Ketika Gavin sadar. Ketika dia menyadari maksudku dulu. Sewaktu dia tidak mengerti rasa suka seperti apa yang kurasakan. Sekarang dia mengatakan dia mengerti. Dia bilang dia memiliki perasaan yang sama sepertiku dulu.
Rasa suka seorang pria terhadap seorang wanita. Bukan menganggapku sekedar adik kelas kesayangannya. Rasa suka yang dulu sangat kuharapkan.
"Kau menyukaiku. Jadi selama ini kau suka padaku kan Syakila? Kau mencintaiku." Lanjut Gavin berbicara seolah merasa puas. Aku menggeleng.
"Tidak. Hm.. iya sih. Tapi itu dulu. Sekarang tidak lagi. Aku sudah membuangnya. Aku menyukai Shaquille. Dihatiku sekarang hanya ada dia."
"Hahaha... mana mungkin." Gavin tidak percaya.
"Hentikan Kak, jangan dibahas lagi. Kau bicara seperti ini tidak ingat dengan Marsya? Bagaimana bisa kau menyukaiku ?" Raut wajah Gavin langsung berubah. Pertanyaanku tadi tepat sasaran.
"Aku suka padamu, kau suka padaku. Itu sudah tidak penting lagi sekarang." Lanjutku.
"Tapi kalau kau mau kita bisa mulai lagi dari awal." Gavin mencengkeram kedua bahuku. Membuatku takut memikirkan apa yang mau dia lakukan.
"Lupakan Shaquille dan Marsya. Pikirkan tentang kita saja. Jangan bilang kalau rasa itu sepenuhnya sudah hilang Syakila."
"Tidak. Jangan !" Aku panik ketika perlahan Gavin mendekatkan wajahnya.
Dia pasti sudah gila. Ingin menciumku. Aku lekas memalingkan wajah, menolaknya. Dan bibir lembut pemuda itu berhasil mendarat disudut bibirku. Nyaris saja. Tapi...
Haaahh?? Aku melotot. Ketika mataku melihat sosok berambut hitam itu berdiri tidak jauh sambil menatap kami. Dia sama terkejutnya denganku. Sejak kapan?
"Shaquille..." ucapku tidak percaya.
Kemudian aku mendorong tubuh Gavin menjauh. Sambil melangkahkan kaki menghampiri pemuda keturunan Melviano itu. Shaquille berjalan melewatiku. Mendekati Gavin dan tanpa berbasa-basi langsung melayangkan satu pukulan keras ke wajahnya. 'Buk...' Gavin sampai tersungkur.
"Kyaaa..." teriakku melihat kejadian yang berlangsung cepat itu.
"Apa yang kau lakukan padanya ?" Geram Shaquille menarik kerah baju seragam Gavin.
Gavin mendecih, menyeka pipi kirinya yang tadi kena pukul.
"Hanya mencoba mengambil kembali milikku." Balas pemuda itu sambil menyeringai.
"Beraninya kau..."
'Buk...' Shaquille kembali memukul Gavin."Kau pikir kau siapa ?"
'Buk...'"Sialan !!"
'Buk...'"Sudah cukup !!" Teriakku.
"Hentikan Shaquille!! Cukup. Jangan pukuk dia lagi." Lekas kutahan tangannya sebelum pukulan kelima mengenai Gavin.Mata hitam miliknya itu melotot, menatap tajam. Jelas dia pasti tidak suka aku mencegahnya dan terkesan seperti sedang membela Gavin.
"Cih..." Shaquille menepis tanganku sambil menghempaskan Gavin.
"Ya, terserah lah !" Desisnya kemudian melangkah pergi."Tidak. Tunggu. Tunggu dulu Shaquille." Panggilku langsung mengejarnya.
"Jangan salah paham." Aku tahan bahunya mencoba menghentikan dia."Aku paham Syakila." Kata Shaquille. Lelaki itu sedikit menoleh menunjukkan ekspresi dingin. Kemarahan masih terlihat diwajahnya.
"Tidak. Ini tidak sepeti yang kau pikirkan. Tadi Gavin hanya..."
"MAKANYA AKU BILANG AKU PAHAM !" bentak pemuda itu setengah berteriak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shivviness[END]
Teen FictionSuatu ketika aku bermimpi. Berlari tanpa arah di tengah jalan berkabut. Dan batu kecil pun bisa membuatku jatuh tersandung. Dengan rasa sakit, tak mampu berdiri sendiri. Aku menengadahkan kepala dan melihat sosok samar orang yang kusukai. Dia hanya...