Chapter 19

4.9K 780 354
                                    

Kalung itu harus dikembalikan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kalung itu harus dikembalikan. Jihwan berpikir demikian karena ia merasa tak pantas untuk memilikinya. Ia tak bisa menyimpan pemberian Namjoon, sebab tiap kali melihat benda itu ia akan mulai merasa bersalah dan memikirkan pemberinya.

Setelah meyakinkan diri dan melakukan perjalanan dengan menggunakan taksi, ia akhirnya sampai di gedung apartemen di mana Namjoon tinggal. Sejak hubungan mereka berakhir, baik Jihwan pun Namjoon sama sekali tidak saling menghubungi lagi. Semuanya terputus begitu saja, sepenuhnya. Seolah-olah mereka tak pernah menjalin hubungan apa pun.

Jihwan memandangi pintu di depannya dengan kaku ketika membayangkan wajah Namjoon. Bagaimana kabarnya sekarang? Apa yang pria itu lakukan setelah hubungan mereka berakhir? Jihwan bertanya-tanya sambil mendengus panjang lalu memutuskan untuk menekan bel dan sejenak larut dalam lamunan selagi menunggu pintu dibuka.

Sampai semenit lamanya, pintu itu tetap mengatup rapat tanpa ada tanda-tanda akan terbuka. Kemudian Jihwan menekan bel sekali lagi disertai rasa penasaran.

Sekarang pukul 09.00 pagi di akhir minggu. Mungkinkah Namjoon pergi untuk bermain golf seperti biasa? Jihwan menekuk bibirnya muram lantas mengangkat tangan kanan untuk melihat waktu yang ditampilkan arlojinya. Mungkin dia harus menghubungi pria itu. Beberapa detik setelahnya bel kembali ditekan dan Jihwan masih menunggu, sampai akhirnya pintu pun terbuka secara perlahan.

Jihwan melebarkan kelopak matanya detik itu juga tatkala mendapati Namjoon yang melongokkan kepalanya keluar melalui celah pintu dalam keadaan berantakan. Pria itu menyipit seolah sedang berusaha mengenali wajahnya kemudian mendesis malas sambil mengeratkan selimut yang membalut sekujur tubuh.

"Kakak sakit?! Kakak terlihat sangat pucat!"

"Apa yang kau lakukan di sini, Jihwan?" Namjoon bertanya susah payah sambil mengatur napas, lalu hati-hati menguak pintu apartemennya lebih lebar dan membiarkan wanita itu masuk. Jihwan menatap sekali lagi serta merta merasa khawatir.

Melihat pria itu berdiri dengan ringkih di hadapannya membuat Jihwan tidak bisa diam saja dan memutuskan untuk mendekat lalu meraih salah satu lengan itu untuk dilingkarkan ke bahunya. Namjoon memejam sesaat mendapati perhatian mantan kekasihnya.

"Kau sangat menyebalkan, Shin Jihwan," bisiknya dengan nada lemah akan tetapi Jihwan memilih untuk tak menanggapi dan bergegas menuntun agar mereka lekas menuju ke arah sofa di ruang tengah. Jihwan memandagi Namjoon lekat-lekat saat pria itu berhasil membaringkan tubuh di sofa, memperhatikan gerakan dadanya⸺sekaligus cepat atau lambat tarikan napasnya.

Ketika tahu salah satu tangan kurus Jihwan terulur menuju keningnya, Namjoon bergegas menghentikan sambil menggeleng. "Aku tidak apa-apa. Kenapa kau kemari? Cepat selesaikan lalu pulanglah," pintanya tenang. Jihwan menatap sebal sambil mendengus singkat ketika maniknya menatap ke arah bibir pucat Namjoon.

Jihwan tidak peduli pada penolakan yang ditorehkan oleh pria itu, lantas cepat-cepat mendaratkan telapak tangan kanannya pada kening guna mengecek suhu tubuh sang empu. "Kau demam tinggi. Kenapa tak menghubungi ibumu? Kenapa kau bertindak ceroboh seperti ini, huh?" Sekarang Jihwan mulai mengomel dan membuat Namjoon memejam rapat seraya menekuk belah bibirnya. Dia sudah menduga bahwa wanita itu akan langsung mengoceh sampai membuat telinganya sakit, kemudian ia bersyukur karena Jihwan tak mengomelinya dalam waktu yang lama.

Sweet JeonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang