Ajakan Arsya memang benar tidak pernah main-main. Sabtu pagi Arsya sudah datang menjemput Asmara untuk berangkat ke Bandung, menghindari macet di akhir pekan katanya.
"Seriusan aku gak perlu ijin sama ayah-ibu kamu?" Tanya Arsya yang sedikit ragu untuk berangkat.
"Seriusan gapapa. Aku udah ijin dan di bolehin kok. Tapi gak boleh nginep, semalam apa pun boleh, asal harus tetap pulang." Ucap Asmara menjelaskan namun tetap saja Arsya merasa tidak enak mengajak perempuan keluar jauh dari lingkungan rumahnya.
"Santai aja, ayah bukan orang yang ketat banget kok. Tapi kalau dulu sih iya. Kalau dulu ini itu gak boleh dan harus diantar kemana-mana, kalau sekarang udah enggak." Kenang Asmara pada masa lalunya. Bahkan ayahnya rela menemani Asmara menonton konser Arsya selama dua-tiga jam di luar venue.
Dalam perjalanan menuju Bandung Asmara tidak sadar sempat tertidur beberapa puluh menit. Bahkan jaket kulit hitam sudah bertengger di atas tubuhnya. "Nyenyak tidurnya?" Tanya Arsya sekilas menoleh sambil tersenyum lembut pada Asmara.
"Maaf ya aku malah ketiduran" gumam Asmara sambil menyesuaikan penglihatannya karena cahaya matahari. Dari yang awalnya masih gelap menjadi terang menyilaukan. "Silau ya mataharinya?" Tanya Arsya sambil tersenyum dan masih fokus menyetir tentu saja.
"Tidur lagi aja kalau masih ngantuk. Semalam lembur ya?" Lanjut Arsya masih bertanya.
Sambil merapikan rambut dan pakaiannya Asmara menjawan pertanyaan Arsya. "Iya nih baru tidur jam satu. Nanti kalau misal ada rest area mampir dulu ya mau ke toilet sama beli apa gitu." Pinta Asmara yang di tanggapi dengan anggukan ringan oleh Arsya.
***
Perjalan santai ditempuh selama kurang lebih dua jam. Setelah mampir ke rest area selama lima belas menit, Arsya langsung membawa mobilnya memecah jalanan yang masih sepi hingga tiba di plataran rumah orang tuanya. Dua mobil sudah terparkir rapi sebelum kedatangan Arsya. Mobil Adelia kakak pertama Arsya dan Amelia kaka kedua Arsya.
"Yee papaca datang!" Seru Karenina putri sulung Adel yang berusia lima tahun. Sedangkan Arsya masih sibuk membuka pintu belakang dan mengambil beberapa paperbag berisi oleh-oleh.
Asmara masih berdiri di tempatnya, bingung harus berbuat apa di tambah ia lupa tidak membawa buah tangan dalam kunjangan pertamanya. "Oiya kak ini Asmara." Ucap Arsya mengenalkan Asmara pada Adelia.
"Asmara ini kak Adel. Trus yang rambutnya panjang itu kak Amel. Mirip banget soalnya mereka kaya kembar." Lanjut Arsya mengenalkan kakak-kakaknya satu persatu yang menyambut kedatangannya di depan pintu.
Setelah saling berkenalan, Amelia tengah sibuk mondar-mandir sambil membawa mangkuk kecil, mengejar anak laki-laki yang Asmara perkirankan berusia dua tahun. Dan Adelia baru saja mengambil beberapa paper bag yang tadi Arsya bawa.
"Ayo masuk. Maaf ya kalau berantakan." Ucap Adelia sambil melenggang masuk.
Asmara seraya mengangguk sambil tersenyum canggung, menggikuti Arsya yang sudah lebih dulu masuk ke ruangan pertama yang ada di rumah itu.
"Kalau ini keponakanku semua." Lanjut Arsya saat memasuki ruang tamu keluarga, ruangan ke dua setelah ruangan pertama yang mereka lewati barusan. "Ada Karenina, ada Shifa trus ada Bian!" Ucap Arsya sambil berjongkok, menyapa para keponakannya.
Mengikuti pergerakan Arsya, Asmara ikut berlutut di sebelah Arsya dan ikut berbaur dengan para keponakan Arsya.
"Ayo kenalan dulu sama tante Asmara. Nanti papaca kasih hadiah!" Seru Arsya membuat para keponakannya heboh dan mulai memperkenalkan diri pada Asmara. Tidak ada perasaan canggung saat berkenalan dengan keponakan Arsya, pasalnya usia mereka tidak terpaut jauh dari usia adiknya, Anjasmara.
"Mama mana kak?" Tanya Arsya saat belum melihat sosok mamanya hadir diantara para perempuan yang merupakan kakak-kakaknya.
Asmara yang sudah di persilahkan duduk disalah satu kursi ruang tamu keluarga mulai mengamati ruangan itu. Banyak foto Arsya dan kedua kakanya saat masih kecil dan satu foto keluarga berada di tengah-tengah menunjukan Arsya yang masih kecil dengan stelan jas rapi dan rambut klimis. Tanpa sadar Asmara tersenyum.
"Asmara, sini deh!" Panggil Arsya dari ambang perbatasan area publik dan area privasi rumah itu. Seketika Asmara langsung berdiri dan menghampiri Arsya.
"Sarapan dulu. Pasti belum sarapan kan?" Suara lembut dan merdu itu menyapa kedatangan Asmara yang tangannya di tarik oleh Arsya menuju ruang makan.
Banyak makanan, itulah yang Asmara lihat saat berdiri tepat di depan meja bundar yang berisi berbagai jenis hidangan.
"Kirain bakalan ngajak teman rame-rame kaya biasanya Ca. Neng geulis namanya siapa ini? Aduh cantik pisan." Suara lembut milik mama Arsya membuat Asmara tersenyum.
"Asmara tante." Lirih Asmara memperkenalkan diri sambil menyalami mama Arsya. Tak luntur dari bibir tipis Asmara senyum canggung pada mama Arsya yang terus-menerus memujinya cantik.
"Sini sayang, makan yang banyak ya, mama udah masak banyak khusus buat teman Aca yang geulis satu ini. Semua harus habis pokokna teh."
Sekali lagi Asmara tersenyum canggung. "I-iya tante." Masih tersenyum, Asmara mengambil duduk di samping Arsya yang sibuk membetulkan mainan Shifa, keponakannya yang berusia tiga-empat tahunan itu.
"Panggilnya mama aja ya sayang. Semua teman Aca panggilnya mama kok. Ayo di makan, ini mama buatin bubur, atau mau nasi aja?"
Asmara melirik pada Arsya yang kemudian tersenyum sambil mengangguk samar, seolah memberi kode tenang saja mama emang suka gitu.
"Atau mau somay?" Tanya mama Arsya sekali lagi. "Tapi belum jadi masih di kukus. Bumbumnya aja yang udah jadi. Mau?" Lanjutnya disisipi canda dan masih sibuk menata meja makan.
Suasana mulai sedikit mencair karena mama Arsya yang terus bertanya dan menawarkan pada Asmara berbagai hidangan. Hal tersebut mampu membuat Asmara sedikit demi sedikit merasakan kenyamanan di rumah masa kecil Arsya. Layaknya keluarga yang sudah lama tidak berkunjung, begitulah saat ini yang Asmara rasakan.
"Mama itu jago masak Asmara, cuma ya gitu anak-anaknya gak ada yang bisa masak.haha" timpal Arsya memuji mamanya.
"Dulu mama pernah nerima pesenan somay sama batogor, trus sekarang buka ketring masakan sunda. Juara emang masakan mama, gak ada duanya!" Puji Arsya begitu heboh di depan Asmara.
"Kamu ya Ca bisa aja!" Protes mama Arsya sambil menepuk lengan putra bungsunya, kemudian berlalu ke dapur untuk mengecek somay.
Asmara merasa senang melihat kedekatan Arsya dengan keluarganya, bahkan hal semcam itu belum pernah ia rasakan. Lebih dari dua puluh tahun menjadi anak tunggal membuat Asmara tidak pernah merasakan asiknya berncada, berdebat dan bertengkar dengan saudaranya. Dari sini Asmara bisa melihat sosok lain Arsya saat bersama dengan keluarganya. Sesuatu hal yang langka yang tidak pernah terpikirkan olehnya.
***
Ditulis : 22 Juli 2020
Publikasi : 23 Juli 2020
Re publish : 10 Februari 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
ASMARA
RomanceAsmara sangat menggilai Asrya Yudha, penyanyi pendatang baru yang setiap hari muncul di layar kaca. Bahkan ia tidak peduli bisa saja bangun kesiangan dan terlambat ke sekolah karena begadang menanti penampilan Arsya di sebuah acara live. Tidak Hanya...