#29

170 10 7
                                    

Atas permintaan Gio, kini mereka berada di salah satu tempat makan bakso.  Tempat dimana waktu lalu mereka bertemu dengan Vania dan Teo.

Mereka makan tanpa suara. Bahkan sedari tadi berangkat pun belum ada yang mengeluarkan suaranya untuk saling mengobrol. Gio yang sedang memberanikan diri untuk meminta maaf dan memperbaiki hubungannya, sedangkan Athaya yang hanya diam karena canggung.

"Sebentar Tha." Gio membuka suara.

Athaya mengerutkan dahinya dan menghentikan aksi makan baksonya.

Gio menghela nafas, "atas sikap gue kemarin-kemarin, gue minta maaf. Jujur, gue juga kecewa sama lo atas apa yang gue lihat sendiri saat lo dituduh guru waktu itu." Ucapnya tulus dengan menatap sendu mata Athaya yang masih menatapnya dengan raut datar.

Sebenarnya Athaya sudah muak membahas perihal masalah yang memfitnahnya itu. Namun, karena ia juga ingin tahu pernyataan dari Gio, akhirnya ia tahu kalau saat itu Gio mengacuhkannya karena ia kecewa. Sempat terbesit saat Gio mengatakannya. Namun, ia harus tetap bersikap biasa saja saat ini agar Gio terus berterus terang padanya.

Mungkin untuk permintaan maaf hal ini, ia bisa maafkan.

"Tapi saat Audrey cerita sama gue dan bahkan di skors, gue langsung menyimpulkan kalau lo bukan pelakunya. Gak mungkin dia di skors kalau gak ada bukti kan?" Lanjut Gio.

Athaya tersenyum tipis, "mungkin kalau gak ada kak Bella, lo gak akan minta maaf gini sama gue karena pasti gue terus yang disalahkan."

"Kak Bella? Apa hubungannya sama dia?" Tanya Gio heran.

Athaya pun menceritakan intinya dengan singkat namun jelas saat dimana Bella yang didampingi Ganis menyertakan video yang ia rekam sendiri saat Audrey mencampuri racun pada makanan katering.

"Lo orang baik Tha. Dan semoga lo bisa maafin Audrey. Karena dalam masalah dia, lo ikut disalahin." Ucap Gio.

Athaya kembali mengernyit. Ia merasa Gio seperti membela Audrey sampai-sampai Gio meminta Athaya memaafkan Audrey.

"Gue juga mau-- lo sama gue kayak sebelumnya. Bukan-- ya, bukan lo yang kelihatannya menjauh?" Ujar Gio.

Athaya kembali menatap pada Gio yang semula hanya menunduk atau melihat ke sekitaran jalanan, "gue menjauh dari lo? Gio, gue bukan menjauh. Gue-- sadar diri aja kalau lo sama gue hanya teman. Biasa.

Permintaan maafnya elo ke gue, gue maafin. Dan untuk pertemanan kita gak ada masalah kan? Kita gak musuhan juga." Ucap Athaya diakhiri senyumannya yang kembali bisa Gio lihat.

Athaya menghela nafas, "ayo! Katanya mau ajak gue cari novel bagus yang lagi promo kan? Keburu sore." Ajaknya

Karena kalau gue berharap lebih sama lo juga udah ada yang lain, Gio. Batinnya melirih.

Gak bisa buat gua milikin lo lebih dari 'teman'? Batin Gio.

:: :: :: :: ::

Didalam toko yang dipenuhi rak berisikan berbagai jenis genre novel dan jenis buku lainnya yang berjejer rapi, seorang gadis pecinta novel remaja ini asyik membaca beraneka judul novel.

Ditemani Gio, Gio malah bingung sendiri karena alasan ngaco nya yang sudah bilang kepada Athaya kalau ada promo untuk novel-novel. Namun kenyataannya? Sedari tadi ia berkeliling tidak ada promo yang terlihat di tulisan Harga novel.

"Kok gue gak liat ada tulisan atau papan promo begituan sih? Katanya ada promo? Yang mana?" Tanya Athaya dengan berbalik menghadap Gio.

Gio terkesiap dan menggaruk tengkuk belakangnya, "eumm, kok gak ada ya? Gue juga gak tau. Kata-- temen gue sih itu." Ucapnya gugup karena bohong.

Athaya menyipitkan matanya menatap Gio yang mencurigakan.

*tak!

Athaya memukul pundak Gio dengan satu novel masih tersegel ditangannya, "biar gue mau ikut lo kan?!" Kesalnya.

