14. Puding dari Gavin

26 16 1
                                    

"Tapi ngomong-ngomong darimana kau dapat informasi sampai sedetail itu? Jangan-jangan kau..." aku memandang Icha penuh selidik. Gadis itu tampak malu-malu dan jadi salah tingkah.

"Huh, payah.. Ternyata kau juga sama dengan mereka." Kataku sambil berjalan.

"Hei, Syakila tunggu !" Panggil Icha,  lekas merangkul lenganku.
"Yah, aku kan penggemar Kak Shaquille juga. Cuma iseng kok. Lagian boleh siapa saja masuk Grup itu. Kau juga bisa kalau mau."

"Cih, yang benar saja. Jangan harap." Kataku sambil mendelik.
"Malah kalau bisa, akan kubuat Anti Penggemar Shaquille. Biar pun anggotanya kelak cuma aku seorang."

"Hahaha..." Icha tertawa.
"Leluconmu lucu Syakila."

"Aku tidak bercanda." Kataku penuh percaya diri. Ya, memang benar. Dengan banyak alasan aku benci cowok itu, si Shaquille Melviano.

"Awas lho, dari bentar nanti jadi suka." Balas Icha sambil terkekeh.

"Hei, sudah kubilangkan bagiku cuma ada..."

"Ya, ya, ya, Gavin seorang." Icha langsung menyela perkataanku. Tapi yang diucapkannya memang benar.

"Hanya karena dia cinta pertamamu, kan? Aku sudah tahu itu Syakila. Sudahlah, lain kali kita bicarakan lagi. Aku sudah lapar. Ayo kita cepat ke kantin." Ajak Icha dengan penuh semangat.

"Hhhh..." lagi-lagi aku hanya mendengus pasrah membiarkannya menyeretku pergi.

.

.

.

         Jam istirahat siang itu kantin dipenuhi banyak siswa Bridge. Mulai daei kelas satu sampai kelas tiga berbaur dalam satu ruangan seluas ini. Berbagai macam stand penjual makanan berjejer rapi dan tidak ada yang sepi pembeli. Semuanya langsung diserbu belasan siswa yang kelaparan dari pagi sudah bergelut dengan pelajaran.

         Mulai dari jajanan tradisional, fast food, snack, roti, kue, dessert, mie, dan lainnya. Suasana ramai seperti di pasar. Dan tentu saja ini jaci tempat nongkrong paling favorit selain gedung olahraga, sekitar lorong kelas, toilet dan taman sekolah saat jam istirahat.

"Mie goreng, Cola reguler, dan Biskuat bolu rasa cokelatnya tiga." Aku terkikik geli mendengar menu pesanan Icha.

"Kau masih suka makan kendaraan tahan banting itu ?" Tahu yang kumaksud adalah Biskuat bolu, Icha juga ikut tertawa.

"Jadi inget pas Orientasi kemarin ya? Kupikir apa kendaraan tahan banting, ternyata itu Biskuat bolu."

"Memangnya enak ?"

"Enak kok."

"Hah ?" Aku cengo sesaat.

"Ah, sudahlah. Daripada itu, kau sendiri sudah selesai pesan ?"

"Hmm..."

         Aku masih berdiri memandangi kaca etalase dessert dan sedikit kecewa mendapati puding strawberry favoritku sudah terjual habis. Tahu begini, harusnya tadi aku lebih cepat datang ke kantin.

         Puding strawberry di Bridge memang terkenal enak, lembut dan rasanya yang istimewa. Karenanya dijual terbatas hanya 50 cup sehari. Dan itu pun unyuk mendapatkannya harus berebut dengan ratusan siswa Bridge yang juga menyukai puding ini.

"Pilih salad buah saja." Usul Icha yang langsung meletakkan salad itu diatas nampan makan siangku yang sudah ada sepiring french frice dan segelas lemon tea.

"Ayo cepat, kalau sudah kita cari tempat."

"Iya, kau duluan saja." Kataku padanya yang tanpa disuruh pun Icha sudah pergi mencari meja kosong. Sementara aku kembali memandang menu makan siang yang kupilih hari ini.

Shivviness[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang