Perlahan Shaquille mulai mendekatkan wajahnya. Aku langsung merapatkan bibirku dan menutup mata. Menghindarinya. Lalu...
'Cup...' satu kecupan ringan mendarat diatas keningku.
"Eh ?" Aku mengerjap, kembali membuka mata. Kaget juga barusan. Kirain dia bakal mengincar bibirku seperti biasa.
"Dasar kau! Memangnya barusan kau pikir aku mau apa ?" Shaquille tertawa kecil.
"Tenang saja. Aku tidak akan memaksa. Tidak akan kulakukan itu kalau kau tidak mau.""Huhhh..." aku sedikit bernafas lega. Tapi...
Kami berdua terdiam sesaat. Mata hitamnya dan mata hijau milikku bertemu. Hanya saling bertatapan, seolah sedang mencoba membaca isi hati masing-masing. Meyakinkan keinginan itu. Yang namanya manusia memang munafik. Kami pun begitu. Hanya beberapa persen kira-kira manusia yang tidak akan benar-benar tergoda nafsu. Jarak ini sudah dekat. Tunggu apa lagi?
"Shaquille..." bisikku menyebut namanya.
"Hm."
Shaquille mulai mempersempit jarak. Membuat hidung kami bersentuhan. Dia masih menunggu. Jujur aku pun sekarang menginginkannya. Maka seiring aku menutup mata, bibir kami pun bersatu.
Dari yang asalnya hanya menempel, berubah menjadi saling melumat. Tidak lama mulai membuka jalan supaya lidah itu pun ikut bertemu. Menginvasi isi mulut masing-masing. Sementara di seluruh tubuh darah makin berdesir seiring degup jantung yang berdetak kencang.
Setelah cukup lama dan benar-benar kehabisan pasokan udara, kami pun sama-sama melepaskan pagutan itu. Sebentar menghela nafas sebelum Shaquille kembali mencium bibirku. Melakukan ciuman sedalam tadi. Sekali lagi.
"Sudah ah Shaquille..." kataku setelah berhasil melepaskan diri.
"Hm.. sebentar..." bisiknya ditelingaku. Kepala berambut hitam itu pun berada diantara jenjang leherku. Membuatku tersentak.
"Aku suka wangimu Syakila." Deru nafasnya menggelitik diatas kulitku. Aku merasa geli.
Sebentar Shaquille terkikik melihat reaksiku. Bukannya menjauh, dia malah sengaja melakukannya. Semakin merapatkan diri, mencium leher jenjangku.
"Aaahhh... Shaqi..." aku tidak sengaja mendesah karena perbuatannya.
Sensasi yang dia berikan sungguh membuatku gila. Aku pikir kami harus berhenti sekarang saat kesadaran dalam diri ini masih ada.
Sebelum kami berdua benar-benar melakukan sesuatu yang masih tidak boleh dilakukan. Tapi sialnya lebih dari setengah dalam diriku juga menginginkannya. Terbukti dari tanganku yang mulai mencengkram kuat bahu Shaquille.
'Sret...'
Tiba-tiba Shaquille bangkit. Aku menatapnya heran. Kenapa? Apa berusan aku melakukan sesuatu yang salah padanya?"Rapikan rambutku Syakila." Katanya sambil menjauh dariku.
Shaquille lekas turun dari tempat tidur. Walau masih tidak mengerti, aku juga ikut bangun dan langsung menyisir rambutku dengan jari. Tepat ketika itu...
"Syakila !!" Teriak Satya yang langsung masuk ke dalam kamar.
Jantungku benar-benar nyaris copot saking kagetnya. Barusan hampir saja. Kalau Shaquille tidak cepat memperingatkan kami pasti sudah ketahuan.
"Kenapa kaget begitu ?" Tanya Satya memperhatikan kejanggalan suasana.
"Hah? Ya ampun kakak. Memangnya siapa yang bikin kaget. Lain kali kalau masuk, ketuk pintu dulu dong." Satya cemberut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shivviness[END]
Teen FictionSuatu ketika aku bermimpi. Berlari tanpa arah di tengah jalan berkabut. Dan batu kecil pun bisa membuatku jatuh tersandung. Dengan rasa sakit, tak mampu berdiri sendiri. Aku menengadahkan kepala dan melihat sosok samar orang yang kusukai. Dia hanya...