"Jenong !!!" Teriak Shaquille dengan murka memanggilku.
"Hahaha... aku sudah berikan lagi yang kemarin Kak Shaquille. Mendorongmu jatuh! Wek.." kataku sambil menjulurkan lidah dan tertawa puas melihat wajahnya yang tampak kesal.
"Awas kau ya !" Ancam Shaquille dibelakang. Tapi aku tidak peduli. Hahaha...
.
.
.
Satya mengernyit heran saat melihatku berlarian menghampirinya sambil tertawa-tawa.
"Kau kenapa Syakila ?" Tanyanya.
Sebentar aku kembali mengatur nafasku yang terengah. Tapi barusan puas sekali rasanya. Kali ini aku yang berhasil mempermainkannya.
"Hihihi.. rasakan itu, Shaquille."
"Kakak! Ayo cepat kita pergi dari sini !" Ajakku langsung merangkul lengan Satya dan menariknya.
.
.
.
Saat ini aku benar-benar merasa bahagia. Lama kutatap kartu pelajar itu. Mengingat dengan ini aku bisa menagih janjiku pada Gavin. Ya Gavin, masih ingatkah dia dengan janji setahun lalu? Di taman, sepulang sekolah. Senja di hari pertamanya menjadi siswa di Bridge School. Aku bilang, aku juga ingin selalu bersamanya.
'Anu..Kakak, kalau seandainya aku nanti berhasil sekolah disana. Maukah kau jadi pacarku?' Ucapku malu-malu.
Sesaat Gavin terdiam, kemudian senyumnya mengembang. Dia pun bangkit, berdiri dari ayunan dan perlahan mendekatiku.
"Kalau begitu, berusahalah Syakila ." Ucapnya sambil mengusap lembut kepalaku.
.
.
.
Sampai sekarang pun, kalau teringat saat itu aku selalu bedebar bahagia.
"Aku menyukaimu, Kak Gavin." Gumamku sambil memandang foto Gavin yang jadi wallpaper ponselku.
"Sekarang aku siswa Bridge. Jadi, aku bisa jadi pacarmu, kan ?"
' Tring...Tring..Tring'
Aku kaget kerena tiba-tiba ponselnya berdering. Tambah terkejut lagi saat melihat nama Gavin yang muncul."Wahh... kebetulan sekali." Riangku tak percaya. Buru-buru aku tekan tombol hijau, menjawab panggilan itu.
"Halo." Ucapku dengam perasaan berdebar.
"Iya halo." Sahutnya.
"Anu..Kak, ada apa ?" Tanyaku.
"Hm... tidak. Aku hanya sedikit mencemaskanmu. Tadi siang aku pergi begitu saja tanpa mengantarkanmu langsung ke temapat Kak Satya. Aku takut terjadi sesuatu padamu. Misalnya kau tersesat atau apa gitu .."
'Deg !' Aku makin berdebar mendengarnya. Mencemaskanku? Gavin mencemaskanku? 'Kyaaa...' aku ingin berteriak saking senangnya. Ternyata dia perhatian padaku. Sampai mengkhawatirkanku.
"Ah, tidak apa-apa kok. Aku tidak tersesat. Aku sampai ke rumahnya dengan selamat. Lalu..." mengingat kembali kejadian tadi siang membuatku teringat pada Shaquille.
'Aish..untuk apa aku mengingat orang itu segala.' Rutukku dalam hati.
"Ehm, pokoknya terima kasih ya Kak. Karena sudah repot-repot mengantarkanku." Ucapku kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shivviness[END]
Teen FictionSuatu ketika aku bermimpi. Berlari tanpa arah di tengah jalan berkabut. Dan batu kecil pun bisa membuatku jatuh tersandung. Dengan rasa sakit, tak mampu berdiri sendiri. Aku menengadahkan kepala dan melihat sosok samar orang yang kusukai. Dia hanya...