"Se.. selama ini aku.. aku merasa kagum. Aku masuk Bridge juga karena ingin mengejar cintaku. Makanya, aku mohon Kak.. aku.. terima ini." Ucap Hafizah sambil menyerahkan amplop merah pada Shaquille.
'Eeehhhh...'
Aku kaget bukan main. Astaga. Shaquille lagi ditembak sama dia."Hm. Baiklah." Jawab Shaquille.
'WHAT THE ??'
Mataku membulat saat mendengar jawaban dari lelaki itu. Apa-apaan ini? Hatiku terasa panas. Bisa-bisanya dia bilang begitu. Menerima Hafizah jadi pacarnya. Lalu aku dianggap apa?"Heh, tidak bisa !" Bentakku dengan geram berjalan menghampiri mereka. Shaquille dan Hafizah tampak terkejut melihatku yang datang secara tiba-tiba.
"Shaquille itu milikku. Jangan coba-coba kau dekati dia ya !" Kataku pada Hafizah.
Suasana hening sejenak. Bibir Hafizah bergetar memperlihatkan kegugupannya. Matanya pun menatapku takut.
"Anu.. Kak, sebenarnya aku..."
"Hahaha..." disebelahku, Shaquille malah tertawa. Dengan tatapan sebal, aku melotot padanya.
"Malah ketawa lagi, apanya yang lucu ?"
"Kau manis Syakila. Apalagi saat mengatakan aku milikmu dengan wajah serius seperti itu. Haha..." kata Shaquille sambil mengangkat sebelah alisnya.
"Ihh, bukan itu masalahnya sekarang. Kau serius mau pacaran dengannya, hah ?" Tuduhku.
Tawa di wajah Shaquille seketika hilang. Tersenyum pun tidak. Kembali pada ekspresi dinginnya. Sejenak lelaki itu menatapku. Entah kenapa aku jadi merasa takut. Jangan-jangan dia serius dengan Hafizah dan mau minta putus dariku. Memikirkannya saja sudah membuat hatiku sedih.
"Yang tadi tidak jadi. Aku juga malas melakukannya. Kau lakukan saja sendiri." Kata Shaquille sambil melihat Hafizah.
"Eh, apa maksudnya ?" Aku terheran. Semakin tidak mengerti. Apalagi melihat wajah Hafizah yang tampak kecewa.
"Tap.. tapi aku tidak berani."
"Kalau si Onyet sih pasti senangnya bukan main. Aku yakin dia bakal menerima dirimu."
"Ehh? Onyet itu Nathan kan? Jadi yang disukai Hafizah..." aku tercengang. Gadis itu langsung memerah, semerah kepiting rebus.
"Ma.. maaf sudah membuatmu salah paham. Karena mereka sahabat, tadinya aku mau minta tolong Kak Shaquille menyampaikan surat cintaku kepada Kak Nathan."
"Oh, gitu. Jadi malu, hehe..." kataku sambil menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal.
"Dasar kau ini." Ejek Shaquille sambil mengacak-acak rambutku gemas.
.
.
.
Dari jauh kulihat Nathan cuma tersenyum. Terlihat malu-malu ketika menerima kertas yang diberikan Hafizah dengan gugup. Sebenarnya aku ingin tahu apa yang akan terjadi pada mereka setelahnya, tapi Shaquille keburu menarikku pergi.
"Gak ada kerjaan ngintip orang yang mau jadian." Kata Shaquille.
"Eh, jadi Kak Nathan sudah pasti menerima Hafizah ?" Tanyaku dengan bersemangat.
"Iya."
Ya, apapun itu aku ikut merasa senang melihat Hafizah berhasil menyampaikan perasaan tulusnya pada Nathan. Sampai di tangga turun menuju lantai satu, langkahku terhenti tiba-tiba. Shaquille terheran melihatku.
"Ada apa.?" Tanyanya. Aku tersenyum. Tiba-tiba teringat masa lalu.
"Tempat ini penuh kenangan." Menanggapi perkataanku Shaquille hanya mengangkat sebelah alisnya. Tidak mau ikut mengingat.
"Aku pernah jatuh dari tangga dan kau menolongku. Lalu kita..." aku mengigit bibir bawahku, malu-malu melihat kearahnya.
"Ah, kalau yang itu aku juga ingat." Kata Shaquille.
"Kurasa mungkin perasaan kita sudah mulai ada sejak saat itu." Lanjutku yang langsung dijawab Shaquille dengan anggukan setuju.
"Disini aku juga mengungkapkan perasaanku pada Gavin."
"Cih, kalau yang itu aku tidak mau ingat." Shaquille tampak kesal.
"Tapi kau menarikku pergi sebelum kau benar-benar hancur."
"Ya. Ya, hebatkan aku." Kata Shaquille dengan bangganya.
"Oh ya Shaquille, kalau seandainya tadi orang yang disukai Hafizah adalah kau, apa kau akan menerimanya ?" Tanyaku penasaran.
"Apa maksudmu seperti orang yang kukenal, yang sampai rela mati-matian masuk Bridge School cuma buat ngejar orang yang telah lama dia suka. Eh, pas nyatain ke si cowok ternyata dia udah punya pacar."
"Ihh kau menyindirku. Iya, misalnya kau ada di posisi itu bagaimana? Apa yang akan kau lakukan ?" Balasku sebal.
"Hm."
"Cepat jawab! Apa kau pun akan goyah seperti Gavin ?" desakku. Tangan kanan Shaquille terangkat lalu membelai lembut pipiku. Sementara matanya terus menatapku.
"Tentu saja tidak. Aku tidak selemah dia." Kata Shaquille sambil mencium bibirku lembut.
"Hihihi... ini ciuman kita yang ke berapa ya setelah yang pertama kita lakukan disini ?" Aku tertawa pelan.
"Yang pasti bukan yang terakhir." Shaquille kembali mendaratkan bibirnya.
Sengaja menyibakkan rambutku, menelusupkan jari-jarinya ke belakang leherku. Membuatku merasa geli menerima sensasinya. Dengan mudah kecupan ringan itu menjadi french kiss. Saling melumat. Memainkan lidah. Bertukar saliva. Dan...
"Ekhem..."
Tinggal beberapa chapter lagi menuju ending. See you. Thanks bagi yang udah baca🤗😘
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Shivviness[END]
Teen FictionSuatu ketika aku bermimpi. Berlari tanpa arah di tengah jalan berkabut. Dan batu kecil pun bisa membuatku jatuh tersandung. Dengan rasa sakit, tak mampu berdiri sendiri. Aku menengadahkan kepala dan melihat sosok samar orang yang kusukai. Dia hanya...