"Dan kau..." Satya menoleh pada Shaquille.
"Tadi waktu kutinggalkan kalian sebentar, kau tidak berbuat sesuatu padanya kan ?" Dengan wajah datarnya Shaquille menggeleng pelan."Ingat pesanku !" Lanjut Satya yang langsung dijawab Shaquille dengan anggukan.
"Baiklah. Kalau begitu aku pergi dulu. Ehm, maksudku aku keluar dulu. Aku biarkan kalian berdua. Tapi aku ada dibawah ya Syakila. Kalau ada apa-apa, teriak saja. Bilang padaku !" Satya berpesan sambil keluar dari kamar dan membiarkan pintunya sedikit terbuka.
"Ingat, bilang padaku !" Sekali lagi dia tegaskan.
"Iya. Iya." Jawabku. Padahal sebenarnya aku tidak terlalu mengerti apa yang kakakku itu cemaskan.
.
.
.
"Kak Satya bilang apa padamu ?" Tanyaku pada Shaquille. Mulai kembali membuka pembicaraan. Lelaki itu hanya mengangkat bahu.
"Bukan apa-apa."
"Dia memarahimu ?"
"Hm."
"Maaf..." Lanjutku.
"Tidak." Barulah sekarang wajah Shaquille terlihat serius.
"Aku yang minta maaf. Kemarin memang aku yang salah. Harusnya tidak kubiarkan hal ini terjadi. Tidak kubiarkan mereka menyentuhmu." Rahang lelaki itu mengeras. Kedua tangannya terkepal.
"Aku tidak akan tinggal diam Syakila. Aku pasti akan membalasnya. Orang-orang itu akan merasakan akibatnya." Sejenak dia menghela nafas.
"Kalau saja waktu itu aku datang lebih cepat, mungkin kau tidak akan terluka seperti ini." Raut wajahnya terlihat menyesal.
"Shaquille... tidak apa-apa. Aku juga sekarang baik-baik saja. Kau tidak terlambat. Terima kasih kemarin sudah menyelamatkanku." Katanya sambil menatapnya dan tersenyum.
.
.
.
Sebentar aku pergi ke kamar mandi. Sekedar untuk cuci muka. Baru sadar kalau aku berantakan sekali sehabis bangun tidur tadi. Wajahku pasti kacau. Apa kesan Shaquille setelah melihatnya?
Setelah selesai mematut diri, aku turun ke lantai satu rumahku. Tepatnya menuju dapur dan langsung melihat isi kulkas. Sekilas aku mendengar suara TV diruang keluarga menyala. Mungkin Satya sedang asyik tiduran di sofa sambil makan cemilan dan menonton acara favoritnya.
"Dasar kakak itu, ada tamu tetapi tidak disuguhi apapun." Ucapku sambil mengambil dua kaleng soda.
Tidak ada jus wortel. Apa Shaquille akan suka? Ah, biarlah. Kuambil juga sebungkus keripik kentang dan snack lainnya dari dalam lemari makanan. Eh, aku berhenti sejenak. Salah tingkah.
Rasanya kok jadi bersemangat begini setelah tahu dia datang dan ada di kamarku. Apa yang sedang kupikirkan sih? Padahal mungkin Shaquille juga tidak akan lama menjenguk. Dia masih disini juga pasti karena menunggu hujan reda. Aku mengomel dalam hati. Setelah berpikir seperti itu, kutaruh kembali cemilannya di dalam lemari. Kemudian kembali naik ke lantai dua.
"Maaf lama." Kataku begitu sampai di kamar.
Datang sambil membawa dua kaleng soda tadi. Kulihat Shaquille sekarang sedang berdiri di samping jendela. Menyender pada dinding dan sedikit menyibakkan tirai memandang keluar.
"Apa yang kau lihat ?" Tanyaku sambil menghampirinya.
"Kak Satya pergi ya ?" Shaquile malah balik bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shivviness[END]
Teen FictionSuatu ketika aku bermimpi. Berlari tanpa arah di tengah jalan berkabut. Dan batu kecil pun bisa membuatku jatuh tersandung. Dengan rasa sakit, tak mampu berdiri sendiri. Aku menengadahkan kepala dan melihat sosok samar orang yang kusukai. Dia hanya...