Di sepanjang perjalanan mereka ke arah rumah Jefry, Kejora masih belum menghentikan tangisnya. Isakan itu tertahan sedalam mungkin. Nyatanya dia benar benar terpukul atas fakta yang baru saja diketahuinya.
Netra Doyoung hanya fokus pada dua hal, yakni Jalan raya dan Kejora yang memegangi dadanya dengan erat. Entah nampaknya sakit atau tidak, Kejora hanya menangis dalam diamnya dan memalingkan wajahnya sedari tadi ke arah kaca jendelanya.
"Kak, tolong antar aku pulang kerumah."
Tanpa banyak bertanya, Doyoung segera melesatkan kemudinya dengan kilat setelah mendapatkan alamat rumah Kejora. Tangannya terkepal kuat, menahan sesuatu yang belum sampai terpecahkan memang menyakitkan. Waktu, dia begitu membenci waktunya sekarang tanpa tau masa lalu yang dia ciptakan.
Doyoung mematikan mesin mobilnya dan melihat guratan amarah yang terpendam di raut wajah Kejora. Matanya berkaca kaca sambil memegang knop pintu mobilnya dengan segera. Doyoung menahannya.
"Kamu mau pulang?"
"Aku mau memastikan sesuatu."
Kejora keluar dari pintu mobil Doyouny dan berjalan cepat sambil tergopoh. Kakinya masih sanggup menahan rasa nyeri, sayangnya pinggang paha dan lututnya serasa mati rasa akibat kejadian tadi.
BRUK
Jatuh. Badannya terjatuh ketika hampir meraih knop pintu rumahnya. Kakinya bergetar penuh rasa amarah yang kuat. Nyatanya Kejora sudah tidak sanggup menopang berat tubuhnya sendiri akibat rasa ngilu yang ditimbulkan oleh beberapa bagian tubuhnya.
Kejora masih menangis di atas keramik dingin di depan pintu rumahnya. Menghapus beberapa sebagian air matanya yang sudah tak terbendung. Tubuhnya digeretkan mendekati knop pintu itu. Dia mencoba meraihnya lagi masih dengan isakan yang tertahan. Tak sampai. Kejora menjatuhkan berat kepalanya ke dinding rumahnya dan menelungkupkan sebagian rupanya.
Doyoung berlari menghampiri Kejora menembus rintik hujan yang membawa kawanannya semakin banyak. Memeluk tubuh itu penuh rasa bersalah. Ini semua bencana karenanya. Semua ini tidak akan pernah terjadi jika Doyoung tak pernah menjalani kencan semalam itu bersama Kejora. Untuk beberapa saat, dia menyesali semua perbuatannya.
"Kamu nggak akan mengalami hal berat ini kalo saya nggak ada"
"Semua ini nggak akan terjadi kalau hubungan kita hanya sebatas dosen dan mahasiswinya"
"Saya menyesal"
Doyoung masih memeluk tubuh ringkih itu dan menyimpan semua tangisnya. Kejora tidak boleh tau. Doyoung sudah memberikan banyak luka untuknya.
"Kakak"
Renjun dengan senyum lebarnya menuruni anak tangga satu satu dan menyimpan jas berwarna abu abu gelap itu di sofa ruang tamunya yang masih penuh sisa makanan oleh sang kakak.
Senyumnya berpendar. Ketika melihat Kejora dibopong oleh seorang laki laki yang sangat dikenalnya dan menorehkan luka di hatinya juga hati sang kakak.
Haechan menyimpan mie instan yang masih mengepul asapnya di atas ruang tamu mereka. Berlari ke arah pintu depan dan memeluk Doyoung dengan erat. Tubuh Doyoung harus menahan dua beban yang sama, Kejora dan Haechan.
"Kakak"
Lirihnya bukan pada Kejora, melainkan Doyoung.
Haechan mengusap punggung Doyoung, menyalurkan rasa rindunya yang teramat. Sosok Doyoung begitu berkesan untuknya, dan sesekalinya Haechan membahas Doyoung di depan Renjun, adiknya itu akan menjadi murka berkali kali lipat.
Kejora melepaskan tautan itu. Netranya menatap pemandangan yang tak asing didepannya.
"Maafin Haechan, Haechan gak pernah hubungin kakak"
KAMU SEDANG MEMBACA
SIR | Doyoung
Fanfic❝come here, let me teach you❞ 𝙈𝙖𝙩𝙪𝙧𝙚 𝙘𝙤𝙣𝙩𝙚𝙣𝙩 konten delapan belas coret.