5. Panggil saja "Ezar"

24 6 2
                                    

"Ayo, sekarang kamu bisa perkenalkan diri kamu."

Ah, suara sorakan ini benar-benar mengganggu tidurku saja. Tak kusangka pertengahan semester seperti ini masih ada siswa baru. Bertambahlah lagi mahluk bernama manusia di kelas sempit ini.

Iya, aku tahu anak baru itu sangat tampan. Tapi tidak bisakah anak-anak perempuan ini bersikap biasa saja? Haruskah mereka berteriak histeris layaknya orang kesurupan seperti itu?

Ah, apakah aku tidak cukup tampan di mata mereka?

"Kalau begitu kamu bisa duduk di sana," Guru itu menunjuk bangku di sampingku. Sudah selesaikah perkenalannya? Aku bahkan belum mendengarnya sama sekali. Yah.. pantas saja aku tak mendengarnya. Bagaimana bisa dengar kalau ruangan kelas justru dipenuhi oleh teriakan manusia-manusia tak jelas itu.

Anak baru itu duduk di sampingku. Anak ini pasti memiliki otak di atas rata-rata, karena kelas 7-1 seharusnya adalah kelas yang dimasuki oleh siswa-siswi unggulan. Tapi entah bagaimana murid sepertiku bisa memasuki kelas ini. Bisa jadi karena Papa yang diam-diam menyuap tanpa sepengetahuanku.

"Btw, nama lo tadi siapa? gue nggak kedengeran pas lo perkenalan tadi," Tanyaku, sesaat setelah anak baru itu duduk di tempatnya.

"Aziel." Jawabnya singkat.

"Nama lengkap maksud gue."

"Aziel Fakhrezar."

Ada satu kata dalam nama anak ini yang sama denganku, dan itu cukup untuk membuatku terhenyak sesaat--teringat akan dirinya.

"Kalau gitu gue panggil lo Ezar."

"Itu bukan nama panggilan gue."

"Bodo amat. Mulut juga punya gue." Aku kembali meneggelamkan wajahku di meja--untuk melanjutkan kembali tidur siangku. Namun masih bisa kudengar anak baru yang kupanggil Ezar itu berdecak kesal.

~~~

"AAAAA!!" Aku berteriak sekuat tenaga ketika sampai di tepi jalan sepi saat berjalan menuju panti sepulang sekolah.

Jika kalian bertanya untuk apa? Tentu saja untuk melepaskan semua rasa sesak di dada yang belum sempat kulampiaskan. Lantas setelah puas berteriak aku kembali melanjutkan perjalananku.

Namun sosok anak muda seumuranku membuat atensiku jatuh padanya. Anak baru itu... sejak kapan dia di sana? Sejak kapan dia membuntutiku?

"Woyy!! Lu ngapain ngikutin gue?!!"

"Jadi orang nggak usah kepedean!!"

"Lah.. Buktinya lo ada di belakang gue dari tadi!!"

"Itu bukan berarti gue ngikutin elu!" Dia berjalan melewatiku. Kini situasinya terbalik, aku jadi berjalan di belakangnya. Namun tak kusangka dia juga berbelok di tempat yang sama dengan tempat yang ingin kutuju.

Tak hanya itu saja, yang membuatku lebih tercengang lagi adalah reaksi Bapak dan Ibu panti yang terlihat begitu haru, seperti baru saja bertemu dengan anaknya yang sudah lama merantau jauh.

Kini, aku benar-benar terpaku akan situasinya. Sepersekian detik, otakku tiba-tiba saja menciptkan skenario-skenario yang cocok menjadi sebab asal kejadian di hadapanku ini.

Ibu panti melihat ke arahku yang masih mematung. "Dia ini dulu juga alumni panti asuhan ini." Ucapnya, padaku.

Lantas tak selang lama. Harsa keluar. Seperti biasa, ia keluar dengan berbagai noda cat di tangan dan wajahnya. Sejenak anak itu masih belum menyadari apa yang sedang terjadi, tapi tak butuh waktu lama setelah itu. Matanya membola, lalu berhambur memeluk Ezar, tepat setelah Ibu panti melepas pelukannya.

[√] Hydrangea Love | [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang