16. For Her

906 130 19
                                    

Selamat membaca :)

"Tidak semua luka ada obatnya, Alan."

-Prishaa Antartika

*** ***

Anka mendongak sambil menangis.

"Lo--" Kening Sekala berkerut jelas.

"Bang ...," panggil Anka dengan suara tertahan.

Untuk pertama kalinya Anka berani memeluk Sekala yang selama ini dia takuti.

Sekala sampai kaget dan membulatkan mata. Bahkan jantungnya berdegup begitu kencang.

"Anka mau mati aja."

Sekala tidak lagi tinggal diam. Lama-lama sekolah ini semakin membuatnya muak. Sudah banyak yang Sekala korbankan tapi apa yang mereka berikan? Keterdiaman Sekala seharusnya mereka hargai tapi malah sebaliknya mereka tak pernah menaruh hati.

Kalau salah satu dari mereka harus hancur, seharusnya Sekala lah orangnya. Jangan menyentuh Anka, atau Sekala akan menggila. Tak ada yang bisa menyakiti adiknya. Apapun tentang Anka itu hak Sekala. Gak akan ada seorang pun yang bisa menyentuhnya, apalagi sampai Anka menangis.

Brak!

Cowok menakutkan itu menggebrak meja, mata tegasnya menggelap dan rahangnya mengeras. Dia memasukkan hp yang dia pegang sejak tadi. Berisikan sesuatu. Sekala keluar dari kelas.

"Mau kemana lu, Kal?" tanya Ion yang agak tersentak karena gebrakan meja perbuatan Sekala.

Sekala tak menjawab.

"Ada apa lagi sama dia?" tandas Ace. Yang dilihat malah Alja.

"Mungkin ada hubungannya sama Anka. Gue mau ikut keluar." kata cowok itu dengan wajah tenang seperti biasa.

Ace agak berdecak sambil mereka menyusul Sekala. "Kenapa kita yang harus ngurusin masalah Anka mulu, sih?"

"Kemaren Alkana, sekarang Anka lagi. Kemaren pembunuh, sekarang apa lagi? Bosen gue dipandang sebelah mata mulu."

Ion bahkan Alja mengeryit dan terdiam karena gerutu Ace.

"Kenapa dah sama lo? Kepergian Alkana itu gak ada hubungannya sama Anka, tapi masalah Anka karena Alkana itu jelas ada hubungannya sama kita. Kita yang kenalin Alkana sama Anka." tukas Ion masih tak habis pikir dengan Ace yang berubah tiba-tiba.

"Sejak kapan gue ngenalin tuh cewek sama Alkana? Malah Alkana mati karena dia!" sentak Ace. Nada bicaranya meninggi dan menyolot.

"Lo kok nyolot, sih?!" kesal Ion. Maju selangkah, greget karena tingkah Ace.

"ALKANA PERGI ITU KARENA LO YANG NYIKSA DIA!" Ion menunjuk Ace tepat di depan wajahnya.

"GUE? KARENA LO JUGA, ANJING!" Ace balik menunjuk. Perseteruan antara mereka di koridor membuat anak-anak lain menatap ngeri. Apalagi mendengar nama yang mereka sebut-sebut, membuat mereka menjadi bahan bisikan lagi.

Alja menjadi penengah. Mendorong mereka menjauh.

"Gak malu lo berdua berantem di sini? Mending kita nyusul Sekala." katanya memberi usul.

Thank You, Alaska.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang