[Song : Shawn Mendes - Imagination]
***
Persis sesuai dugaan, seharian ini Jungkook tidak bisa menemui Jihwan seperti hari-hari sebelumnya. Saat mobilnya terparkir di halaman rumah pada pukul setengah enam sore, Jungkook menyorot dari kejauhan ke arah halaman rumah Jihwan, mendapati wanita itu sedang berbincang intens dengan kekasihnya sambil menikmati teh hangat dan kudapan yang bisa dipastikan adalah buatan tangan mama Jihwan.
Sejemang, Jungkook hanya memandang disertai perasaan yang membingungkan. Gelisah. Marah. Iri. Apa mungkin dirinya cemburu? Jungkook ragu untuk menyangkal. Dia membayangkan bahwa kini, ialah yang seharusnya berada di sisi Jihwan, tertawa dan mengusap pipi wanita itu sembari menyodorkan sepotong kue kering lalu bicara mengenai masa depan. Rasanya teramat sesak dan sakit saat melihat wanita itu tersenyum berkat pria lain.
Jungkook memutuskan untuk berbalik setelah cukup lama mengamati, merogoh ponsel di dalam saku celananya kemudian mendorong pintu utama sambil membuka sebuah pesan masuk yang rupanya berasal dari Jihwan. Jungkook lekas membaca pesan tersebut dengan perasaan antusias. Senyumnya merekah lebar sampai-sampai sang ibu yang baru muncul dari arah ruang tengah menatap heran tatkala mendapati ekspresi bahagia di wajah putranya.
[Future : Jangan lupa makan siang.]
[Future : Balas pesanku.]
[Future : Sibuk ya?]
Pesan tersebut dikirim pada pukul dua belas siang ketika jam istirahat, namun sayangnya saat itu Jungkook sama sekali tidak bisa menyentuh ponselnya karena harus menuntaskan pekerjaannya.
[Future : Jungkook ... ]
Pesan terakhir dikirim pada pukul empat sore ketika Namjoon datang ke butik milik Jihwan. Jungkook menyesal karena tak dapat membalas satu pun pesan yang Jihwan kirimkan kemudian mendengus panjang bersama mimik wajah teramat kacau.
"Ada apa dengan wajah putra Ibu? Kenapa sedih begitu?" tanya Ibu mendekat tanpa melepaskan celemeknya terlebih dahulu dan langsung merangkum sisi wajah Jungkook dengan kedua tangan. Jungkook sedikit mengangkat wajah dengan tangan kiri yang masih memegangi tas jinjing, sementara tangan kanannya menjejalkan ponselnya kembali ke saku celana. Jungkook berjuang untuk tetap menampilkan senyuman lebar di hadapan sang ibu, kemudian merundukkan kepala dan memberi kecupan di pipi kanan.
"Ibu mau tahu saja. Ini urusan anak muda," katanya seolah meledek kemudian mendapat satu pukulan keras di lengan. Ibu melipat lengan di depan dada sambil menatap tajam, sementara Jungkook hanya bisa meringis sambil mengusap-usap lengannya yang terasa panas.
"Kalau Ibu tak ingat bahwa kau ini sudah dewasa, mungkin Ibu akan terus bertanya sampai kau mau menjawab. Tapi sayang sekali sekarang Ibu tidak bisa menuntut agar kau mau bercerita."
"Jungkook akan menceritakan banyak hal, pada saatnya," ujar pria itu sambil tersenyum, mencium pipi kiri ibu dan bicara lagi, "Jungkook ingin mandi dulu, Bu." Setelah berujar demikian, Jungkook memutuskan melangkah menuju tangga dan mulai meniti satu-persatu anak tangga ke kamarnya. Sementara ibu bergeming, senantiasa memandangi punggung Jungkook disertai perasaan tak nyaman, lantas menyemburkan napas panjang sekaligus berat.
Ia mengerti betul perasaan putranya. Ibu tahu Jungkook tidak bisa melupakan cintanya pada Jihwan dan masih mengharapkan wanita itu. Jika hal ini berlangsung dalam waktu yang lebih panjang, ia tak yakin Jungkook akan mampu menghadapinya. Tapi perlahan-lahan, ide mulai bermunculan dalam kepala ibu. Dia bisa mengubah situasi ini. Meski kemungkinannya sangatlah kecil. Ada yang bilang, usaha tidak akan mengkhianati hasil, bukan? Jika ibu mau berjuang membantu putranya (ikut campur sedikit saja) mungkin situasi bisa saja membaik. Ibu melirik sekali lagi ke arah tangga dan Jungkook sudah benar-benar menghilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Jeon
FanfictionKita bersahabat, sudah seperti saudara malahan, katanya demikian. Shin Jihwan selalu mengatakan hal itu pada Jeon Jungkook. Seolah-olah, ia sedang berusaha membangun tembok di antara mereka supaya suatu saat tidak saling menaruh rasa. Meski begitu...