Kantin yang selalu penuh setiap bel istirahat berbunyi seantero sekolah menjadikan di tempat ini selalu ramai pengunjung kantin untuk mengisi energi mereka kembali sebelum ke pelajaran selanjutnya.
Di salah satu perkumpulan lima laki-laki berseragam putih abu, terlihat disana mereka sedang berbincang.
"Iya iya dah... enak-enak kok makanannya. Lo tenang aja. Perut karet lo gaakan melar kok." Ujar Gio dengan tawa terbahak-bahaknya bersama teman yang lainnya juga.
"Wes.. enak aja ngatain gua perut karet. Gua tindih baru tau rasa lu." Ancam Setya. Bercanda kok.
"Wuih serem." Ujar Ari si pemilik kulit hitam manis dengan nada dibuat lebay.
"Siapa aja yang lo undang Yo?" Tanya Rendi si pemilik postur jangkung kurus.
"Gak banyak sih. Keluarga gue pastinya, anak futsal, anak kelas, temen-temen yang gue kenal dari kelas lain." Jelasnya.
Jadi, Gio mengundang orang-orang yang tadi ia sebutkan untuk datang ke acara ulang tahunnya yang ke 17 yang akan diadakan besok malam di rumahnya. Sementara ini, ia masih menyebar info undangan ini kepada teman yang ia undang karena belum semuanya ia beritahu.
Setelah perbincangan tadi, mereka kembali makan. Lalu tak lama, disamping meja yang mereka tempati terlihat gadis yang tengah tersenyum manis.
"Hai Gio."
Gio tersenyum tipis, "eh, Audrey. Ada apa?"
"Ini. Gue liat lo belum beli minum. Jadi, gue beliin lo jus alpukat yang susu coklatnya banyak kesukaan lo." Ujar gadis itu yang ternyata Audrey dengan menyimpan gelas tinggi berisi jus keatas meja.
Gio merogoh saku celananya dan memberikan uang Rp.10.000 kepada Audrey, "makasih ya. Ini gue ganti."
"Eh gak usah.. ini gue ngasih buat lo ikhlas. Bener deh. Yaudah kalo gitu gue duluan ya. Bye Gio." Pamitnya berlalu.
"Makasih Drey!" Ucap Gio setengah teriak karena Audrey yang sudah melenggang pergi.
:: :: :: :: ::
"Eh besok pake baju kaya gimana ke si Gio?" Tanya Ailsha, lalu menyeruput es jeruknya.
"Terserah lo sih. Katanya Gio kan kasual gitu. Gampang lah gak perlu ribet yang harus formal pake dress-dress gitu. Haduh." Ujar Vania.
"Berangkatnya gimana? Kita bareng dong.." Pinta Ganis.
"Malem ya?" Tanya Athaya sembari berpikir.
"Gue jemput sama supir gue deh. Malem soalnya takutnya ada apa-apa. Terus biar orang dirumah juga gak khawatir kan." Lanjutnya. Beberapa detik temannya berpikir, akhirnya mereka setuju.
Vania melirik Athaya yang memainkan ponselnya, "cie... doi nya mau legal nih."
Merasa tersindir, Athaya berdecak, "ck, apaan sih."
Mereka pun melanjutkan dengan mengobrol ria ditengah kegiatan makan mereka. Athaya tertawa renyah, lalu saat ia menyeruput milk shake coklat nya, matanya memutari area kantin.
Namun tanpa sengaja tatapan matanya bertemu dengan tatapan milik Gio. Athaya jadi salah tingkah. Ia pun memutuskan tatapannya dan kembali bercengkrama dengan temannya. Sementara Gio menarik sebelah sudut bibirnya melihat salah tingkahnya Athaya saat dia tak sengaja melihat dirinya.
Lucu. Batin Gio sebelum kembali gabung ngobrol bersama keempat temannya.
:: :: :: :: ::
Sepulang sekolah, Audrey bersama kedua temannya berencana mampir ke salah satu pusat perbelanjaan untuk membeli kado buat Gio besok. Dan kini, mereka tengah berada di depan gerbang menunggu taksi.
Sampai di tujuan, mereka masuk dan langsung disuguhkan suasana lumayan ramai dengan para pengunjung yang berdatangan.
"Beli apa ya? Hhmm, kalo topi yang itu bagus gak menurut kalian?" Tanya Audrey sambil menunjuk sekumpulan topi. Namun fokusnya pada topi berwarna hitam dengan sedikit corak putih.
"Bagus kok."
"Iya bagus. Tapi Gio kayanya gak suka pake topi deh." Pendapat Shila.
"Yah, terus apa dong? Sepatu? Gue gatau ukurannya. Klo nebak takut salah." Tanyanya bingung.
"Tas aja." Tawar Putri. Audrey terlihat menimang-nimang.
"Ah, tas cowok gitu-gitu doang." Ujar Audrey.
"Terus apa Drey?" Tanya Putri gemas, "ini udah kaya orang baru masuk tempat kek ginian deh, diem, kayak orang bego gini." Lanjutnya.
Audrey melihat sekelilingnya dengan jari yang mengetuk-ngetuk dagunya.
"Eeummm, ah! Hoodie aja. Keren dia kalo pake kaya gituan pasti." Putusnya. Lalu melenggang pergi meninggalkan dua temannya.
Shila mengernyit, "woy!" Shila dan Putri menyusul Audrey.
Audrey tertarik dengan hoodie yang tergantung paling depan. Sederhana saja, polos, warnanya hitam namun untuk bagian karet yang dibawah dan bawah lengan berwarna putih, dan ada tali berwarna hitam di sisi depan bawah kupluk nya.
Setelah merasa cukup, dia menuju kasir untuk bayar. Lalu, mereka langsung pulang karena langit sudah mulai terlihat sore.
:: :: :: :: ::
Athaya teringat sesuatu. Dia belum membeli kado untuk Gio. Akhirnya ia bersiap dengan ganti baju, dan sedikit merias diri.
Setelah itu, ia mencari ibunya yang ternyata sedang berada didapur.
"Ma, aku izin beli kado buat ulang tahun temen besok. Boleh ya?" Tanyanya.
Ibunya berbalik, "sendiri?"
"Iya. Dianterin pak Deni." Jawabnya. Pak Deni adalah supir yang selalu mengantar jemputnya sekolah.
"Yaudah. Hati-hati ya. Jangan kelamaan lho." Peringat ibunya.
"Siap."
Setelah menempuh beberapa menit dan kilometer perjalanan Athaya sampai di tujuan.
Setelah pamit dengan supirnya, ia pun keluar mobil dan berjalan masuk ke sebuah tempat perbelanjaan yang biasa disukai kebanyakan wanita.
Athaya berkeliling dari satu toko ke toko lainnya untuk mencari apa yang dirasanya cocok untuk seorang lelaki seperti Gio. Sangat membingungkan baginya, karena ini pertama kalinya ia memberi hadiah untuk teman lelakinya. Sebenarnya dari sejak SMP juga ia punya keinginan untuk memberi Gio kado di tiap ulang tahunnya. Namun, baru sempat kali ini dan sangat pas di hari ulang tahunnya yang ke-17.
"Itu bagus deh keliatannya. Coba deh." Athaya menghampiri pada perkumpulan pakaian laki-laki. Lalu ia mengambil salah satu hoodie hitam, putih di bagian karet-karetnya dan talinya.
"Talinya bagus item deh." Athaya mengambil hoodie lainnya yang berada dibelakang hoodie sebelumnya. Lalu, ia menjajarkan kedua hoodie yang diambilnya.
"Mmm, yang putih deh keliatan cerah jadinya."
Tanpa pusing-pusing lagi, ia pun menuju kasir untuk bayar dan setelahnya ia pulang.
To be Continue
KAMU SEDANG MEMBACA
Love In Silence (Complete)
أدب المراهقينSemua tak akan ada artinya jika hanya sebatas kata-kata belaka. Semua tak akan ada hasilnya jika hanya sebatas memendam rasa. Hanya bisa menutup luka. Menahan api cemburu. Memendam rasa kecewa. Meskipun tidak pernah pacaran, setidaknya aku juga p...