To see him again.
────୨ৎ────
KADANG aku terlalu overthinking pada hal-hal yang sebenarnya tidak perlu kupikirkan. Melihat seseorang memposting sebuah kebaikan yang dia lakukan di media sosialnya saja, aku langsung memberi judgment bahwa orang tersebut riya. Atau ketika ada orang yang memposting foto-foto liburan dengan makanan mahalnya, tak jarang aku berpikiran mereka sombong. Menuduh hal-hal yang sebenarnya hanya ada di pikiranku saja.
Padahal, apa sulitnya berpikir kalau mungkin orang itu membagikan kebaikannya karena dia ingin memotivasi orang lain? Atau memposting tentang keluarga, liburan, serta makanan mahal mereka karena itu momen yang penting dalam hidup mereka dan baru pertama kalinya mereka lakukan?
Seperti sekarang misalnya, ketika Pak Andreas mengajakku untuk mencari sarapan di luar kantor sepagi ini. Pikiranku langsung penuh dengan kemungkinan-kemungkinan yang buruk. Apalagi ketika melihat tatapan-tatapan horor dari beberapa karyawan yang berpapasan denganku. All of their minds contents can be read. Berjalan dengan Athaya saja sudah menimbulkan banyak hal yang negatif tentangku, apalagi sekarang berjalan dengan orang paling penting di Nata Adyatama. Pikiranku tidak bisa berhenti menyimpulkan hal-hal yang negatif.
Pada akhirnya semuanya berpusat pada diri sendiri. Mulai selektif memahami sesuatu dan mulai memiliki kontrol diri yang kuat. Carilah seribu satu alasan untuk berbaik sangka kepada orang lain, sekecil apa pun itu.
"Kamu nggak keberatan sarapan di sini?" tanya Pak Andreas, membuat lamunanku sebelumnya menghilang begitu saja. Setelah berjalan keluar dari kantor tadi, kami hanya menemukan penjual ketoprak yang menggunakan roda di pinggir jalan dengan tulisan "Ketoprak Pak Ojo" di gerobaknya.
Restoran dan kafe memang biasanya buka lebih siang, sekitar jam sembilan sampai jam sepuluh ke atas. Karena tak ada pilihan lain, akhirnya aku mengajaknya untuk makan ketoprak saja. Suatu kejutan bahwa dia mau makan di tempat seperti ini.
"Nggak kok, Pak. Justru saya khawatirnya Bapak yang keberatan makan di sini. Kalau tahu Bapak akan datang ke kantor, mungkin saya akan prepare pesan makanan dari restoran untuk diantar pagi-pagi," jawabku kaku sekaligus sungkan. Pak Andreas tertawa kecil mendengar itu, membuatku mengernyitkan kening keheranan.
"Awal-awal, waktu pekerjaan saya masih bisa stay di Nata Adyatama, saya malah sengaja datang pagi-pagi ke kantor cuma buat makan ketoprak di sini. Tempat bukan masalah buat saya, selagi ketopraknya memang enak," katanya.
Ayahku juga pernah mengatakan hal yang sama tentang ketoprak di sini. Ketoprak Pak Ojo memang seolah tak ada tandingannya. Tak jarang ketika aku menelepon Ayah, dia sedang makan siang di tempat ini. Penjualnya adalah bapak-bapak yang usianya sudah lebih dari lima puluh tahun.
"Iya, Pak. Masyaallah, enak banget memang ketoprak di sini. Nggak tahu lagi saya yang jualan ketoprak seenak ini di Jakarta di mana," kataku.
"Nah, itu bener banget. Kadang ada menu ketoprak di restoran hotel atau rumah makan khas Jakarta gitu. Saya bisa jamin rasanya kalah sama punya Pak Ojo," kata Pak Andreas. Aku sedikit tertawa mendengar itu.
"Saya kira orang sekelas Bapak, udah nggak pernah makan di tempat kayak gini lagi."
"No... You're so wrong to think like that. Kamu tahu, apa yang saya pelajari pertama ketika mulai bergelut di bidang bisnis properti, Shafira?" tanyanya. Aku menggeleng pelan.
"Pahami kalimat ini baik-baik, nggak semua orang kaya punya mental kaya juga," kata Pak Andreas. Aku merenung sebentar memikirkan itu. Sepertinya pagi-pagi begini otakku belum siap untuk langsung bekerja. Aku tetap tak paham dengan maksudnya, dan sepertinya mimik wajahku yang kebingungan terbaca oleh Pak Andreas.
![](https://img.wattpad.com/cover/128850276-288-k607051.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SHAF ✔
Romance(Sudah terbit, bagian tidak lengkap.) "Satu shaf shalat dibelakangnya adalah mimpi buruk." Kalimat itu sudah cukup bagi Shafira untuk menggambarkan bagaimana kehidupannnya setelah bertemu dengan seorang Athaya Khalil Adnan. [Spiritual-⚠Romance Act] ...