1. Gadis Kecil

61 8 8
                                    

"Bunganya cantik."

Itu adalah suara anak perempuan yang tiba-tiba saja berdiri di belakang Naveen yang masih berumur empat tahun. Naveen mendongak, lantas berdiri menatap gadis kecil itu sekilas.

Sepersekian detik setelahnya, netranya kembali ia alihkan pada sekelompok bunga hortensia yang tadi sempat ia pandangi lamat-lamat.

"Kata Mama, nama bunga ini hortensia."

"Hortensia? Aku baru denger nama itu," gadis kecil itu berjongkok agar lebih leluasa untuk mengamati sesuatu baru yang begitu indah baginya ini, "...namanya cantik."

Naveen kecil yang masih berdiri turut berjongkok--menaruh perhatian terhadap bunga hortensia tersebut atau lebih tepatnya pada gadis kecil yang baru saja ia temui.

"Aku punya banyak dirumah, mau lihat, nggak?" Ujarnya pada gadis kecil disampingnya.

Gadis kecil itu tersenyum, lantas mengangguk semangat. Namun hal itu tak berlangsung lama, karena sebuah seruan membubarkan keduanya.

Gadis itu berdiri, ketika samar-samar Naveen mendengar sebuah panggilan 'Rara' yang mungkin ditujukan untuk gadis kecil dihadapannya.

"Aku pulang duluan, ya.. Udah dipanggil Bunda. Nanti kita ketemu lagi." Setelahnya gadis itu berlari menghampiri sumber suara sembari berteriak. "Bundaa, Rara disiniii!!"

Pandangan Naveen terpaku pada siluet gadis kecil dan seorang wanita seumuran Mamanya. Naveen bisa merasakan gadis kecil itu menoleh padanya ditengah perbincangan ibu dan anak tersebut.

Lantas setelahnya Naveen hanya terdiam ketika melihat siluet gadis itu melambai riang padanya. Naveen mengangkat tangannya berniat untuk membalas lambaian tangan itu. Namun sebelum ia berhasil melambai, gadis itu telah berbalik dan menghilang secara perlahan dari pandangannya.

~õŌõ~

Malam itu, Naveen kembali memeluk boneka beruang cokelat miliknya untuk melampiaskan rasa takut yang setiap malam selalu menghantuinya. Entah saking sering atau bahkan mungkin setiap hari. Setiap kali ia mendengar pinti gerbang dibuka di malam hari. Selanjutnya, Naveen pasti akan mendengar suara teriakan dari kedua orang tuanya.

Naveen benar-benar tak paham apa yang sedang dibicarakan kedua orang tuanya. Namun satu hal yang ia tahu pasti itu terasa seperti rutinitas yang terbiasa ia jalani.

Tak lepas hari ini, lagi-lagi Naveen harus mendengar suara perdebatan itu lagi. Entah sampai kapan, ia harus mendengar teriakan serta suara barang pecah yang timbul dari pertikaian kedua orang tuanya.

Ia tak pernah tahu, apakah kelahirannya pun juga sudah menjadi suatu kesalahan? sampai-sampai harus mengalami hal seperti ini di usia yang masih terbilang sangat muda.

Namun setiap kali suara itu mulai reda. Setelahnya selalu terdengar suara pintu kamar yang dibuka, yang tak lain adalah pintu kamarnya. Sama seperti dirinya yang selalu mendengar teriakan setiap kali Papanya pulang. Mamanya yang selalu datang ke kamarnya setiap kali selesai bertikai dengan Papanya juga ibarat sebuah rutinitas malam yang selalu ia jalani.

"Belum tidur?" Mama Naveen bertanya lembut. Sangat kontras dengan suara teriakan yang baru usai ia dengar beberapa menit lalu.

Naveen semakin merekatkan bonekanya ke dalam pelukan, lantas mengangguk pelan.

Mamanya tersenyum, sebisa mungkin ia tak menunjukkan dirinya yang rapuh di depan anaknya.

[√] Hydrangea Love | [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang