36 - Belajar Melepaskan

686 134 44
                                    


Happy Reading manteman❤️

Kita semua diberi hak untuk mengikhlaskan atau melupakan. Logika sering menyetujuinya, tapi kadang hati menolak mentah-mentah. - Shawnecha

*** ***

"Gak mau! Pokoknya gue mau minta maaf ke Anka!"

"Diam dulu!"

Cewek itu menarik kuat tangan Celci. Menatap matanya tajam.

"Setelah apa yang lo lakuin, lo pikir Anka bakal maafin lo? Kenapa lo lakuin kalo ujung-ujungnya lo nyesel?"

"Tapi gue kesel sama dia waktu itu! Lo gak tahu rasanya!"

"Rasa apa? Yang lo rasain itu rasa apa?"

"Rasa kesel itu wajar. Coba lo diposisi Sabrina yang diselingkuhin pasti lo gak bakal punya niat untuk minta maaf ke dia."

Celci langsung diam. Sabina benar juga. Sebenarnya mereka tak sepenuhnya salah. Toh kehadiran Anka itu sebenarnya memang agak meresahkan.

Celci jadi bingung. Dia kembali bimbang untuk meminta maaf ke Anka.

"Kasian Anka jadi korban pemerkosaan." cicit Celci dengan tatapan kosong.

Sabina memutar bola mata malas.

"Ya elah, gak korban kali namanya kalo dianya juga mau." katanya super enteng.

Celci merasa tersinggung dengan ucapan Sabina. Ekspresinya tak senang.

Sabina cuma membalas dengan menaikkan dagunya sombong.

"Kalo bukan dia yang godain Kak Alkana duluan, gak mungkin lah Kak Alkana bakal ngelakuin itu sama dia yang body-nya biasa-biasa gitu."

"Lo kok ngomong gitu, sih? Jangan jelek-jelekin Anka, ya!"

"Emang jelek kali."

Celci menghentakkan kaki kesal. Dia tak suka cara Sabina memfitnah Anka begitu.

Celci pergi meninggalkan Sabina yang menatapnya tajam.

*** ***

Tak ada yang melihat Anka sejak tadi.

Hampir jam istirahat kedua dan Anka sama sekali tak masuk kelas padahal jelas-jelas Alan melihatnya tadi di sekolah.

"Titani gak masuk, ya?"

Alan mendengar Aristo berbicara dengan teman mereka yang lain. Mereka menjawab 'tidak'. Memang bangku cewek itu sering kosong akhir-akhir ini. Alan bertemu tatap dengan Analis tapi cewek itu cuma menatap datar terkesan jutek seperti biasanya.

Tak ada yang merasa kehilangan Anka sepertinya.

"Eh, mau kemana lo, Lan?" Aristo bertanya karena Alan pergi tiba-tiba.

Alan tak menjawab.

"Liat Anka?"

Dua cowok itu saling tatap dengan pikiran yang tak diketahui sedang memikirkan apa.

Alan ingin pergi tapi ditahan oleh Aslan.

"Gue nanya sama lo. Punya mulut, kan?" Nada bicara Aslan langsung kesal belum apa-apa.

Alan menatapnya tajam lalu pergi, sengaja atau tidak tapi bahu mereka bertabrakan.

Aslan pun diam. Dalam hatinya mengumpat kalau ini bukan sekolah pasti sudah dia hajar habis-habisan.

Thank You, Alaska.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang