35. Baru menyadari

18 8 1
                                    

     'Srakkk... Pletak...'

"Aw..." aku meringis kesakitan. Langsung menengadahkan kepala melihat kearah balkon lantai dua. Tampak dua orang gadis dengan cepat melarikan diri, kabur sebelum kukenali wajah mereka.

"Ya ampun Syakila, kau tidak apa-apa ?" Cemas Icha melihat keadaanku.

         Aku menggeleng. Rasanya tidak begitu sakit. Hanya saja barusan entah apa yang mengenai kepalaku. Ketika kuperhatian keadaan sekitar, kulihat beberapa bungkus plastik, kaleng minuman, bola-bola kertas dan debu-debu kotoran berserakan di lantai. Mungkin ada salah satu benda keras dari sampah-sampah yang mereka lempar tadi mengenai kepalaku.

"Keterlaluan. Buang sampah sembarangan. Mereka pikir kau ini apa? Itu senior kan, anak kelas tiga? Kau harus laporkan ini pada Shaquille. Biar mereka diberi pelajaran." Kesal Icha sambil membersihkan rambutku yang kotor.

         Aku hanya tertawa kecil mendengar ocehannya. Aku yang menjadi korban, tapi malah Icha yang marah. Sebenarnya aku sendiri pun kesal. Tapi rasanya percuma kalau hanya mengeluh. Aku juga tidak tahu siapa yang melakukan ini padaku.

"Aaaa... Syakila gawat !!!" Panik Icha tiba-tiba.
"Itu.. itu di kepalamu ada..."

"Apa? Ada apa? Cepat singkirkan dariku." Aku ikut panik. Takut dikepalaku ada ulat bulu atau semacamnya.

         Wajah Icha cemberut, perlahan diangkatnya sedikit helaian rambutku. Aku punya firasat buruk mengenai ini. Ketika aku pun menyentuh benda lunak, basah dan lengket diatas rambutku itu.

"Aaa... keterlaluan! Permen karet !" Teriakku tidak percaya. Benar-benar keterlaluan. Kenapa harus permen karet, diatas rambutku lagi.

"Ahh, sebel. Gimana nih ?" Rengekku bercampur kesal.

"Cepat bersihkan Syakila. Aku ambil sisirku dulu ke kelas ya." Usul Icha.

"Iya, cepat ya. Kutunggu di kran air disana." Kataku sebelum gadis itu pergi.

.

.

.

         Aku membungkuk, menundukkan kepala di bawah kran. Sambil meraba-raba bagian belakang kepalaku. Ku kumpulkan helaian rambut yang terkena permen karet tadi. Perlahan kuputar kran itu dan rasa dingin langsung menyerang begitu airnya jatuh membasahi.

"Ihh, sebel..." dengusku.

         Dengan susah payah aku mencoba sedikit demi sedikit membersihkan permen karet itu sendiri. Meskipun tidak yakin ini akan berhasil atau justru malah membuatnya melebar dan mengenai bagian rambutku yang lain. Kuharap Icha cepat datang dan membantuku. Posisiku sekarang benar-benar sulit.

         'Tap...'
Terdengar bunyi langkah kaki mendekat.

"Ah, Icha coba lihat bagian ini sudah bersih belum sih ?" Tanyaku masih menunduk membersihkan rambutku.

"Syakila ?" Yang membalas adalah suara seorang cowok.

         Aku sedikit mengangkat kepala. Mengalihkan pandangan menyusuri kaki panjang sosok yang berdiri didekatku itu hingga sampai ke wajahnya. Walau dari suara tadi sebenarnya sudah kukenali siapa dia.

"Kak Gavin ?" Dahi lelaki itu berkerut heran melihatku.

"Sedang apa kau ?"

"Ah, hahaha..." aku tertawa hambar.

         Rasanya malu sekali. Pasti sekarang aku terlihat aneh dimatanya. Membasahi rambutku seperti ini seperti sedang keramas.

"Anu.. Kak, rambutku terkena permen karet. Sambil menunggu Icha aku mencoba membersihkannya sendiri, hehe..." Lanjutku sambil nyengir. Gavin hanya mengangguk mendengar penjelasanku.

Shivviness[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang