Sidangnya berlangsung cukup lancar. Ia akan wisuda bulan depan.
Namun kenyataan yang diterima agaknya tidak membuat hatinya baik-baik saja. Semuanya berkecamuk dan Raisya benci jika mengingat semua kejadian yang dialami akhir-akhir ini.
Raisya benci ketika dirinya malah menjadi wanita lemah dan juga cengeng. Raisya membenci dirinya sendiri dan juga hidupnya. Bahkan Raisya benci ketika dirinya bahkan tidak mampu melindungi ayah dan ibunya disaat terakhir.
Harusnya Raisya melangkahkan kakinya ke kantor polisi untuk melaporkan semuanya. Tapi apa sekarang? Ia bahkan berjalan ke kandang di mana pembunuhnya ada di sana.
Bersandar pada pilar dengan jaket tebal juga tangan yang dilipat di depan dada. Deru napasnya dingin bahkan ada uap yang keluar dari sana.
Jimin menunggu kedatangan Raisya. Selalu, selama satu minggu ini.
Ia hanya ingin melihat gadis itu yang berjalan ke arah pintu masuk kantornya. Ia hanya ingin melihat Raisya menyapanya meski hanya sebagai atasan dan bawahan.
Hubungan dirinya dan Raisya juga tidak jelas saat ini. Jimin juga tidak mempermasalahkan itu, untuk saat ini Jimin hanya ingin Raisya memaafkannya. Setidaknya untuk saat ini.
"Selamat siang, Sajang-nim."
Suara itu. Suara yang selalu Jimin rindukan. Suara yang biasanya menyapanya hangat kini malah terdengar asing ditelinganya.
Jimin memberikan anggukkan kecil dengan senyuman terpatri di bibirnya, namun Raisya memberikannya ekspresi datar seperti biasanya.
Jimin kehilangan semangatnya tak kala Raisya pamit untuk pergi ke dalam agar tidak terlambat absensi.
Ia memang masuk pukul 11 karena tadi ada kelas.
Jimin menatap Taehyung yang kini bersandar pada mobil ferrari biru metalik yang terparkir di depan gedung.
Jimin menghembuskan napasnya. Hari ini ada rapat dengan klien.
Jimin melangkahkan kakinya guna menghampiri Taehyung yang tersenyum ke arahnya lantas merangkul pundak Jimin.
"Hei tunggu dulu. Mana senyumanmu? Kita akan bertemu klien, Jim! Ingat jika kau harus profesional?" tanya Taehyung.Jimin menghembuskan napasnya lantas memaksa senyumannya. Ia harus profesional dalam bekerja. Terlebih ada banyak sekali berita tentang dirinya sesaat setelah pertengkaran itu yang membuat beberapa rekan kerja Jimin jadi meragu untuk bekerja sama dengan dirinya.
Taehyung menepuk bahu Jimin lantas membukakan pintu belakang untuk Jimin. Hoseok bertugas mengurus perusahaan sebelum Jimin kembali. Dan Hoseok juga yang harus memantau Raisya. Bukankah Hoseok yang selalu menjadi sasaran?
Raisya kini mendudukkan dirinya di kursi tempat bekerjanya. Ada Yuri yang kini tengah mengedit naskah milik beberapa penulis yang bukunya akan di terbitkan.
"Raisya-yya? Kudengar kau akan di wisuda bulan depan?" tanya Yuri yang kini mengesampingkan pekerjaannya.
Raisya menganggukkan kepalanya seraya menghidupkan layar monitor di hadapannya.
"Woah! Kau hebat! Selamat ya, sebentar lagi kau akan menjadi sarjana!" ucap Yuri yang ikut senang.
"Terima kasih eonni."
Hanya sebatas itu dan keduanya kembali dengan pekerjaan masing-masing. Raisya masih belum ingin banyak berinteraksi dengan karyawan lain. Apalagi setelah skandal yang terjadi membuat banyak orang mulai berspekulasi negatif tentang dirinya dan Jimin.
Para karyawan memang belum tahu hubungan Raisya dan Jimin, namun Raisya tidak bisa mengatakan jika mereka sama sekali tidak tahu. Mungkin saja ada beberapa pihak yang sudah mengetahuinya dan mungkin saja ada beberapa pihak yang sudah menebak ini semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
EQUANIMITY✔
Fanfiction[ C O M P L E T E ] Fourth Story by: Jim_Noona Setelah berhasil menggapai mimpinya, Raisya kembali menemukan fakta dari sosok pria yang menjadi pimpinannya di perusahaan penerbitan.