Gio baru saja sampai disekolahnya. Setelah menempatkan motormya di parkiran, ia melepas helmnya dan berjalan masuk dengan kedua tangan masuk pada saku depan hoodienya bersama para siswa sekolah yang juga baru datang pagi ini.
Di pertengahan jalan, matanya tak sengaja melirik seseorang yang ada beberapa meter didepannya yang ternyata juga meliriknya dengan tangan yang baru saja menerima sebuah map dari seorang guru. Gio memutuskan pandangannya dan memandang lurus kedepan seolah tidak peduli. Berusaha tidak peduli.
"Gio!"
Gio berhenti berjalan saat seorang gadis memanggil dengan suara melengkingnya dan sudah berdiri menghadang jalannya. Gio melihat wajah orang didepannya yang melihatnya dengan mata memicing. Mungkin sadar akan lebam di tulang pipi dan bekas merah di sudut bibirnya. Gio pun membasahkan bibirnya dan memandang sekitar.
"Muka lo kenapa?"
"Gapapa Drey."
Gio dapat mendengar nada khawatir dari Audrey dan sorot matanya. Hanya saja Gio tidak ingin membuat gadis ini bertanya lebih jauh jika menjawab dengan jujur. Apalagi jika tahu karena ia dan Alfa memperebutkan Athaya. Ia tidak ingin membuat gadis itu kecewa lagi.
"Berantem sama siapa?" Tanya Audrey lagi. Ada rasa penasaran san khawatir disana.
"Itu apa?" Tanya Gio mengalihkan topik bicara. Ia menunjuk benda yang dipegang Audrey.
"Oh, ini map nya Bu Sari. Absen buat dikelas sama disuruh cek takut ada kesalahan." Jawab Audrey.
"Itu udah di obatin?" Tanya Audrey yang kembali pada topik pertamanya.
"Ini udah gapapa. Lo tenang aja. Cowok begini tuh biasa."
"Gue duluan Drey." Ucap Gio menenangkan dan kemudian melenggang dari hadapan Audrey.
:: :: :: :: ::
"Maaf soal semalam, Al. Kamu jadi dimarahin papah deh." Ucap Athaya pada Alfa disampingnya. Kini mereka sedang berjalan di keoridor kelas XII IPA.
"Gapapa. Kamu gak salah. Kan aku yang berantem." Jawabnya dengan senyum yang terlulas dibibirnya agar membuat Athaya juga tidak terus merasa bersalah. Pasalnya ini sudah tiga kalinya Athaya meminta maaf. Pertama saat Alfa pulang dari rumah Athaya semalam setelah diberi nasihat oleh papahnya Athaya.
Kedua Athaya mengirimnya pesan yang berisi permintaan maafnya. Ketiga, sekarang. Padahal Athaya saja muncul setelah Alfa terkapar duduk saat bergelut dengan Gio. Jadi menurutnya Athaya memang tidak salah.
"Papah kamu itu bukan marah. Itu teguran buat aku jaga sikap dan nyelesain sesuatu tanpa otot fisik. Buat jadi terbaik juga buat anaknya." Jelas Alfa dan diakhiri dengan alisnya meengangkat menggoda Athaya.
"Lebay lo!" Hardik Athaya dengan kekehannya saat mereka masuk kelas.
"Weh! Operasi idung lo Al?" Sahut Akbar saat melihat Alfa yang baru duduk disebelahnya membuatnya tersadar dan melihat bagian tulang hidung Alfa yang terdapat plester disana.
"Operasi gratis ini pas malam." Candanya yang membuat mereka berdua tertawa pelan.
Ganis memandang mata Athaya serius, "Hah, cowok lo operasi idung gituan?" Tanyanya dengan wajah mengernyit aneh.
Athaya menahan tawanya mendengar pertanyaan konyol Ganis, "Gak lah. Yakali Gan."
"Tumben lo dateng duluan?" Tanya Athaya.
"Dianter tadi jadi cepet deh. Hehe..." Athaya ber-oh ria menanggapi jawaban Ganis.
Ganis melihat Alfa dan Akbar yang sedang mengobrol dengan antengnya, "Terus berantem? Apa kepentok tiang bendera?" Tanyanya pelan. Ganis kalau sudah dibuat penasaran, ia akan terus bertanya sampai ia paham dan puas dengan akhirannya. Tapi kalau penasaran tentang pelajaran, itu kecuali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love In Silence (Complete)
Teen FictionSemua tak akan ada artinya jika hanya sebatas kata-kata belaka. Semua tak akan ada hasilnya jika hanya sebatas memendam rasa. Hanya bisa menutup luka. Menahan api cemburu. Memendam rasa kecewa. Meskipun tidak pernah pacaran, setidaknya aku juga p...