"Apa Anda ingat kronologi kecelakaan ini?" seorang polisi menginvestigasi. Respon yang ada hanyalah tatapan nanar seorang wanita yang sekarang terbaring lemah di ranjang rumah sakit itu.
"Ma'am," imbuh polisi lagi, "kami perlu penjelasan Anda."
"Demi Tuhan!" geram salah seorang perwalian untuk wanita itu, Alexie Spenlonale. "Jangan mendesaknya, Tuan. Dia mengalami kejadian yang sangat traumatis."
"Mr. Spenlonale, kami hanya berusaha memecahkan kasus ini."
"Anda tak ada bedanya dengan para wartawan di luar sana. Tidak bisakah Anda menungggu Tuan Alvonsio sadar untuk menagih informasi? Semua ini-"
Pria itu, maksudnya Alexie, tidak jadi melanjutkan tuturan keberatan saat ponselnya berdering. Ia permisi keluar untuk mengangkat panggilan dari Erik.
Polisi itu menatap korban dan seorang perawat bergantian. Sudah tak tertahankan baginya untuk tidak menguak kepenasaran. "Apa kau Charlotte Whitelady?"
"Tuan," sang perawat, Nona Arndt, turut berkata cemas dan keberatan dengan sikap sang polisi.
Pertanyaan itu seketika menyengat Sharon. Ia menoleh ke polisi itu. Tapi kemudian matanya menangkap sebuah botol kecil di antara peralatan medis di meja dorong rumah sakit. Tepat di sebelah nakas.
Dengan dorongan keputusasaan, ia berpikir pergi dari semuanya adalah pilihan. Sharon menyambar botol itu dan langsung meminumnya. Perawat dan polisi tidak sempat mencegah kejadian itu. Rasa getir yang aneh membuat lidahnya kelu, mati rasa. Ia sangat berharap cairan yang diminumnya adalah racun dan bisa membuatnya mati seketika.
Sharon merasakan nyeri menyerang perutnya. Ia tumbang, sedikit kejang sebelum badannya lunglai tak berdaya.
"Astaga!" ucap perawat itu bingung tidak karuan. Ia meriah botol di ranjang yang menggelinding dari tangan Sharon. Perawat itu membelalak karena tahu itu obat bius yang harusnya disuntikkan. "Ya, Tuhan."
Gadis perawat itu menekan tombol panggilan dokter. Ia menoleh ke arah polisi. "Dia bukan Charlotte-oh, tentu saja orang Hamburg sepertiku merasa aman tanpa hantu itu," ucapnya. "Dia bukan Charlotte. Aku yakin sekali, aku sendiri yang mengurusi Charlotte sampai ia meregang nyawa."
Polisi itu memandanginya dengan aneh. Seolah berupaya menerawang kesaksian wanita perawat di sela-sela keheranannya sendiri.
"Demi Tuhan!" lanjut sang perawat, bertaruh. Tapi di luar pengetahuan siapa pun, ia menyilangkan jari di balik tubuhnya.
"Nyonya Sharon!" teriak Alexie yang kembali masuk. Ia membuang semua hormatnya pada sang polisi. "Sudah cukup, Sir! Sekarang saya mohon Anda untuk keluar!"
***
Alexie, mulai bersikap tenang dan berwibawa, mendatangi kamar perawatan Harvleon begitu mendengar bosnya itu siuman. Kecelakaan mengakibatkan benturan di kepalanya. Serpihan kaca menembus kemeja dan menusuk punggung. Jahitan bahkan diperlukan.
Dokter dan perawat disuruh keluar saat Alexie tiba.
"Bagaimana keadaan Sharon?" tanya Harvleon cepat. Sebenarnya dokter sudah bilang kalau keadaan Sharon baik-baik saja, tapi ia tidak begitu mempercayai itu.
Dan Alexie bukanlah sekutu dokter yang baik. "Saya khawatir jawabannya adalah tidak baik, Sir. Dia sadar saat kecelakaan terjadi. Dan sebelum saya datang, polisi terus saja menginvestigasi."
"Mengapa harus berurusan dengan polisi?!"
"Ada pemantauan tepat di area saat kecelakaan terjadi. Tapi saya sudah membayar mereka untuk tidak melanjutkan. Informasi lainnya, polisi mengatakan rem mobil itu rusak disengaja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories and Salvation ✓
RomansaHarvleon, putra tunggal keluarga Alvonsio, terdesak oleh syarat dari keluarganya di Perancis yang mengharuskannya menikah secepat mungkin. Belle Morgan, wanita licik yang bertahun-tahun mengincar pria itu, memanfaatkan situasi itu sehingga berhasil...