda-mudi yang hadir saat acara tadi dan semuanya berlangsung meriah.

"Dingin sekali, ya?" tanya Jimin seraya mengesekkan dua telapak tangannya pada telapak tangan Raisya seraya meniupnya guna memberikan kehangatan meski tak seberapa.

Deru napas yang keluar dari bibir keduanya berupa gumpalan asap yang dingin. Meski matahari cukup terik, namun tidak menghalangi hawa dingin untuk menelusup pada pori-pori.

"Cukup dingin, tapi tenang, aku baik-baik saja. Bagaimana dengan dirimu?" tanya Raisya yang balik bertanya.

"Sama sepertimu, jangan khawatir."

"Ayo saling mengkhawatirkan. Aku suka mengkhawatirkan dirimu akhir-akhir ini."

Jimin terkekeh membuat eye cringkle di bawah matanya. "Kau ini lucu. Jangan terlalu banyak menghakwatirkan aku. Cukup aku saja yang mengkhawatirkan dirimu."

"Itu tidak adil. Dalam sebuah hubungan semuanya harua dibagi rata. Kamu boleh membuat aku bersandar, tapi kamu juga boleh bersandar padaku. Jangan hanya ingin menjadi pilar, tapi beri aku juga kesempatan untuk menjadi pilarmu."

"Kau benar. Semuanya harus adil. Maka dari itu semuanya harus selalu terbuka. Aku ingin menceritakan sesuatu padamu. Menyangkut Byun Seulgi," ucap Jimin akhirnya seraya mengeratkan scarf yang Raisya kenakan.

"Byun? Ada apa dengan wanita itu?" tanya Raisya.

"Dia mantan kekasihku, well itu untuk diriku. Dia pergi 5 tahun yang lalu tanpa kabar dan tanpa kepastian. Dia pergi karena aku egois. Dia tidak salah, tapi dia juga salah karena pergi begitu saja dan sekarang kembali dengan mudah seolah 5 tahun ini aku baik-baik saja."

Raisya mendengarkan semua ucapan Jimin. Ia tidak masalah ketika Jimin sudah mau terbuka padanya. Ia senang ketika Jimin mempercayai dirinya untuk menceritakan semua kisah hidupnya.

"Kuakui aku memang salah, tapi dengan dia meninggalkanku aku menjadi semakin buruk. Aku depresi selama dua tahun dan untung saja teman-temanku ada bersamaku. Mereka membantuku keluar dari semua bayangan gelap yang mungkin memang kuciptakan sendiri."

Tanpa sadar bibir Jimin bergertar hebat kala ia menceritakan semua bayangan gelap yang selalu menghantui dirinya.

Raisya yang melihat wajah Jimin yang mengguratkan rasa tidak tenang membawa pria itu dalam dekapan hangatnya.

Pria selalu suka di dekap. Dan Raisya menerapkan itu pada dirinya. Tidak sembarang orang, Jimin adalah pria kedua yang dirinya dekap setelah sang ayah.

"Jika tidak kuat hentikan. Aku akan benar-benar menunggu hingga dirimu siap menceritakan semuanya. Jangan tergesa-gesa," ucap Raisya. Ia tidak ingin memaksa dengan cara seperti ini.

"Maka dari itu, komohon jangan tinggalkan aku apapun alasannya, kau berjanji?" tanya Jimin yang kini mengendurkan rengkuhannya dan beralih guna menatap si gadis.

"Aku tidak bisa berjanji. Karena janji ada untuk dilanggar. Tapi akan kuusahakan agar aku bisa selalu di samping dirimu. Jangan khawatir aku akan pergi. Jika takdir sudah menetapkan kita, aku tidak akan pergi."

EQUANIMITY✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang