09. Gelora ASMARA

1.9K 294 16
                                    

Semenjak ke Bandung dan bertemu dengan mama dan kedua kakak Arsya, kedekatan Asmara dan Arsya makin terlihat. Pandangan Asmara tentang Arsya pun mulai berubah. Dari yang melihat Arsya sebagai seorang bintang besar yang hebat kini berubah menjadi teman jalan dan mengobrol yang asik.

Sejak saat itu pertemuan keduanya makin terlihat intens dan tidak jarang Asmara akan berkunjung ke unit apartemen Arsya saat waktunya luang. Tentu saja tidak sendirian, disana terkadang juga ada Renata manager Arsya dan beberapa teman Arsya lainnya yang bukan dari kalangan selebritis.

Asmara mulai merasa nyaman dengan Arsya, tidak ada lagi pikiran bahwa Arsya adalah seorang publik figur yang dulu pernah ia gilai ketika sedang berkumpul bersama teman-teman sekolahnya. Bahkan banyak hal baru yang Asmara ketahui tentang Arsya. Seperti Arsya yang ternyata banyak berbicara, dan Arsya yang suka menjahili temannya kemudian tertawa receh hanya karena guyonan bapak-bapak dari salah satu temannya. Layaknya laki-laki 26 tahun pada umumnya.

Melihat Arsya yang hanya mengenakan celana pendek hitam selutut dan kaos putih polos serta rambut acak-acakan, tidak ada make up yang menghiasi wajah Arsya dan tidak ada pula pakai mewah yang menempel di tubuhnya. Membuat Asmara berpikir bahwa Arsya benar-benar seperti manusia normal pada umumnya. Tidak ada yang spesial dari penampilan Arsya, namun entah mengapa malah membuat Asmara berdebar tak karuhan. Debaran yang hampir sama persis ia rasakan saat Rijaldi menyatakan perasaan padanya beberapa bulan yang lalu.

Ngomong-ngomong, kemana laki-laki itu sekarang? Setelah pernyataan cinta sepulang dari reuni sekolah, sama sekali Asmara tidak mengetahui kabar terbaru dari temannya itu. Seolah menghilang tidak pernah berkabar lagilagi, dan tiba-tiba Asmara teringat akan pengakuan Rijaldi padanya.

"Emang kamu bisa masak?" Suara Arsya membuyarkan lamunan Asmara.

Sedetik kemudian Asmara menoleh ke sumber suara. "Bisalah kalau cuma masak telor sama mie instan doang mah aku jago. Tapi aku sekarang mau coba bikin orak-arik telur sama kornet.hehe" balas Asamara yang sedang memanaskan wajan di dapur apartment Arsya.

"Mau di kasih sayur? Sini aku bantu potongin." Ucap Arsya memberi tawaran. Masih berdiri di samping Asmara.

"Emang kamu bisa masak?" Timpal Asmara dengan pertanyaan yang meledek.

"Yee kalau aku gak masak sendiri aku bisa kelaparan Asmara. Ya aku masak lah, ya walaupun masih belajar juga sih.haha" Balas Arsya yang mulai sibuk dengan sayuran dan pisau.

"Minyaknya jangan banyak-banyak. Nanti jadinya berminyak banget. Mending pakai butter." Cegah Arsya saat melihat Asmara sedang menuang minyak dalam wajan.

"Iya tahu, ini aku cuma mau buat telur mata sapi Arsya. Udah deh, kalau mau bantuin ya udah itu motongnya di lanjutin. Yang bener ya!" Kesal Asmara yang tidak terima dengan protes Arsya.

Mereka berdua tengah sibuk dengan kegiatan masing-masing, Arsya yang memotongi sayuran dan Asmara yang sedang menggoreng telur mata sapi. Keadaan menjadi hening, hanya suara minyak yang mendidih, penyaring udara yang terbuka, serta hembusan AC yang menyala.

Sore ini hanya ada Arsaya dan Asmara di unit nomor 1031 itu. Sedangkan Renata baru saja pamit menjemput Naila putri kecilnya dari tempat penitipan. "Mbak Renata kok lama ya?" Gumam Asmara sambil menumis bawah putih cincang, potongan cabai dan bawang bombai.

Entah mengapa ada rasa gelisah dan tidak nyaman saat sedang berdekatan dengan Arsya kali ini. Padahal sebelum-sebelumnya ia selalu baik-baik saja, sekalipun hanya ada mereka berdua dalam satu ruangan.

"Langsung pulang mungkin." Jawab Arsya santai sambil memasukan irisan sosis dan kornet pada wajan Asmara.

"Tapi itu tasnya masih di meja." Tunjuk Asmara dengan dagunya, tangannya masih sibuk menumis bahan-bahan yang baru saja Arsya masukan.

Asmara butuh Renata segera hadir. Asmara rasa memang benar adanya, berdua-duaan dengan lawan jenis dalam satu ruangan tertutup itu tidak baik. Bahkan pikiran Asmara maulai random, berpikir yang aneh-aneh kalau-kalau setan penghuni unit Arsya akan menganggu mereka.

"Asmara mending sekalian aja deh nasinya di masukin biar jadi nasi goreng gila. Tanggung, telurnya juga udah di goreng mata sapi." Ucap Arsya sambil mencuci tangannya. "Nanti tinggal di tambah cabai, biar makin howt." Lanjut Arsya berbisik mencoba menggoda Asmara namun semuanya berubah saat Asmara tiba-tiba menoleh ke arahnya.

"Eh?"

Tatapan mereka bertemu dalam jarak yang sangat dekat. Hembusan nafas berat Asmara dapat Arsya rasakan, bahkan gelombang dan getaran dalam tubuh Arsya juga tidak menolaknya. Memberanikan diri Arsya semakin mengikis jarang diantara mereka. Mengecup singkat bibir manis milik Asmara.

Hanya menempel. Asmara hanya bereaksi dengan mata membukat sempurna kerena kaget atas tindakan Arsya barusan, tapi perempuan itu sama sekali tidak ada niatan untuk menghindar atau mundur saat Arsya kembali mengecup bibir itu sekali lagi. Melihat mata Asmara yang semula melotot menjadi terpejam, dengan lebih memberanikan diri Arsya memperdalam kecupannya. Hanyut dalam gelora asmara yang mereka ciptakan sendiri. Tangan basah Arsya dengan spontan langsung memegangi tengkuk Asmara, memperdalam aktivitas pertemuan bibir mereka, menimbulkan perasaa penuh akan gairah dan sebuah rasa yang tidak dapat tergambarkan.

Letupan kembang api meledak-ledak di perut dan dada Asmara, menikmati setiap sentuhan lembut di bibirnya untuk yang pertama kali. Rasanya benar-benar dunia hanya milik berdua, Arsya dan Asmara. Sekelompok setan sedang bersorak menang atas tindakan yang di lakukan Arsya dan Asmara. Bahkan suara pin yang cukup nyaring sedang di masukan dari luar sana sama sekali tidak menghentikan aktifitas mereka.

Klek!

Tepat saat itu baik Asmara maupun Arsya melepas tautan bibir mereka. Dengan nafas terangah Asmara mencoba kembali pada tumisannya yang hampir saja gosong dan Arsya langsung menjauh dari tempatnya, menyibukan diri mengelap meja pantri yang sama sekali tidak kotor. Cangung, itulah yang tengah dirasakan oleh Arsya dan Asmara saat ini.

"Om Aca!!" Teriakan itu membuat Arsya menghentikan kegitan mengelap pantri bersihnya, segera menggendong Naila yang berusia tiga tahun ke ruang tengah, menonton serial kartun kesukaan anak itu untuk mengalihkan pikrian liarnya beberapa saat lalu.

***

Ditulis: 22 Juli 2020
Publikasi : 23 Juli 2020
Re publish : 12 Februari 2021

ASMARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang