15. Diskualifikasi 2

924 111 20
                                    

Play mulmed¦Budi Doremi - Melukis Senja

Happy reading, yah❤

***** *****

Alan, aku ini luka, kenapa kamu mau menerima?

Nggak masalah kalau kamu luka, nanti aku jadi obatnya. - Alaska, Antartika.

"Lis?"

Anka berdiri di depan Analisa untuk mengumpulkan buku tugasnya. Harapan Anka Analisa mau melihatnya tapi sepertinya tidak. Dia asik goyang-goyang kaki sambil main hp dan tidak menganggap Anka ada.

"Buku--"

"Kenapa? Gak dianggap, yah? Kasian amat."

Sabina tiba-tiba masuk, sengaja menyenggol bahu Anka sampai tersingir dari jalan. Cewek itu tersenyum remeh.

"Lo gak punya kelas? Diusir? Perasaan  tiap hari ke sini terus nempelin Analisa." kening Anka mengeryit agak tak suka.

Anka baik tapi jangan dipancing, jangan diusik. Siapapun orangnya memang tidak suka dibegitukan.

Mereka mengalihkan perhatian seisi kelas. Tidak banyak orang yang tinggal. Bahkan Alan, Aristo dan Titani tidak ada.

Alan entah kemana, Aristo mungkin ke kantin dan Titani pun tak tahu kemana, padahal biasanya dia selalu menempel pada Anka.

"Kenapa lo? Gak suka? Kayak ini sekolah bapak lo aja." sarkas Sabina. Duduk di samping Analisa.

"Ngapain lo ke sini?" serang Analisa seperti tak suka. Jelas. Mereka memang musuh.

"Sans, dong." Sabina tertawa. Tak tahu malu. "Gue udah dapat." bisik Sabina pada Analis.

Anka mengeryit samar-samar ingin tahu. Wajah Analis kelihatan kaget.

"Dari mana lo dapat? Jangan kurang ajar, yah. Jangan cari masalah sama gue." desis Analisa. Penuh penekanan. Mereka terus berbisik.

"Udah ah, mau cari cogan." kata cewek itu dengan wajah songong, ia menatap sinis pada Anka lalu keluar dari kelas mereka.

Anka bertemu tatap dengan Analis. Cewek itu sempat diam saat Anka menatapnya minta penjelasan tapi ekspresi Analis seketika berubah lagi.

Tuk!

Bukunya dilempar tepat di depan Anka.

"Tuh, tugas gue." katanya. Seperti benar-benar musuh.

"Kenapa harus lo yang ngumpulin, sih. Kayak gak ada murid lain aja, yang lebih bersih." gumamnya hampir tak terdengar tapi Anka tetap dengar.

"LIS, NGAPAIN SIH--"

Anka berbalik bersamaan dengan Celcius yang langsung menatapnya tapi secepat kilat membuang muka.

"Eh, kantin, yuk?! Pen makan sama teman yang punya rasa pertemanan." katanya menggandeng Analisa seakan-akan menyindir Anka.

Dulu mereka pernah bersahabat. Apa persahabatan bisa berakhir segampang ini?

Anka serasa ditinggal sendiri dan hanya bisa diam seakan-akan menyerah pada keadaan, mengatakan pada dunia, 'Tersakiti adalah hal biasa'.

*** ***

Gadis bercardigan dan rambut yang selalu tergerai itu berjalan menuju perpustakaan. Niatnya untuk belajar bersama Alan dan Aslan untuk olimpiade mereka yang sudah mendekati hari - H.

Thank You, Alaska.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang