Di malam yang sunyi dimana Athaya yang sedang menyendiri didepan teras rumah hanya ditemani secangkir coklat hangat dan sebuah novel yang belum selesai ia baca.
Ia menyesap sekali lagi susu coklat hangatnya. Kemudian, ia membalikkan lembar halaman novel itu. Membaca lagi dengan penuh penghayatan bagaikan ia masuk dalam skenario fiksi tersebut.
Semakin lama ia terhanyut dalam tulisan-tulisan novel, semakin menyusut juga daya tahan matanya yang mulai meredup. Athaya menguap kecil sembari menutup novelnya setelah ia memberi tanda bacaannya.
Athaya melamun sekejap meluruskan pandangan yang melihat jalanan kosong di malam hari.
"Eh guys, hari ini gue bakalan traktir kalian berdua dalam rangka hari jadian gue sama Gio! Terserah kalian mau beli apa aja, terserah. Sesuka hati kalian. Karena sekarang, gue bahagia... banget!"
"Serius?! Yeess, Thank's ya Drey"
"Nothing limited price kan Drey?"
"Enggak ada. Udah kalian tenang aja oke?"
Dada Athaya semakin sesak saja saat mendengar dan melihat tingkah bahagianya Audrey saat di sekolah tadi. Dan membuatnya kurang fokus saat belajar di kelas hingga sampai saat ini mood nya masih dalam tahap buruk.
Memang sudah hampir sebulan ini Audrey dan Gio terlihat dekat dan semakin dekat. Kemanapun juga bersama.
Athaya tahu itu.
Selama ini Athaya sudah mencoba untuk menghilangkan perasaan pada Gio. Namun, perasaannya itu tetap betah menetap dalam dirinya sehingga Athaya harus merasakan sakit yang sekarang ia rasakan.
Mungkin Athaya rasa, perhatian yang Gio beri padanya hanyalah bentuk perhatian biasa kepada teman yang sudah kenal sejak menduduki bangku sekolah menengah pertama.
Dibelakang semua itu, mungkin sedari dulu Gio lebih perhatian pada Audrey tanpa Athaya tahu. Makanya mengapa mereka bisa jadian sekarang.
Ini rasanya mencintai seseorang dalam diam. Menyayangi seseorang yang ternyata kini sudah milik orang lain. Athaya merasakan itu.
Athaya menghapus air matanya yang mulai ingin keluar dari pelupuk matanya saat ibunya memanggil dari dalam rumah.
"Athaya, udah malam. Kamu gak tidur?"
"Iya ma. Aku baru selesai baca."
Ibunya menatap menyidik, "kamu nangis?"
Athaya membuang tatapan dari ibunya karena kepergok habis menangis. Mungkin matanya terlihat merah sekarang, "o-oh hehe... ini--"
"Makanya, jangan gampang baper sama novel. Kebiasaan kamu tuh." Ujar ibunya.
"Hehe... iya nih aku nangis gara-gara ceritanya si cowok ninggalin cewek yang udah sayang dia, tapi cowok itu malah sama cewek lain." Alibinya.
"Alah, cuma gitu doang. Yaudah, kamu cepet masuk ya."
"Iya ma."
Athaya bernapas lega setelah ibunya kembali masuk rumah. Setidaknya ibunya tidak bertanya-tanya kenapa dia bisa menangis, sehingga ia tidak perlu bingung mencari alasan yang bisa langsung ibunya percaya.
Athaya mengambil novel dan cangkirnya yang ada di atas meja. Namun, aksinya itu ia urungkan saat ponselnya menyala menampilkan notifikasi pesan.
Athaya tidak membuka langsung dari notifikasinya, melainkan ia membuka aplikasi whatsapp dan terlihat nama kontak teratas yang mengirimnya pesan barusan. Hampir seratus pesan yang belum Athaya baca dari kontak tersebut. Itu sengaja. Bukan karena chat nya tenggelam atau apapun itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love In Silence (Complete)
Ficção AdolescenteSemua tak akan ada artinya jika hanya sebatas kata-kata belaka. Semua tak akan ada hasilnya jika hanya sebatas memendam rasa. Hanya bisa menutup luka. Menahan api cemburu. Memendam rasa kecewa. Meskipun tidak pernah pacaran, setidaknya aku juga p...