Selamat Membaca
• • •
9 bulan kemudian
(Namakamu) menatap Iqbaal yang tengah berceloteh sedari tadi dengan tidak minat. Suami nya itu sedari tadi memberikan beberapa wejangan serta perhatian-perhatian demi kesehatan Anaknya. Lelaki itu bahkan terlihat lebih antusias untuk menyiapkan beberapa kebutuhan untuk Anaknya nanti. Oh lebih tepatnya, sangat antusias sekali--sangat terlihat dari raut wajahnya.
Wanita itu pun hanya tersenyum tipis sambil terus mendengarkan beberapa wejangan dari Suaminya.
"Kamu ngerti, sayang?" Dan akhirnya, Iqbaal pun mengucapkan kata-kata itu juga. (Namakamu) sampai bersyukur di buatnya.
(Namakamu) memanggut-manggut mengerti. Kemudian dia pun menyuruh Iqbaal untuk duduk di sebelahnya. Karena memang lelaki itu sedari tadi berdiri di hadapannya saking antusiasnya. "Sini kamu duduk. Gak cape apa' berdiri terus?" Katanya sambil menarik lengan Iqbaal untuk duduk di sebelahnya.
"Kamu gak dengerin aku ya?" Rajuk Iqbaal dengan wajah yang menekuk.
"Dengerin kok."
"Bohong!"
"Aku dengerin, sayang." Kemudian kedua lengan wanita itu terulur mengusap wajah Iqbaal dengan lembut. "Jangan ngambek-ngambekan terus. Udah mau jadi Ayah juga."
"Aku mau nya di panggil Daddy!"
"Idih."
Seketika Iqbaal tertawa kemudian mengecup pelipis (Namakamu) dengan lembut. "Lusa aku mau ke Lombok, ada pertemuan disana. Atau, gak usah ikut aja ya?"
"Emang disana berapa hari?" Tanya (Namakamu) sambil memainkan rambut Iqbaal yang mulai memanjang.
"Seminggu."
"Ya udah gapapa. Tapi, aku tunggu di rumah aja ya. Kamu gak liat ini perut aku udah kaya balon."
Iqbaal tersenyum kemudian menggerakkan lengannya mengusap perut (Namakamu) yang sudah membesar itu dengan lembut. Rasa bahagia nya seakan tidak luntur mengingat di dalam perut wanita nya ada buah hati mereka yang hidup di dalam sana dan sebentar lagi Istrinya akan melahirkan. "Aku mau batalin aja."
"Lagian aku juga gak tega ninggalin kamu di rumah selama itu." Lanjut Iqbaal.
(Namakamu) menyandarkan kepalanya pada dada bidang Iqbaal kemudian tangannya membuat pola abstrak di dada pria itu. "Gak boleh gitu, kamu harus profesional. Aku gak papa kok di rumah, nanti juga Bunda sering main ke rumah."
"Tapi aku takut kamu ngelahirin, sayang. Gak ada yang siaga di samping kamu."
"Perkiraan masih dua minggu lagi, sedangkan kamu kan cuma seminggu disana."
"Takdir gak ada yang tau, (Namakamu)." Kata Iqbaal dengan lembut.
"Kalau client kamu kecewa gimana? Nanti kamu gak di anggap profesional."
"Mereka pasti bakal ngerti, atau gak nanti aku suruh aja mereka ke Jakarta. Jadi, gak usah jauh-jauh ke Lombok."
"Gapapa emangnya?"
"Gapapa dong. Kan aku Bos nya."
"Sombong." Ketus (Namakamu).
Sedangkan Iqbaal hanya cengengesan saja.
(Namakamu) menghembuskan nafasnya kemudian mengerucutkan bibirnya. "Ya udah terserah kamu. Yang penting sekarang aku mau makan martabak 6 rasa."
"Siap komandan."

KAMU SEDANG MEMBACA
My Girl [IDR]
Fiksi PenggemarKisah (Namakamu) yang bertemu dengan sahabat kecilnya yang ternyata adalah sang Dosen di kampusnya.