Curhat

373 27 42
                                    

Iya, ini isinya curhatan. Boleh dilewatkan kalau enggak berkenan. Informasi penting ada di paragraf terakhir.

.
.
.

Hampa merupakan project lanjutan dari cerita Parak. Topiknya mirip-mirip. Isinya orang-orang yang berusaha mempertahankan idealisme di tengah dunia yang -you know, lah-. Standar keidealan yang aku coba pakai adalah Islam.

Aku rajin update karena sejalan dg apa yang ingin kusampaikan di RL. Ibarat kata, novel adalah media pengganti lisan agar pemahaman hidup di dalam kepalaku tersebar lebih luas.

Aku benar-benar menyukai waktu yang aku habiskan untuk menulis Parak, berinteraksi dg pembaca, dan kemudian menulis spin-off, Hampa. Aku bahkan sudah merancang cerita-cerita lain. Seperti kisah Milda & Revan, serta anak-anak mereka. Intinya, Alvabel, dkk, itu punya universe sendiri.

Semua terasa menyenangkan dan ada kepuasan tersendiri saat mendapat respon positif dari pembaca. Khususnya berkaitan dg idealisme yang aku angkat.

Sampai akhirnya ..., sesuatu terjadi di RL-ku. Kacau. Aku mengalami disorientasi. Mulai mempertanyakan apa-apa yang selama ini aku anggap benar.

Efeknya, setiap nulis Hampa, aku ngerasa bersalah pada pembaca. Karena tidak dapat dimungkiri, nilai-nilai moral dan agama di cerita tersebut, adalah apa yang aku pegang di dunia nyata.

Aku menawarkan sebuah idealisme, yang pada faktanya pelan-pelan mulai kupertanyakan, lagi.

Ini kesalahan fatal, menurutku. Rasanya seperti melakukan suatu kebohongan.

Puncaknya, aku sempat vakum nyaris satu bulan menulis Hampa. Bukan cuma itu, aku juga menerbitkan cerita baru yang putar haluan, Sang Pemangku Kegagalan.

Yaps, SPK adalah proyek pelampiasan. Jangan heran kalau isinya suraaam banget. T.T

Gini,

Ekspektasi pembaca terhadap penulis spiritual di wattpad itu tinggi-tinggi, ya? Benar nggak?

Coba deh, kalau ada penulis khusus genre spiritual yang mendadak buat karya tentang CEO playboy hobi one night stand, pasti bakalan pada ilfeel. Iya, nggak, sih?

Ketika membaca cerita spiritual, apa sih yang kalian harapkan? Pelajaran berharga, bukan? Apa cuma aku yang mikir berlebihan?

Ya sudah, lah. T_T

Intinya, aku semacam kehilangan gairah buat ngelanjutin Hampa.

Di tengah-tengah nulis SPK, semangat itu muncul lagi. Cara pandangku lebih luas. Aku mulai memahami apa-apa yang dulu selalu coba aku hindari.

Dan seiring berjalannya waktu, aku memutuskan untuk menamatkan apa yang sudah aku mulai. Bahkan jika RL-ku punya situasi berbeda.

Karena aku pikir, aku menulis kisah orang lain, bukan diri sendiri. Jadi, apa pun yang terjadi di dunia nyata, selagi masih bisa nulis, kurang tepat bila memutuskan berhenti. Apalagi, aku dalam proses belajar dan menyampaikan kebaikan. Insya Allah.

Hanya saja, nulis cerita dengan sense berbeda ternyata cukup menguras tenaga. Kalian yang juga baca Sang Pemangku Kegagalan mungkin paham di mana letak perbedaannya. Waktu, tenaga, kuota, dll. kurang mendukung.

Ini salahku sih, yang nekat nyoba garap dua karya sekaligus. Eh, taunya malah keteteran. Hiks.

Karena itu, aku bakalan vakum nulis Hampa (lagi). Sampai waktu yang tidak bisa ditentukan. Minimal setelah Sang Pemangku Kegagalan TAMAT.

Dengan begitu, aku bisa fokus. Pembaca juga nggak kedistrak dg situasi bertolakbelakang di dua cerita ini. Semoga saja, setelah menyelesaikan kesuraman-kesuraman si SPK, kita bisa sama-sama belajar dan siap melanjutkan kisah berbalut idealisme ala Adiba, dkk.

Terima kasih atas support teman-teman. Aku senang berinteraksi dg kalian. Semoga kita selalu diberi petunjuk oleh Allah. []

21 Juli 2020.

Hampa | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang