Bagian 24 - Egois.

4.6K 530 240
                                    

"Apa sebegitu sulitnya mengingatku?"

Doyoung masih membiarkan lengannya menumpu kepala Kejora disana, membiarkan gadis itu terlelap di atas lengannya. Doyoung sudah terbangun sedaritadi, namun Doyoung tidak bergerak sedikitpun, menolak untuk mengejutkan Kejora disaat ia menikmati waktu istirahatnya.

Sesekalinya diambilkan tisu yang berada di nakas kecil sebelah ranjangnya dengan perlahan tanpa mendatangkan suara, guna mengelap luka yang Kejora goreskan kemarin. Bukan tanpa alasan, Kejora hanya ingin memastikan bahwa guratan pisau itu lebih tajam dari rasa sakit yang dideritanya pada saat itu. Rupanya memang dadanya mengeluarkan rasa sakit tanpa ampun. Pisau dapur itu sudah berhasil dikalahkan oleh rasa sakit yang tak tau datangnya dari mana.

Doyoung belum mau bangkit, dia tidak mau mengganggu Kejora dalam tidurnya. Beberapa helai tisu itu untuk menutupkan beberapa sayatan yang Kejora lakukan, walau masih terbuka lukanya, tidak ada kucuran darah lanjutan, luka itu sudah benar benar kering walau belum tertutup sempurna.

Perlahan Doyoung mengangkat pergelangan tangan Kejora disana. Dibalutnya sementara menggunakan beberapa helai tisu yang sudah diambilnya secara pelan pelan.

Dulu, tangan ini selalu menjadi saksi. Bagaimana saya selalu menggenggam kamu ketika kamu merasa ketakutan dan merasa sendiri. Dulu. Saya menggenggam erat sambil memeluk kamu seperti yang saya lakukan sekarang saat kamu pinta itu sama saya. Dan dulu, kita pernah berjanji, bahwa kita nggak akan pernah membiarkan tangan-tangan ini dengan mudahnya menyentuh pergelangan tangan yang lain.

Doyoung mengecup dahi Kejora penuh sayang. Doyoung berharap segala ingatan itu cepat kembali. Bahkan sekarang tanpa Jefry ─Doyoung lebih leluasa untuk memandangi sang pujaan hati. Tolong biarkan Doyoung bersikap semaunya sekarang. Lukanya sudah tidak siap ia tampung sebanyak apapun dia menahan.

Jika ia harus berbuat, itu bukan karena kebahagiaan orang lain.

***

Kejora sudah terbangun dari tidurnya, sebenarnya ini sudah larut malam, tapi gadis itu selalu bangkit pada pukul dua pagi akhir-akhir ini. Kejora selalu menemukan Doyoung tertidur di sofa panjang yang harusnya berada di ruang tamu. Doyoung sengaja memindahkannya ke kamar agar Kejora bisa selalu di dalam jangkauannya.

Kejora merapatkan selimut yang digunakan Doyoung saat ini. Kejora menatap lamat-lamat sang pria yang berada didepannya. Terlihat wajah lelah yang kini selalu mampir dan singgah sebentar di benaknya. Itu Doyoung.

"Aku nggak mau makan, aku mau Jefry!"

"Kamu bukan Jefry, jangan ngurusin aku"

PRANG

"Tolong jauhi pecahan piring itu darisana, kamu bisa terluka"

"Aku nggak mau nurut sama kamu, kamu bukan Jefry. Jangan ikut campur sama urusan aku!"

"Ini amanat Jefry. Saya harus jaga kamu"

"Bawa aku sama Jefry!"

"Aku mau Jefry, cuma Jefry!"

Sejujurnya, Doyoung lelah. Sangat lelah. Setiap saat Kejora selalu menyebutkan nama itu didepannya yang bahkan Jefry belum menghubungi gadis itu sama sekali.

Doyoung menggiring lukanya dalam diam, membiarkannya mengalir dan larut dalam waktu.

Marah. Doyoung sangat ingin marah. Kenapa Kejora tidak pernah mau berusaha mengingatnya sampai saat ini. Di sepertiga malamnya, Doyoung selalu mengobrol bersama Kejora yang sedang terlelap disana. Dia membicarakan hal hal konyol yang mungkin tidak akan terjadi sampai kapanpun, sesungguhnya sebagai penghibur bagi hatinya yang lara.

SIR | DoyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang