"Kata ayah, lo mau pindah sekolah?" Tanya Audrey sambil dirinya menampung nasi goreng dengan sendok.
"He'em." Jawab Alfa seadanya karena mulutnya sedang mengunyah nasi goreng yang sama seperti Audrey.
Keduanya kini sedang berada di meja makan. Sarapan pagi sebelum mereka berangkat ke sekolah. Tak hanya mereka berdua, orang tua mereka juga. Namun, orang tua mereka belum juga muncul.
"Tanggung banget pindah. Ngulang dong dari kelas satu?" Tanya lagi Audrey membuat dirinya menerima tatapan sinis dari Alfa.
"Bisa lanjut. Walau agak ribet." Jawab Alfa setelah menelan Suapannya.
"Lagi, kenapa lo tiba-tiba mau pindah? Gue pikir lo di DO gara-gara berantem sama Gio waktu itu. Yang lo putus sama--"
"Kalo lagi makan jangan cerewet." Peringat Alfa membuat Audrey terdiam dan dengan kaku mulai melahap lagi sarapannya.
Kedua remaja itu menoleh saat orang tuanya menyapa mereka. Sepasang suami istri itu kini sudah rapi dengan pakaian formal mereka yang biasa digunakan untuk ke kantor tempat mereka bekerja. Senyum mereka merekah di awal pagi ini. Alfa demikian, ia tersenyum walau tipis.
Perlahan, Alfa mulai bisa merasakan kekeluargaan dirumahnya. Ternyata, baginya hangat rasanya. Dan juga pikirannya satu-persatu hilang terselesaikan dengan baik. Alfa mulai bisa menikmati diri di rumah yang biasanya selalu terasa tak berpenghuni baginya. Tidak, Alfa yang selalu menghindar dan menjauhi diri yang membuatnya selalu merasa sendirian di rumah.
"Kamu beneran mau sekolah? Padahal enggak juga gapapa. Hari ini kan keputusan terakhir kamu undur diri."
"Justru itu. Aku mau pamit dulu ama teman sekelas di hari terakhir aku sekolah di sana." Ucap Alfa.
"Nanti bunda yang ke sekolah. Sekalian jemput kamu."
Alfa mengangguk, "Iya bun."
:: :: :: :: ::
"
Hi!" Sapa Athaya sebagai sapaan pertamanya di pagi ini. Senyumnya dapat Gio lihat. Membuat Gio tertarik dan ikut tersenyum juga.
Tiga hari ini keduanya terlihat kembali sering bersama. Entah itu berdua atau bersama teman mereka. Yang pasti, mereka berdua kembali merasakan hal yang dulu. Dimana mereka merasa dekat dengan perasaan yang sama namun tidak saling mengetahui. Mungkin sekarang juga masih sama.
Walau Athaya sempat merasa kesal atas sikap Gio yang selalu muncul di tengah-tengah hubungannya dengan Alfa, tetap tak bisa dipungkiri bahwa Athaya masih ada secercah perasaan yang telah lama ia pendam untuk Gio. Perasaan yang muncul saat mereka masih duduk di bangku SMP.
Gio tidak akan sadar. Dan mungkin Athaya juga sama. Tidak mengetahui kalau Gio memang sudah menyukainya sejak di bangku SMP. Berawal dari teman biasa yang sering bergabung ketika tugas kelompok, sering mengobrol dan menjadi mengetahui lebih dalam sosok Athaya yang awal ia temui adalah sosok gadis yang pendiam, tak banyak tingkah, dan pintar. Baik sudah pasti.
Hari ini, Gio kembali menjemput Athaya setelah sekian lamanya mereka tidak lagi naik motor berdua. Ya wajar, Athaya saat itu masih bersama Alfa dan Gio juga sempat dengan Audrey walau mereka sudah beberapa bulan ini putus.
Gio terkekeh, "Canggung gini gue. Udah lama gak kayak gini lagi."
Athaya tertawa, "Diem. Jangan bikin gue jadi malu. Itung-itung lo pengaruhi gue biar gue bener-bener gak benci lagi sama lo." Ucap Athaya sambil menerima helm dari Gio.
"Jahat amat."
"Biarin."
:: :: :: :: ::
KAMU SEDANG MEMBACA
Love In Silence (Complete)
Teen FictionSemua tak akan ada artinya jika hanya sebatas kata-kata belaka. Semua tak akan ada hasilnya jika hanya sebatas memendam rasa. Hanya bisa menutup luka. Menahan api cemburu. Memendam rasa kecewa. Meskipun tidak pernah pacaran, setidaknya aku juga p...