Selasa ini, Raisya akan mulai mempromosikan bukunya. Beberapa buku sudah di sebar di beberapa platform dan juga toko buku. Hari ini adalah lounching sekaligus perataan bukunya di toko.
Raisya sudah siap dengan pakaian winternya dan juga penampilannya yang sudah cukup rapi.
Ia sudah ditata sedemikian rupa oleh seorang penata rias yang diutus oleh perusahaan untuk menangani dirinya.
Semuanya sudah siap, namun ada satu yang kurang.
Jimin belum kembali dan tidak memberikan kabar padanya dua hari terakhir.
Raisya sudah bertanya pada Taehyung, dan pria itu menjawab jika Jimin belum menyelesaikan tugasnya dan mungkin akan terlambat untuk kembali.
Ia cukup kecewa, pesannya tidak dibalas. Ia ingin menelepon Jimin, hanya saja takut mengganggu waktu kerjanya.
"Raisya-ssi? Kau harus segera pergi ke depan untuk bertemu dengan beberapa orang yang sudah menunggumu."
Riasya mengangguk setelah mendengar Taehyung berkata demikian. Ia melangkah guna pergi ke tempat yang sudah disiapkan untuknya.
Rasa gugup tentu saja ada, hanya saja ia tidak terlalu nervous karena Taehyung bilang hanya ada beberapa orang saja.
Namun saat kakinya mulai menapaki tempat yang dikhususkan untuknya, jantungnya bakerja lebih cepat dan tak karuan.
Bukan beberapa, tapi ini banyak sekali hingga Raisya dibuat tercengang sesaat sebelum kembali mengkondisikan air wajahnya agar tidak terlihat seperti orang bodoh.
Raisya berada di depan semua orang yang hadir. Ada beberapa wartawan juga yang datang meliput dan satu orang menarik atensinya.
Jimin ada di sana. Dengan jaket hijau berbulu dibagian leher dan kupluknya.
Raisya memulai promosinya dengan ucapan salam dan memperkenalkan bagaimana alur ceritanya. Menerima jika ada pertanyaan dari pada peserta yang hadir.
Jimin tersenyum melihat Raisya yang dengan santai juga anggunnya berbicara di depan publik. Ia bangga pada gadis yang kini menyunggingkan senyumannya.
Para wartawan tak henti mengarahkan kameranya pada Raisya. Ada yang mengambil foto dan juga video. Ada juga yang sibuk dengan buku jurnalnya.
Jimin yakini sebentar lagi wajah Raisya akan banyak dipasang di portal berita seperti penulis tahun lalu.
Menghabiskan 2 jam bagi Raisya untuk memperkenalkan bukunya dan akhirnya acara selesai. Ia kembali ke belakang dan langsung mendudukkan dirinya di atas sofa empuk.
Ada banyak orang di sini yang tentunya adalah para staff yang membantu peluncuran bukunya.
Namun yang ia tunggu tidak juga muncul. Presensi Jimin belum menampakkan batang hidungnya. Padahal saat di depan tadi, Jimin terang-terangan menatapnya dengan lekungan senyum yang menghiasi bibirnya.
"Menungguku?"
Suara itu. Raisya hapal siapa suara yang kini membuatnya membalikkan tubuh dengan senyuman.
"Kukira kau tidak akan datang," jawab Raisya saat Jimin mendekat dan memeluknya.
Raisya meletakkan dagunya pada bahu Jimin yang tinggi. Jimin mengelus surai Raisya dan juga menepuk punggung si gadis. Sedangkan Raisya mengelus lembut punggung Jimin.
Keduanya melepaskan pelukannya dan duduk bersebelahan.
Hari ini udara benar-benar dingin dan mencapai suhu -10°. Bahkan freezer kalah dengan suhu yang sekarang.
"Bagaimana perasaanmu?" tanya Jimin seraya menggenggam tangan kanan Raisya lembut. Memusatkan seluruh atensinya pada si gadis.
"Tentu saja gugup. Aku pikir dirimu belum pulang."
"Aku baru saja kembali dan langsung kemari. Kau hebat tadi," puji Jimin.
Raisya tersenyum, hanya hal sederhana seperti tadi mampu menghantarkan kehangatan pada benak Raisya. Ia tidak butuh pujian berlebihan yang mengatakan 'kau cantik' 'kau baik' dan sejenisnya.
Cukup seperti tadi dan Raisya sudah senang bukan main. Setidaknya ada orang yang masih mau memujinya. Wanita suka pujian dan Raisya tidak menampik hal itu.
"Aku memiliki sebuah rencana. Kau mau dengar?" tanya Raisya.
"Tentu. Katakan apa itu."
"Aku ingin menulis kisah kita. Kurasa itu akan bagus sebagai kenangan."
"Kau bicara seperti ini seperti akan kehilanganku saja," ucap Jimin seraya terkekeh pelan.
"Tidak ada yang tahu. Mungkin saja ini adalah hari terakhir kita bertemu? Takdir sering mempermainkan kita, maka dari itu, aku ingin mendokumentasikannya. Mendokumentasikan apa saja yang kulalui bersamamu," jelas Raisya.
Jimin terdiam seraya menatap manik Raisya lembut. Ia tidak mengerti, perkataan Raisya acak di kepalanya. Apa yang terjadi selama ia pergi hingga Raisya berkata seperti ini? Seolah ia akan pergi.
"Maafkan aku tidak membalas pesanmu. Aku ingin memberikan kejutan untukmu," ucap Jimin.
"Eum? Tidak apa. Aku mengerti jika dirimu sibuk. Tidak perlu dibicarakan lagi," ucap Raisya.
"Tapi sikapmu berbeda padaku."
"Hanya perasaanmu atau mungkin dirimu dan diriku belum mengenal lebih dalam."
Jimin menarik Raisya dalam dekapan eratnya. Mengukung pinggang si gadis dengan kedua tangannya.
Bisakah Jimin bilang jika ia tidak ingin kehilangan seseorang lagi? Cukup baginya untuk kehilangan orang tua dan adiknya, ditambah Seulgi dan sekarang bisakah Jimin menggenggam Raisya dan mengukungnya dalam hidupnya? Bisakah Jimin seegois itu? Jimin hanya ingin bahagia.
.
.
.
"Ada apa, Jim?" tanya Taehyung yang kini berada di ruangan Jimin karena pria itu memanggilnya.
"Duduklah. Ada beberapa yang ingin kutanyakan padamu."
Baiklah. Taehyung tidak akan berani membantah ketika Jimin sudah memerintah seserius ini. Air wajahnya menyiratkan ada sesuatu yang tengah mengganggu hatinya.
Taehyung mendudukkan dirinya di kursi yang berseberangan dengan Jimin. Meletakkan dua tangannya di atas meja.
"Ada apa?"
"Dengan siapa saja Raisya bertemu selama aku tidak mengawasinya?" tanya Jimin.
Taehyung terdiam. Akhirnya ia tahu alasan mengapa Jimin bersikap seperti ini. Yang mengganggu hatinya adalah gadis yang kini menyandang sebagai kekasihnya sendiri.
"Byun Seulgi."
Jimin yang awalnya menatap berkas-berkas di hadapannya kini menatap Taehyung sinis. Sudah ia katakan berapa kali jika Raisya tidak boleh berdekatan dengan wanita itu lagi.
"Mengapa kau membiarkan Raisya bertemu dengan wanita itu?" tanya Jimin yang kini menatap Taehyung tajam.
"Jim? Sudah kukatakan berapa kali padamu jika seharusnya kau jujur pada gadis itu?!Sudah kukatakan berapa kali jika kau terus menutupinya, itu hanya akan menyakiti Raisya?!" ucap Taehyung kesal. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan Jimin.
Kenyataan yang sebenarnya bahkan lebih buruk dari rasa sayang yang Jimin berikan pada Raisya. Taehyung tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada Raisya jika gadis itu mengetahui semuanya. Mengetahui apa yang Jimin lakukan.
"Aku mencintainya Kim Taehyung! Dan aku tidak akan pernah melepaskannya asal kau tahu itu!" bentak Jimin seraya menghempaskan dokumem-dokumen yang sudah ia tandatangani.
Taehyung mendengus sebal. Ia tidak melarang jika Jimin menempatkan hatinya pada Raisya. Namun Taehyung peduli dengan gadis itu. Ia hanya tidak ingin kebahagiaan yang Jimin berikan pada si gadis selama ini hanya akan berakhir dengan luka menganga ketika Raisya tahu kebenaran apa yang sedang Jimin tutupi.
"Itu terserah padamu Jim. Aku hanya tidak ingin Raisya kembali memiliki luka saat dia tahu apa yang sebenarnya terjadi terjadi pada ayah dan ibunya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
EQUANIMITY✔
Fanfiction[ C O M P L E T E ] Fourth Story by: Jim_Noona Setelah berhasil menggapai mimpinya, Raisya kembali menemukan fakta dari sosok pria yang menjadi pimpinannya di perusahaan penerbitan.