Untuk beberapa saat hujan mulai mereda. Ini cukup untuk membuatku kabur dari kecanggungan antara aku dan Ezar.
"Lo mau balik sekarang?" Ezar bertanya, saat aku mulai menata ulang isi tasku yang sempat berserakan.
"Menurut lo?" Aku mulai mengenakan kembali sepatuku, "...terimakasih buat hari ini," lanjutku.
"Gue anter." Kini Ezar sudah tiba di belakangku.
"Nggak usah, nanti gue pesen taksi."
"Hape lo kan mati."
"Ya gue tinggal nunggu taksi lewat di pinggir jalan, kan beres."
"Lo pikir gue bakal biarin lo gitu aja?"
"Gue cowok, bukan cewek!! Lo juga kan tahu kalau lo bakal kalah kalau berantem lawan gue?"
Setelah selesai, aku lantas berlari meninggalkan rumah Ezar, sebelum anak gila itu benar-benar melaksanakan niatnya untuk mengantarku.
"WOYY!!" Ezar berteriak.
"JANGAN BERANI-BERANI NGIKUTIN GUE!"
"PAYUNG LO KETINGGALAN!!"
"OH, IYA LUPAA!!!" Aku pun menangkap payung yang Ezar lempar dari dalam gerbang rumahnya. "MAKASIIIHH!!" Aku lantas kembali meneruskan langkah kaki ini yang terlampau cepat.
Tepat setelah sampai di tepi jalan. Taksi terakhir lewat. Aku melambai-lambai untuk menghentikannya. Syukurlah.. karena hari ini aku masih diberikan kesempatan untuk kembali ke tempat yang sama dengannya.
~~~
Hujan kembali turun saat taksi yang kutumpangi hampir sampai di depan apartemen tempat tinggalku. Bahkan, kini hujan ini lebib deras dari yang sebelumnya. Namun, sosok perempuan dengan seragam lengkap yang berjalan di tengah hujan menarik atensiku padanya.
Aku menyuruh sopir taksi untuk memberhentikan mobilnya di pertigaan lampu merah ini. Aku berjalan pelan menghampiri gadis yang kini tengah terisak pelan. Perlahan, langkah demi langkah. Aku berjalan mendekatinya dengam hati-hati.
Ketika sampai di dekatnya, aku memberikan separuh payungku untuk melindungi tubuhnya dsri terpaan hujan. Sepersekon kemudian dia mendongak. Manik matanya bertemu dengan milikku. Dia menatapku dengan tatapan sendu--tatapan yang paling kubenci saat itu terpasang di wajahnya.
"Kayaknya hujan-hujanan itu emang hobi lo sejak dulu, deh."
Tanpa berbasa-basi, dia sempurna menjatuhkan tubuhnya padaku. Aku reflek menahannya agar tak terjatuh. Lantas perlahan dapat kurasakan tangannya yang dingin mendekap tubuhku erat.
Aku terlalu terkejut dengan sikapnya yang tiba-tiba. Samar-samar aku masih bisa mendengar isakannya yang terbenam dalam dadaku.
Sahara.. apa yang sudah terjadi?
Namun, pertanyaan itu hanya berakhir di tenggorokanku saja. Tanpa mampu keluar dari sana. Dingin tubunya tak lagi mampu untuk mengusikku. Lantas dengan satu tanganku yang tersisa bebas. Aku balas mendekapnya erat. Sampai masing-masing dari kami dapat merasakan kehangatan menjalar secara perlahan.
Malam mulai larut. Tak banyak orang yang melewati jalan ini. Hanya satu dua mobil dengan lampu sorotnya yang tanpa sengaja mengenai kami. Butuh waktu lama untuk kami saling melepas dekapan hangat masing-masing.
Sampai di beberapa menit setelahnya, aku merasakan tubuhnya yang terasa semakin berat akibat tenaganya yang sudah terkuras. Mungkin saja dia sudah tergeletak di jalan jika aku tak menahannya. Sehingga dengan begitu saja aku membawanya dalam gendonganku untuk menepi dari jalanan yang lengang ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
[√] Hydrangea Love | [TERBIT]
Teenfikce❗Pemberitahuan❗ Cerita ini adalah spin-off dari novel pertama berjudul "KENANGA(N)" yang juga masih banyak sekali kekurangan. Meski sudah diterbitkan cerita ini masih perlu revisi lagi kedepannya. Tidak disarankan untuk membaca cerita ini sebelum r...