17. Menagih janji

27 16 0
                                    

"Kau menyebalkan Kak Shaquille. Apa maumu sebenarnya ?"

"Hm. Mauku..." Shaquille mencondongkan tubuhnya mendekatiku. Aku langsung bergerak mundur. Takut dia melakukan sesuatu seperti tiba-tiba menciumku atau hal lain semacam itu. Mengingat kejadian sebelumnya pun yang ada dalam otaknya hanya itu.

"Jangan macam-macam kau." Bentakku. 'Pletak..' Shaquille menyentil keningku. Dia terkekeh.

"Kau pikir aku mau apa?  Lihat siapa disini yang mesum sebenarnya ?"

"Aduh.." aku meringis memegang bekas sentilannya yang lumayan keras.
"Sakit tahu. Coba kau rasakan sendiri."

"Haha.. mengganggumu sungguh menyenangkan sekali Syakila."

"Ih, dasar kau! Memangnya aku mainan."

"Bagiku iya."

"Apa ?!"

"Hei Shaquille !!" Teriak seseorang. Langsung menghentikan pertengkaran kami.

         Kami berdua menoleh menanggapi panggilan itu. Dari jauh tampak seorang gadis berambut cokelat berlari-lari kecil menghampiri. Dari pakaian yang dikenakannya, dengan blazer marun dan rok kotak-kotak merah terlihat mencolok dibanding siswa Bridge lain yang berseragam dominan hitam.

"Shaquille.. shaquille, ah senangnya bisa ketemu kamu disini." Ujar gadis itu yang mendekat langsung merangkul lengan Shaquille.

"Heh, kau kenapa bisa ada disini ?" Tanya Shaquille, terkejut dengan kehadirannya.

"Hihi.. Shaquille aku kangen..." jawab gadis itu dengan nada sedikit manja.
"Kau juga kangen padaku tidak ?"

         Shaquille hanya mengerlingkan mata dan berdecih kesal. Sambil berusaha melepaskan rangkulan si gadis. Mereka berdua tampak akrab. Dan entah kenapa melihat wajah gadis itu, aku juga merasa tidak asing.

"Huh, jangan bersikap dingin padaku dong Shaquille..." gadis itu merajuk. Sebentar dia menggulirkan matanya menatap kearahku.

"Eh, Syakila !" Lanjutnya dengan heboh memanggil namaku.

"Hm."

"Kau Syakila! Syakila yang tadi pagi, kan ?" Gadis itu melepaskan rangkulannya pada Shaquille berganti memegang kedua tanganku. Sambil tersenyum, matanya menatapku lekat-lekat.

"Benarkan, ini pasti Syakila. Kau masih ingat padaku ?" Aku mengernyit heran, memperhatikan kembali wajahnya dengan seksama.

"Ma..Marsya ?" Tanyaku sedikit ragu.

"Senangnya kau masih ingat padaku. Ternyata benar. Sudah kuduga, rambut hitam pekat sepunggung dan bola mata hijau itu, pasti kau Syakila."

         'Rambut hitam pekat dan mata hijau ?' Dalam hati aku terkekeh, rambut dan bola mataku memang lain daripada yang lain. Pantas saja dia mudah mengenalinya.

"Yang tadi pagi aku benar-benar berterima kasih."

"Hei, sudah kubilang aku tidak melakukan apapun." Kataku malu-malu.
"Lalu kau sendiri kenapa ada disini ?" Tanyaku.

"Hm..itu aku mau bertemu pacarku." Oh, iya... aku baru ingat. Pacarnya itu siswa Bridge. Kelas dua. Jadi...

         Aku menatap Shaquille dan Marsya bergantian. Eh, jadi pacar Marsya yang katanya anak Bridge itu Shaquille? Shaquille punya pacar? Selama ini dia punya pacar? Haha...

         Ingin tertawa tapi entah kenapa tidak ada suara yang keluar. Rasanya kaku. Aku hanya bisa menarik bibirku saja. Melihat mereka berdua, dadaku tiba-tiba terasa sesak. Seperti ada sesuatu. Kenapa? Perasaan apa ini? Aku juga tidak paham.

Shivviness[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang