Tahun-tahun sebelumnya...
Sore itu, di bawah langit kelabu. Aku menengadah—mencari secercah harapan yang mungkin saja turun. Ujian Nasional untuk sekolah dasar hampir saja di mulai. Tapi niat belajarku, justru semakin turun. Mungkin untuk kesekian kalinya lagi, Papa akan memarahiku. Tapi tak apa, lagi pula hal itu memang sudah menjadi kebiasaannya.
"Hai.." Seorang anak laki-laki seumuranku tiba-tiba menyapaku di tengah jalan. Aku menatapnya penuh kecurigaan. Siapa orang ini? Kenapa ia begitu percaya diri menyapaku yang tak lain adalah orang asing.
"Neduh, yuk! Kayaknya udah mau hujan." Lanjutnya kembali ketika melihat diriku yang masih terdiam memandanginya. Sebelumnya aku memang berniat untuk meneduh, tapi berhubung ada orang yang mengajakku, maka aku mengiyakan saja maksud baiknya itu.
Kami meneduh di bawah sebuah teras rumah. Aku menoleh ke arahnya yang kini tengah sibuk memainkan rintik hujan yang jatuh dari atap.
"Lo tinggal di mana?" Tanyaku kemudian. Dia menoleh seraya tersenyum, "Di sini." Jawabnya diiringi senyum yang tak terlepas dari bibirnya.
Aku kembali memerhatikan sekitar setelah dia menjawab pertanyaanku. Ada satu hal yang baru kusadari sejak tadi. Rumah ini bukan hanya sebuah rumah biasa. Melainkan sebuah panti asuhan. Aku hampir tertipu karena penampakan luarnya yang tampak seperti rumah biasa.
Tak lama setelah itu, aku melihat pasangan suami istri keluar.
"Loh.. Harsa udah pulang?" Kata sang istri yang kemudian menoleh padaku. "Ini temen kamu kenapa nggak diajak masuk dulu? Di luar dingin loh.."
Anak di sampingku yang baru kuketahui bernama Harsa menjawab. "Iya, bu.. Harsa mau ngajak dia masuk, tapi sebelumnya Harsa mau izin dulu sama Ibu panti."
"Kan dari awal sudah dibilangin, kalau Harsa bisa menganggap ini rumah Harsa. Jadi lakuin aja apa yang Harsa mau." Kali ini giliran sang suami yang bersuara.
Anak itu terkekeh. Aku bisa melihat arah matanya yang sedikit melirik ke arahku.
"Yaudah, Ibu sama Bapak mau keluar dulu, yaa. Temennya jangan lupa diajak masuk." Orang yang dipanggilnya sebagai Ibu panti lantas mengusap rambut anak itu pelan.
"Siap!!" Jawabnya dengan tangan dijidat membentuk simbol hormat.
Setelah keduanya pergi, dia lantas mengajakku masuk. Rumah ini sangat sederhana. Namun aku masih bisa merasakan kehangatan dalam rumah kecil ini.
"Ngomong-ngomong, dari tadi kita belum kenalan loh.. Mau kenalan nggak?" Ujarnya. Yah.. Meskipun aku memang sudah tahu namanya. Tapi kuputuskan untuk mengiyakan saja ucapannya.
"Boleh, gue Naveen, bisa juga dipanggil Ez--nggak Naveen aja."
Hampir saja aku mengucapkan panggilan keramat itu. Intinya tidak ada yang boleh memanggilku dengan nama panggilan itu selain dia.
"Oke sekarang giliran aku, ya.. Namaku Harsa."
Iya, aku sudah tahu namamu itu tadi.
"Kebetulan tadi pas pulang dari rumah sakit. Aku liat kamu lagi lesu, jadi sekalian aja aku temenin."
"Rumah sakit? Siapa yang sakit?" Ah, sial! Kenapa penyakitku yang satu ini sulit sejali disembuhkan? Dasar bodoh! Bisa saja dia tidak ingin aku tanyai seperti itu, kan?
"Ibu," Anehnya anak itu justru menjawabnya sembari tersenyum. "Ibu aku yang sakit. Dia sakit parah."
Kini aku yang terdiam. Keheningan mulai tercipta. Aku benar-benar tidak tahu harus membalas apa pengakuannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[√] Hydrangea Love | [TERBIT]
Teen Fiction❗Pemberitahuan❗ Cerita ini adalah spin-off dari novel pertama berjudul "KENANGA(N)" yang juga masih banyak sekali kekurangan. Meski sudah diterbitkan cerita ini masih perlu revisi lagi kedepannya. Tidak disarankan untuk membaca cerita ini sebelum r...