5. Akad

85 28 14
                                    

Apa yang lebih mendebarkan bagi seorang wanita dibanding hari pernikahannya?

Gugup, itulah perasaan Adiba saat ini. Ketika banyak orang berkumpul di masjid demi menyaksikan momen sakral yang sedikit banyak akan mengubah arah hidupnya.

Usai lamaran yang diajukan oleh Alan dua bulan lalu, mereka sepakat menyelenggarakan acara pernikahan dengan sederhana.

Mengingat keduanya belum lama selesai wisuda, menghabiskan biaya untuk resepsi bukanlah pilihan bijak.

Lagi pula, profil yang nyaris sama membuat lingkup pergaulan mereka saling terikat.

Ada kalanya kenalan Alan adalah suami dari kenalan Adiba di ormas Islam yang sama-sama mereka ikuti.

Bagaimana dengan tamu orang tua?

Kesamaan status sebagai anak yatim, juga pernikahan yang dilangsungkan jauh dari kampung halaman Adiba membuat segalanya cenderung jadi lebih mudah.

Mereka sepakat melangsungkan akad di masjid kompleks rumah orang tua Abelyn pukul sembilan pagi. Setelah itu, dilanjutkan dengan walimah yang didesain terpisah berdasarkan pembagian waktu.

Tamu undangan mempelai pria boleh datang ke lokasi acara setelah akad selesai hingga menjelang azan Zuhur. Di sisi lain, tamu dari pihak mempelai wanita dialokasikan mulai pukul satu siang hingga menjelang salat Ashar.

Rencana ini sudah mereka perhitungkan dengan matang. Mengingat walimah dilakukan di kota kelahiran mempelai laki-laki, maka Alan bertugas menyosialisasikan mekanisme syukuran pernikahannya kepada keluarga besar sejak kesepakatan diambil.

Dari sisi Adiba tentu tidak perlu meyakinkan siapa pun. Ini karena kenalannya rata-rata punya background organisasi keislaman, serta teman sekelasnya juga telah memahami bagaimana tabiatnya.

Pada mulanya mereka ingin mengatur walimah berdasarkan pemisahan ruang dengan menggunakan hijab. Namun, hal itu kurang memungkinkan jika dilaksanakan di kediaman orang tua Abelyn.

Namun terlepas dari itu semua, siapa pun yang ingin menyaksikan ijab kabul bisa hadir di masjid ini.

"Tanganmu dingin, Nak."

Adiba tersenyum singkat kepada ibunya. Dia lalu mengitarkan pandangan ke segala arah. Teman sekelas, satu kontrakan, dan beberapa adik binaannya turut hadir.

Entah bagaimana kondisi di balik hijab putih yang menghalangi pandangan mereka dengan hadirin laki-laki.

Pihak wanita hanya bisa mendengarkan samar-samar suara sound system yang dihidupkan.

"Assalamualaikum warahmahmatullahi wabarakatuh," ucap seorang pria, yang Adiba duga sebagai kakaknya.

Hadirin serempak menjawab salam, lalu dilanjutkan dengan beberapa kalimat pembuka dari Alvarendra, serta doa awal majelis.

"Bapak dan Ibu sekalian, terima kasih sudah berkenan hadir. Majelis ini dimaksudkan untuk menyelenggarakan akad nikah antara Saudara Alan Pranata dengan adik perempuan saya, Adiba Syakila."

Debup jantung Adiba semakin menjadi. Sang ibu yang duduk di sisi kanan mencoba menenangkan dengan mengelus punggungnya.

"Saya di sini sekaligus akan menjadi wali untuk adik saya sebab ayah kami telah lama berpulang."

Tampaknya Alvarendra sengaja memperjelas status demi mengindari munculnya prasangka. Pasalnya, tidak semua orang tahu kondisi keluarga Adiba.

Benar saja, suara seruan kecil terdengar di beberapa sudut. Namun, itu tidak berlangsung lama, apalagi dramatis. Hanya sekadar ungkapan pertanda paham dari audiance.

Hampa | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang