7. Antara Hidup dan Mati.

2.9K 193 10
                                    

     3 bulan sudah Ali dirawat di rumah sakit, tapi keadaannya masih sama. Seperti pertama masuk, tidak ada perkembangan. Bahkan detak jantungnya semakin melemah.

Bunda Resi langsung berdiri mendekati Dokter, yang baru keluar menangani Ali, "Gimana Dok keadaan Ali, ada perkembangan?"

"Sebaiknya Ibu ikut saya ke ruangan. Saya mau bicara penting," ucap Dokter yang menangani Ali.

"Bunda, Prilly ikut yah," ucap Prilly yang dijawab anggukkan oleh Bunda Resi. Lalu mereka berjalan mengikuti Dokter. Yang berada di depan mereka.

"Ali bisa sembuhkan Dok? Kenapa Ali gak sadar-sadar Dok? Ali gak papakan Dok?" tanya Prilly saat sudah memasuki ruangan Dokter, yang menangani Ali. Matanya sudah mulai berkaca-kaca. Perasaannya tidak enak.

Dokter tersebut menghembuskan nafasnya berat,
"Saya terpaksa harus melepas alat-alat medis, yang berada di tubuh pasien. Tapi sebelum saya melepasnya, saya harus meminta izin pada keluarga pasien. Karena pasien tidak menunjukkan perkembangan yang baik. Malah keadaanya semakin buruk. Detak jantungnya semakin melemah. Sepertinya kesempatan pasien untuk hidup, sangat kecil," jelas Dokter tersebut. Bagaikan ribuan petir di siang bolong. Yang menyambar hati Prilly. Membuatnya diam mematung. Prilly masih tidak percaya, dengan penjelasan Dokter tadi. Rasa bersalahnya semakin memuncak.

"Gak! Saya gak bakal izinin Dokter lepas alat-alat medis dari tubuh Ali! Suami saya pasti bisa sembuh Dok. Jantungnya masih berdetakkan? Itu artinya Ali masih punya kesempatan untuk hidup!" ucap Prilly setengah berteriak. Air matanya mengalir begitu saja. Ia tidak akan memaafkan dirinya sendiri. Jika Ali sampai kenapa-napa.

"Memang detak jantung pasien masih berdetak, tapi itu semua tidak luput dari bantuan alat medis," jelas Dokter itu membuat Prilly menggeleng tidak percaya. Prilly tidak mau kehilangan Alinya. Prilly mau Alinya sembuh, dan menjalin rumah tangga bersama dengannya. Prilly hanya ingin bahagia dengan Alinya.

Bunda Resi mengelus rambut panjang Prilly, memberi ketenangan, "Dok, beri waktu lagi saya mohon. Saya yakin anak saya pasti bisa sembuh, Dok," ucap bunda Resi memohon. Air matanya sudah mengalir deras. Orang tua mana yang tidak sedih mendengar ini.

Dokter tersebut tersenyum. Lalu mengangguk, "Baiklah Bu, saya akan berusaha sebisa mungkin untuk menyembuhkan anak ibu. Tapi masalah sembuh atau tidak, itu urusan yang di atas. Kita hanya bisa berusaha, tapi tuhan yang mengaturnya."

Bunda Resi tersenyum tipis, "Makasih Dok," ucap Bunda Resi berlalu keluar. Dari ruangan Dokter tersebut, seraya merangkul bahu Prilly. Yang sudah menangis sejadi-jadinya.

"Bunda, Ali pasti sembuhkan Bun? Ali kuat,'kan Bun? Ali gak mungkin tinggalin Prilly, sama Bunda,'kan?" tanya Prilly, tangisnya pecah seketika. Saat melihat Ali dari balik jendela ruang IGD.

Bunda Resi tersenyum tipis.alu mengelus rambut Prilly, "Kita berdo'a aja yah sayang. Apapun nanti yang terjadi itu udah takdir Tuhan. Kita hanya bisa berusaha dan berdo'a," jawab Bunda Resi. Jujur dirinya juga sedih. Dirinya juga sama seperti Prilly, tidak ingin Ali anak semata wayangnya pergi.

"Bunda, Prilly mau masuk ke ruangan Ali. Prilly mau nyuruh Ali bangun." Prilly langsung memasuki ruangan Ali. Setelah itu Prilly memeluk tubuh Ali. Menangis seraya terisak.

"Ali bangun, besok aku wisuda. Kamu gak mau liat aku pake baju wisuda. Kamu gak mau liat nilai kuliah aku. Ayo bangun! Jangan gini terus. Aku minta maaf, kamu gak beneran mau lepasin aku,'kan? Jawab li kamu gak benerankan," ucap Prilly dengan isakannya. Bahkan air matanya  sudah tumpah. Membasahi baju pasien yang Ali kenakan.

"Bangun Ali, aku kangen." Prilly melepas pelukkannya pada tubuh Ali. Kemudian Prilly duduk di kursi samping brangkar Ali. Meluapkan semua kesedihannya. Berharap Ali mendengarnya.

"Kamu gak kasian sama aku. Liat penampilan aku sekarang kucel banget. Pengaruh kamu tuh ternyata besar banget yah, sama aku," ucap Prilly air matanya tak henti-hentinya menetes.

"Aku tuh sampe gak mood dandan, gak mood makan. Nih liat aja sekarang, aku kurusan pipi aku juga tirus. Aku seneng sih pipi aku tirus. Itu berarti aku gak usah diet lagi, buat nirusin pipi aku. Supaya mirip supaya mirip artis-artis di luar negeri, tapi masa matanya kaya panda gini sih," ucap Prilly seraya terkekeh. Lalu kembali menangis.

"Kamu seneng yah tidur di sini. Gara-gara banyak suster cantik di sini. Emang aku kurang cantik apa sih?" tanya Prilly dengan air mata yang terus mengalir, membasahi pipi chubbynya.

"Jawab Ali, jangan diem terus. Aku gak suka yah kamu diem terus," ucap Prilly seraya menggigit bibir bawahnya, menahan isakkannya.

"Aku udah bisa bikin ayam goreng lho. Kemarin Bunda ajarin aku. Kamu mau nyobain ayam goreng buatan aku gak? Kalo mau nyobain, bangun dong. Lagian kamu betah banget sih tidur di sini," ucap Prilly masih terisak.

"Aku yakin sekarang rasanya enak, gak kaya waktu itu. Aku yakin kamu pasti suka, bangun Ali. Cobain ayam goreng aku, nanti aku masakin. Asalkan kamu bangun," ucap Prilly tangisnya, semakin menjadi-jadi.

"Sayang udah yah. Jangan nangis terus. Kamu belum makan lho seharian. Makan dulu yuk. Nanti kamu sakit," ajak Bunda Resi seraya mengelus kepala Prilly lembut, memberi ketenangan.

"Gak Bun, Prilly gak laper. Prilly mau nemenin Ali. Sampe Ali sadar," tolak Prilly seraya mengusap air matanya. Lalu menarik bibirnya untuk tersenyum.

"Tapi kamu butuh makan sayang. Nanti kalo kamu gak makan, kamu sakit gimana?" tanya Bunda Resi seraya merapihkan rambut Prilly, yang terlihat acak-acakan.

"Gak papa Bun. Supaya nanti Ali bangun liat Prilly sakit. Nanti Ali nyesel karena udah kelamaan tidurnya," ucap Prilly membuat Bunda Resi tersenyum. Ada saja tingkah laku menantunya ini.

"Jangan gitu dong sayang. Kamu harus makan supaya tetep bisa jagain Ali," ucap Bunda Resi seraya tersenyum. Bunda Resi berusaha tegar. Walaupun hatinya tak kalah terluka dari Prilly.

"Ya udah, Prilly mau pulang ikut  Bunda. Tapi nanti Prilly ke sini lagi yah," ucap Prilly, yang membuat Bunda Resi mengagguk.

"Bentar dulu Bun. Prilly mau pamit sama Ali dulu." Prilly kembali menatap Ali, yang sedang terbaring. Dengan mata terpejam, dan alat medis yang tertancam di tubuh Ali.

"Aku pulang dulu yah, mau makan. Mau mandi juga. Kamu cepet sembuh yah. Aku kangen," bisik Prilly tepat di telinga Ali. Lalu Prilly mencium punggung tangan Ali. Setelah itu melenggang keluar, dari ruangan Ali. Menghampiri Bunda Resi, yang sudah berada di luar ruangan Ali.

"Udah pamitnya?" tanya Bunda Resi, yang di jawab anggukkan oleh Prilly.

"Ya udah, kita pulang sekarang yah," ajak Bunda Resi yang di balas anggukkan oleh Prilly. Lalu Bunda Resi merangkul bahu Prilly. Menuju parkiran dan melajukan mobilnya menuju rumah Bunda Resi, yang sudah jarang didatangi Prilly. Karena terlalu sering di rumah sakit.

💢💢💢

By: Triana Alicius.

Follow.
Ig:@triana626alc
Wp:@TrianaAlicius

Maaf deh yah kalo gaje habisnya Aku ke habisan ide mungkin karena sedikit kali yah yang vote sama komennya jadi ya gitu idenya gak mau nongol.

Jangan lupa vote and comment yah👇

Jumlah 1085 Kata.

My Dosen My Love [Sold Out + Habis Kontrak]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang