Kembali lagi pada tahun-tahun dimana aku sangat merindukan kehadirannya. Tahun-tahun yang sangat melelahkan bagiku.
Saat masih kecil, aku merasa bahwa usia anak SMA itu terlihat sangat besar, dan dengan bodohnya waktu itu aku sangat ingin segera tumbuh besar dan menjadi dewasa. Namun setelah benar-benar merasakannya seperti ini, aku jadi menyesal pernah memiliki harapan seperti itu.
Waktu itu harusnya kunikmati saja masa-masa kecilku. Masa-masa diriku paling bahagia. Masa-masa dimana Mama masih ada di sampingku.
Aku menghela napas seraya menatap langit pagi yang berwarna biru cerah. Sudah waktunya berangkat. Namun lagi-lagi aku sengaja melewatkan bus yang baru saja berhenti untuk menjemput anak sekolah seperti kami.
Aku tak ingin berangkat. Sekolah bukan tempat yang tepat untuk orang sepertiku. Andai Papa tidak memaksaku untuk masuk ke sekolah favorit itu, aku mungkin sudah memilih untuk pergi ke sekolah seni sejak dulu. Atau mungkin bisa saja, aku menghabiskan uang hanya untuk anak-anak itu.
Aku memberikan atensi pada suara klakson yang terus saja berbunyi seperti meminta perhatianku. Sangat mengganggu sekali. Orang itu selalu saja mengganggu ketenanganku.
"Woii!! Lo nggk berangkat?!"
Benar, kan? Anak itu lagi-lagi ikut campur.
"Males." Jawabku seraya mengayunkan tas ke pundak--berniat meninggalkan orang gila itu sendiri.
"Lo mau bolos ke panti lagi, kan?"
Langkahku terhenti. Tebakannya itu tepat sekali. Sebelum aku sempat menjawab. Dia telah kembali menyahut.
"Bareng gue aja, gue juga mau ke sana."
"Lo itu murid kesayangan guru-guru, gausah ngadi-ngadi mau ikutan bolos."
"Justru karena gue murid kesayangan, guru-guru jadi izinin gue sama lo buat nggak masuk hari ini."
Jelas saja aku terkejut mendengar pengakuannya itu. Bagaimana bisa dia memanfaatkan posisinya itu?
"Gilak lo!! manipulatif banget jadi orang!"
Dia berdecak kesal. Lantas memakai kembali helm-nya yang entah sejak kapan ia lepas. "Peduli kebo! Toh, setiap orang juga manipulatif entah dia sadar atau nggak."
"Kalau nggak sadar dirinya manipulatif, namanya ya goblok!" Sahutku kemudian.
"Kayaknya omongan lo bener-bener diciptain buat bikin orang kesel." Setelah mengatakan itu, ia mulai menyalakan motornya, "Naik cepetan! Keburu pegel gue!"
Aku pun menaiki motornya itu dengan malas. Anak ini memang tidak betah dalam hal menunggu.
"Zar, gue kangen seseorang." Entah apa yang telah membuat mulutku mengeluarkan kata-kata seperti itu secara tiba-tiba. Rasanya aku ingin merutuki diri sendiri yang telanjur mengatakan hal memalukan itu pada orang di dekatku ini.
"Bisa nggak lo manggil gue Aziel, kayak yang lainnya? Ezar itu bukan nama panggilan gue."
Aku terkekeh sejenak. Kupikir dia akan penasaran karena tiba-tiba saja aku berkata seperti itu. Ternyata alih-alih menanyakan siapa orangnya, dia justru mengalihkan pembicaraan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[√] Hydrangea Love | [TERBIT]
Teen Fiction❗Pemberitahuan❗ Cerita ini adalah spin-off dari novel pertama berjudul "KENANGA(N)" yang juga masih banyak sekali kekurangan. Meski sudah diterbitkan cerita ini masih perlu revisi lagi kedepannya. Tidak disarankan untuk membaca cerita ini sebelum r...