"Sakit!" Gio menggaduh karena dipukul dengan novel yang tebalnya lumayan.

:: :: :: :: ::

"Makanya, kalo gak tau tuh, gak usah sok tahu!" Omel Athaya kesal. Ia berkata dengan suara agak keras karena mereka sedang diperjalanan pulang.

"Ya maaf. Kalo gue gak pake cara ini, lo pasti nolak ajakan gue kayak kemaren." Gio membela diri.

"Emang." Ujar Athaya.
.
.
"AAAAK!!"

Gio sontak menepi ke pinggir jalan dan menoleh ke kanan dimana terjadi kecelakaan dari arah seberangnya.

"Audrey." Gumamnya pelan. Lalu, ia menjalankan lagi motornya menyeberang menghampiri Audrey yang tergeletak di dekat trotoar.

Gio menstandarkan motornya hingga membuat Athaya otomatis turun.

Athaya tak bisa berkata-kata. Hatinya sesak, matanya panas saat mendengar Gio yang lagi-lagi menyebut nama Audrey dan cekatan untuk membantu Audrey.

Ditaruhnya kepala Audrey di atas paha Gio. Kini dapat terlihat ada darah mengalir di kening sebelah kirinya, juga terdapat beberapa luka kecil di tangan serta kakinya. Dipanggilnya pelan sambil ia tepuk pelan pipinya juga ia usap. Berkali-kali ia melakukan itu. Namun, nihil. Ternyata Audrey pingsan.

Athaya menatap kedua manusia itu. Gio terlihat jelas sangat khawatir. Ia juga kasihan dengan Audrey yang mengalami tabrak lari oleh pengendara motor yang ugal-ugalan.

Gio panik, kemudian ia mendongak mendapati Athaya yang hanya berdiri dengan melamun, "Tha! Lo berhentiin taksi buat antar kita ke rumah sakit. Ayo cepetan!" Seru Gio dengan nada yang terlihat khawatir dan panik.

Athaya terkejut, "i--iya." Athaya pun segera mendekat ke pinggir jalan untuk memberhentikan taksi yang lewat.

Sebuah taksi pun tak lama berhenti dihadapan mereka. Gio langsung menggendong tubuh Audrey dan menyuruh Athaya membukakan pintu mobil.

"Bang! Saya titip motor disini ya." Teriak Gio kepada penjual toko yang ada di ruko tempat kejadian kecelakaan Audrey.

"Iya mas!"

Setelah itu, Gio kembali masuk ke mobil di kursi belakang. Pastinya dengan Audrey. Sedangkan Athaya ia menduduki dirinya sendiri di sebelah supir.

"Rumah sakit terdekat pak."

"Iya dek."

:: :: :: :: ::

Audrey tengah di periksa didalam ruangan. Sedangkan Athaya dan Gio menunggu diluar. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing.

Gio melirik Athaya yang hanya diam menatap lurus ke depan, "Tha?"

"Athaya?" Panggilnya lagi.

Athaya terperanjat, "eh, iya. Gimana?"

Gio tersenyum tipis, "lo kelihatan capek. Lebih baik lo pulang biar lo bisa istirahat di rumah. Biar gue yang jaga Audrey disini. Orang tuanya juga bentar lagi kesini."

Athaya mengangguk, "ya udah." Ia berdiri, "gue-- duluan, ya?"

Gio mengangguk, "makasih udah bantuin Audrey." Ucapnya, Athaya tak menjawab.

"Makasih juga udah mau maafin gue." Ucap Gio lagi.

"Sama-sama. Gue duluan."

Athaya pun melangkah meninggalkan Gio yang masih diam ditempat menunggu kabar kondisi Audrey.

Athaya melangkah lemas dengan ransel yang ia gendong sebelah. Beberapa langkah kemudian, sebulir cairan bening keluar dari pelupuk matanya. Athaya sudah tidak tahan lagi menahan sesak di dada menyaksikan kekhawatiran Gio pada Audrey, gadis yang saat ini ia sangat benci.

Semakin lama, semakin sesak. Ingin nafas pun seakan akan terisak. Athaya menutup mulutnya dengan sebelah telapak tangannya. Melangkah sepanjang koridor rumah sakit dengan lamban.

Menyaksikan kepedulian Gio sepanjang kejadian tadi, membuatnya semakin yakin jika mereka memang benar-benar tengah dekat. Dan semakin yakin untuk diri Athaya untuk benar-benar menjauh dari Gio.

To be continue

Vote ❤






Love In Silence (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang