32.Brokenheart - Brokenhome

709 148 29
                                    

Welcome to this story again, maaf membuat kalian menunggu lama. Sebelumnya aku berterima kasih banyak buat kalian semua yang masih ngikutin cerita aku dari awal sampe sekarang yang udah makin jarang banget updatenya. Terima kasih masih tetap menjadi pembaca setia di ceritaku.

Dan sekedar pengumuman seperti cerita-cerita lain waktu mendekati ending pasti bakal ada cerita yang dipendingin dulu supaya fokusnya ke cerita yang mau tamat saja, sama kayak sekarang juga. Maaf buat yang nungguin UY update, untuk sementara ceritanya digantungin dulu dan aku bakal fokus ke cerita ini sampai end biar fokusnya gak pecah. Jadi mohon dimaklumi, ya. Atas perhatian kalian aku ucapkan terima kasih.
 

Happy Reading❤️

"Tidak bisakah kita berkumpul saja, duduk untuk menceritakan hati siapa yang lebih banyak tersakiti dan fisik siapa yang paling banyak menoreh luka? Siapa tahu kita bisa saling menyembuhkan."

*** ***

Matanya terbuka, mungkin bukan karena keinginnanya. Kalau bicara tentang keinginan, dia lebih memilih untuk tidak pernah lagi membuka mata apapun yang terjadi.

Namun entah ini bukti Tuhan menyayanginya atau ingin menghukumnya. Mata lelahnya kembali menatap dunia yang lebih ngeri dari neraka mungkin.

Dinding bercat putih dengan bau khas yang tidak disukai kebanyakan orang meruak masuk ke indra penciumannya. Suara-suara ribut dari sekitarnya itulah yang membangunkan gadis cantik berusia 16 tahun itu.

Anka mencoba mengabaikannya, dia masih belum bergerak namun matanya menoleh ke arah jendela yang tampak terang karena cahaya matahari terlihat terik di luar sana. Pagi hari, sepertinya begitu.

Suara ribut yang tadi belum terlalu jelas sekarang semakin jelas terdengar, tepat di depan pintu kamarnya dan tiba-tiba pintu itu terasa seperti didobrak kencang dan mereka pun masuk ke dalamnya.

"Bisa gak, gak usah bahas itu sekarang di sini?! Ini rumah sakit!"

"Salah siapa? Kamu yang mulai duluan!"

"Pergi kamu! Aku gak mau liat kamu di sini! Bahkan di rumah sekalipun!"

"Barang-barang ini, bawa pergi semuanyaaaa!"

Wanita itu menggila, melempar semua barang-barang milik pria itu yang ada di ruangan itu. Jaket, tas, ponsel dan semuanya di lempar ke lantai. Dia marah tapi menangis histeris.

"Ibu ...," decit Mika di sudut ruangan. Ketakutan sambil menangis.

Mata Issac hanya menatap datar wanita itu. Dingin. Dia diam saat semua barangnya di lempar ke lantai antara pasrah atau tidak peduli.

"Kalo pisah mau kamu, aku yang pergi tapi Mika ikut sama aku." katanya. Tiba-tiba dia berbalik dan menarik Mika. Mika terkejut dan membulatkan mata.

"Enggak! Aku gak mau ikut sama Ayahhh!!" teriaknya histeris sambil menggeleng.

"Kamu ikut sama Ayah, cepat!"  paksa Issac.

"Lepas! Mika ikut sama aku! Aku Ibunya!"

"Aku Ayahnya, aku yang lebih berhak atas anakku."

"Ayah yang gak pernah menafkahi keluarganya, gak berhak atas anaknya asal kamu tau."

"Terserah kamu."

Mika berusaha melepaskan tangannya saat dia ditarik dan diseret oleh ayahnya. Tangisnya semakin kencang.

"IBUU! TOLONGIN MIKA! MIKA GAK MAU IKUT AYAHHH!"

"Mika! Kamu itu anak Ayah!"

"Tapi Ayah itu Ayah yang gak bersikap kayak seorang Ayah! Mika gak mau dipukulin kayak Anka kalo tinggal sama Ayah!"

Thank You, Alaska.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang