TwentySeven

965 155 6
                                    

Mata Raisya membengkak dan wajahnya ikut membengkak. Sudah empat hari berlalu semenjak insiden di mana Raisya di culik oleh Taehyung.

Dia sempat menyerahkan surat pengunduran diri, namun Hoseok menahannya dengan kontrak Raisya yang masih belum habis, bahkan baru dimulai.

Jika ia nekat untuk keluar dari perusahaan, ada kompensasi yang harus ia bayar dan jumlahnya tidak sedikit.

Belum lagi ia harus mengikuti sidang minggu depan. Skripsinya di terima kemarin dan Raisya harus menjalani sidang Jumat depan.

Ia harus pergi ke pemakaman ayahnya saat tahun baru nanti. Ia harus meminta maaf pada ayahnya karena ia tidak bisa membelanya hingga sang ayah harus di eksekusi tanpa kesalahan yang dilakukan.

Setiap kali mengingat itu, bayangan Jimin menangis dan memohon padanya selalu berputar secara berulang.

Jujur saja, Raisya masih belum mengikhlaskan semuanya. Namun ia harap jika ia tidak akan menaruh dendam ataupun benci pada siapapun termasuk Jimin yang sekarang tengah memperhatikannya secara terang-terangan.

Raisya tengah mengoreksi naskah yang juga akan terbit bulan depan di awal tahun. Namun Jimin selalu memantaunya, membuat dirinya tidak bisa konsentrasi karena diperhatikan lekat-lekat. Ia merasa jika semua gerak-geriknya terpantau oleh Jimin.

Raisya berjalan ke dapur guna membuat kopi. Matanya mengantuk ditambah lagi sembap. Ia masih selalu menangis setiap malam. Menangisi kematian sang ayah yang sangat disayangkan.

"Kau sudah makan siang?"

Ayolah. Raisya sedang tidak ingin berbicara dengan siapapun. Termasuk Taehyung sekalipun. Ia yakin Jimin yang meminta Taehyung agar menghampirinya. Sudah biasa.

"Belum dan aku sedang diet, Daepyo-nim."

Taehyung menyunggingkan senyumannya. Ia paham dengan sikap yang ditunjukkan Raisya. Sudah sepantasnya gadis ini marah padanya. Taehyung menerimanya.

"Tidak baik diet. Bagaimana jika kita pergi ke cafe tempatmu bekerja dulu? Aku ingin mengobrol denganmu mengenai bukumu," ucap Taehyung.

"Serius hanya buku?"

"Ada satu hal lagi. Tapi aku tidak bisa memberitahumu. Nanti saja. Sekarang ayo ikut aku!"

Taehyung menarik Raisya keluar dari gedung perusahaan dan membawa gadis itu ke parkiran dengan cangkir kopi yang masih berada dalam genggaman.

"Daepyo-nim? Biarkan aku meminum kopiku terlebih dahulu," ucap Raisya yang menghentikan Taehyung yang ingin memasukkan tubuhnya pada mobil.

"Minum saja di dalam sambil duduk."

"Tidak. Nanti mobilmu bau kopi dan aku tidak mau ganti rugi."

Raisya langsung meneguk kopinya hingga tandas dan menyisakan cangkir kosong ditangannya. "Ah, harusnya kau biarkan aku meletakkan cangkirnya dulu, Daepyo-nim."

Taehyung terkekeh. Pantas saja Jimin begitu mencintai gadis ini. Ia punya sifat menggemaskan.

"Letakkan saja di dashboard. Nanti kau bawa lagi setelah kita selesai makan."

Raisya menganggukkan kepalanya sebelum ia masuk ke dalam mobil Taehyung dan meletakkan gelasnya di dashboard.

Ia melirik kebelakang dan menemukan presensi lain di sana.

Park Jimin.

Pria itu di sana.

Tiba-tiba saja jantungnya berdebar hebat. Ia bahkan jadi lupa cara bernapas tak kala maniknya bertemu dengan Jimin lewat pantulan cermin di atas.

EQUANIMITY✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang