18. Menyatakan perasaan

34 16 6
                                    

"Kak Gavin aku menyukaimu." Ucapku padanya. Jelas. Tanpa jeda dan keraguan.
"Apa kau juga suka padaku ?" Lanjutku.

         Menatapnya lekat-lekat. Mata Gavin membulat saat mendengarnya. Dia juga terkejut. Diam sejenak. Satu senyuman tipis terlukis di wajah Gavin.

"Aku juga suka padamu Syakila."

"Benarkah ?" Senyumku mengembang.

          'Kyaa....' hatiku berteriak gembira. Merasa senang mendengar kata suka terucap darinya. Aku tahu perasaanku akan terbalas. Gavin juga menyukaiku.

"Tidak ada alasan untukku membencimu Syakila. Kau kan adik kelasku yang manis." Lanjut Gavin. Sebelah tangannya terangkat, mengusap ubun-ubun kepalaku sedikit mengacak-acak rambutku dengan lembut.

"Ehh..." sesaat aku terkejut.
"Adik ?" Kuulangi kata itu.

"Kau baik, cantik, lucu, selalu ceria, dan bersemangat. Tentu saja aku suka. Bagaimana aku bisa membencimu? Senangnya Kak Satya bisa punya adik manis sepertimu."

"Ta, tapi yang kumaksud bukan rasa suka seperti itu. Masa kau sama sekali tidak mengerti, rasa sukaku itu..."

         Samar-samar terdengar derap langkah kaki mendekat. Bergema dalam lorong kelas yang sepi. Gavin berpaling dariku, menoleh kearah sumber suara itu. Sesaat menunggu. Menanti orang seperti apa yang akan muncul, berbelok menuju tangga tempat kami sekarang berada. Mata Gavin membulat bersamaan dengan kedatangannya.

"Marsya..." nama itu terucap dari bibirnya.

         Aku ikut menoleh. Melihat gadis berambut cokelat itu dengan ekspresi cerianya berlari kearah kami.

"Yeay, akhirnya ketemu juga !" Teriak Marsya langsung berhambur memeluk Gavin.

"Surprice, my honey. Chup." Satu kecupan singkat darinya mendarat diatas bibir Gavin.

Tepat dihadapanku.
Aku...
Terkejut...
Merasa hancur...
Sakit...
Serasa ditikam benda tajam...
Menghujam langsung, begitu menusuk...
Sampai membuatku terasa seperti akan mati...

"Hihi... kau terkejut tidak ?" Tanya Marsya pada Gavin seusai melepaskan ciumannya.

"Sangat. Apalagi melihatmu disini. Apa yang kau lakukan ?" Gavin tersenyum.

"Aku datang untuk menemui pacar tercintaku, hehe..."
.

.

.

          Aku merasa pernah ada dalam situasi serupa, tapi tak sama. Apa ini? Apa yang mereka lakukan? Nyatakah? Gavin... Marsya... ciuman apa itu? Kenapa? Ada apa dengan mereka berdua? Pacar? Siapa yang pacarnya siapa? Dalam pikiranku bermunculan berbagai pertanyaan.

"Wah, malu... barusan pasti dilihat Syakila." Wajah Marsya bersemu merah. Begitu juga dengan Gavin yang berdiri disebelahnya. Tersenyum terlihat malu-malu.

"Kau sih, langsung nyosor gitu aja." Lanjut Gavin, menyenggol Marsya dengan sikunya.

"Habis aku senang sekali bisa bertemu denganmu." Marsya tertawa.
"Lalu sedang apa kalian berdua disini? Kalian berdua saling kenal ?"

"Kami sudah lama berteman. Syakila itu adik kelasku di SMP." kata Gavin.
"Aku yang lebih tidak menyangka kalau kau sudah kenal dengan Syakila."

"Iya, Syakila itu penyelamatku lho. Kalau tidak ada dia, mungkin pagi tadi sudah terjadi sesuatu yang menjijikan padaku."

"Benarkah ?" Marsya sedikit cemberut.

"Iya, itu gara-gara kau Gavin sayang, yang tumbennya tidak mengantarku ke sekolah. Kau mau aku diserang orang mesum di bus ?"

Shivviness[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang