Up cepet. Karena ada yang minta. Sekian huhu. Happy reading ya!
Kejora masih termenung duduk di atas ranjang di dalam kamar Doyoung. Aromatherapy varian Lavender sedikit membantunya merelaksasikan ototnya yang kaku serta bagian tubuh lainnya yang dirasa tegang. Sebenarnya tidak ada masalah yang terjadi pada bagian tubuhnya. Hanya saja sekarang Kejora memendam gelisah yang begitu dalam setelah kehadiran Jefry. Jefry bukan orang lain. Jefry membantunya merasakan hilangnya perasaan bersalah dan sakit yang menusuk kuat pada seluruh rongga dadanya. Julukan penyelamat untuk Jefry itu dibenarkan adanya.
Namun, siapa yang bisa menerima keadaan mereka sekarang. Dengan kembalinya ingatan lama Kejora beserta seluruh memori yang tertinggal. Mungkin bagi Kejora itu adalah sebuah anugerah untuknya. Tapi tidak untuk Jefry, itu adalah hal terburuk yang pernah ia lakukan. Jefry menyesal amat, ketika dia meninggalkan Doyoung bersama Kejora.
Rasa bersalah? Pasti. Kejora sering menolak pria itu untuk mendampinginya. Kejora bukan tidak menerima, hanya saja dia belum memulihkan ingatannya saat itu. Dan tiba saat ingatan itu di pulihkan kembali, nyatanya Jefry memang tidak bisa menggenggam dua tangan itu sekaligus. Doyoung sudah meraihnya terlalu cepat, bahkan sangat cepat.
Mereka tengah berbicara di taman belakang. Entah apa yang sedang dibicarakan, Kejora hanya membuat praduga yang berlebihan di dalam isi kepalanya. Pertengkaran adik kakak? Bisa saja. Ya, ini semua salahnya menurut Kejora.
Lewat kilas cahaya matahari yang berpendar, berhasil menangkap dua pemandangan disana lewat celah kecil kaca jendela di kamar Doyoung. Mereka tidak mau saling menatap. Rerumputan itu adalah alih alih untuk mereka dapat berbicara tanpa saling berpandangan. Sesekali ekor matanya menangkap, raut Jefry tidak bisa digambarkan dengan kata kata. Kecewa, marah, sedih, gusar. Mungkin itulah sebagian penggambaran bagaimana wajah penat itu menemukan mereka di dalam rumah orang tuanya.
Doyoung memegangi tengkuk Jefry sambil menatap postur duduk sang adik. Jefry bagai tak punya tulang leher yang dapat menopang bagaimana beratnya isi kepala lelaki itu sekarang. Tak ada penyanggah yang bisa membuat wajah itu tampak terlihat. Jefry sudah tidak berdaya untuk dapat menatap sang lawan bicara.
Tidak mendapat respon yang bagus, Doyoung mendekatkan tubuhnya dengan sang adik. Dia melingkarkan seluruh lengannya dengan sempurna hingga sampai pada leher hingga bahu utuh Jefry.
Jefry menitikan air matanya tanpa ekspresi.
Sesaat, Doyoung masih merengkuh tubuh itu dalam diam. Mengusap tengkuk sang adik dengan lembut. Membisikan kata per kata yang membuat Jefry semakin terluluh lantahkan perasaanya. Sesekali ia goyangkan badan sang adik untuk bisa mendapatkan sedikit respon walau itu mustahil. Doyoung berusaha keras membuat Jefry melepaskan semua perasaanya untuk Kejora, yang akan menjadi kakak iparnya sebentar lagi.
Jeno adalah biang di balik semua kejadian hari ini. Dia usai menceritakan kejadian yang dialami Doyoung sepenuhnya tanpa terkecuali. Hatinya geram, Jefry bingung merespon. Jefry tak pernah tahu Doyoung mengalami hal seberat itu, di sisi lain hatinya juga merasa tercabik. Perempuan itu bukan lain adalah Kejora, wanita yang sudah terlanjur dicintainya sepenuh hati. Mau tidak mau, Jefry harus segera berlapang dada. Siap tidak siap. Semuanya akan berubah total dengan apa yang sudah direncanakannya.
Sebuah knop pintu tergerak menandakan seseorang kerap menyambangi tempatnya. Itu Doyoung, yang memunggungi pintunya dan menutup rapat. Doyoung pintar menyembunyikan ekspresi sedihnya. Bahkan basah air matanya sudah tak terlihat, walaupun di pelupuk kanan matanya sedikit menyisakan bening air yang masih bertahan di kulit wajahnya.
Doyoung mengambil duduk di sebelah Kejora. Lekat matanya tak berpindah sama sekali. Doyoung menumpukan dua telapak tangannya untuk menggenggam jemari Kejora yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
SIR | Doyoung
Fiksi Penggemar❝come here, let me teach you❞ 𝙈𝙖𝙩𝙪𝙧𝙚 𝙘𝙤𝙣𝙩𝙚𝙣𝙩 konten delapan belas coret.