Setelah pertemuan Asmara dan Arsya di Bali untuk merayakan ulang tahun mama Arsya, mereka berdua belum ada lagi waktu untuk saling bertemu dan bertatap muka. Bahkan akhir-akhir ini Asmara semakin sibuk mempersiapkan iklan dan acara baru yang digadang-gadang akan mendatangkan idola dari Negeri Gingseng, hal itu membuat komunikasi antara Asmara dan Arsya tidak seintens biasanya. Selain memang Asmara yang sibuk, Arsya yang baru saja menyelesaikan promo mini album dan tur nya minggu lalu, langsung ke Bandung dan menikmati masa liburannya disana bersama dengan keluarga.
Yang Asmara tahu Arsya akan berada di Jakarta sekitar dua hari lagi. Maka dari itu, ia mencoba menyelesaikan pekerjaannya sesegara mungkin agar dua hari yang akan datang ia bisa bertemu dengan Arsya dalam rangka syukuran kecil-kecilan keberhasilan mini album dan tur Arsya. Sedangkan tanpa Asmara ketahui Arsya sudah berada di apartmentnya, duduk manis sambil melihat film dengan layanan berbayar.
"Sya, ada tawaran film nih. Pemeran ceweknya udah di pastiin Jenifer Rubi." Ucap Renata.
Terlihat dari wajah Arsya menunjukan ketidak tertarikannya. Dulu ia pernah bermain film dua kali, itu pun bukan menjadi pemeran utama, hanya sebatas cameo di film pertama dan menjadi karakter pembantu di film kedua. Dan kali ini ada tawaran untuk pemeran utama, dapat dilihat bahwa Arsya sama sekali tidak tertarik dengan tawaran itu. Bukan karena apa, namun sesungguhnya laki-laki itu tidak begitu tertarik terjun di dunia akting. Arsya sadar ia besar karena musik dan memang ia sedang ingin fokus saja pada musik, tidak untuk yang lain.
"Pikirin dulu deh, gue kasih waktu tiga hari. Lo pelajari aja dulu naskahnya. Bukan film full menye-menye kok, mayan kalau lo yang main, soundtrack juga bakalan lo yang ngisi."
Sekilas Arsya melirik naskah yang Renata berikan padanya, dan selanjutnya Renata mulai menjelaskan sedikit tetang jalan cerita film tersebut. Film remaja yang bukan hanya menonjolkan sisi romansa saja namun lebih menonjolkan mimpi dan harapan yang dibumbui kisah romansa pemeran utamanya.
"Udah mbak jelasinnya?" Tanya Arsya dengan nada datar dan bosan saat ia menyadari hari mulai larut. Pikirannya saat ini sedang tidak fokus, jadi apa yang Renata katakan beberapa saat lalu hanya masuk ke telinga kanan dan keluar dari telinga kiri.
"Udah sih tinggal lo pikirin lagi aj.."
"Mbak gue tu baru kelar mini album trus tur, kalau mau abil job film tu bukannya keliatan maruk banget ya? Gue juga butuh istirahat mbak." Keluh Arsya memotong ucapan Renata, saat seolah-olah managernya itu mendesak agar artisnya itu mengambil tawaran untuk layar lebar.
"Ya gue enggak maksa Sya, tapi kapan lagi dapat tawaran oke gini, tanpa casting bayaran lebih gede dari biasanya, yang garap pun bukan sutradara ecek-ecek. Sutradara gede lo ini. Lagi pula syutingnya masih tiga bulan lagi. Kalau lo oke kan masih ada persiapan buat baca naskah dulu Sya."
Terdengar hembusan nafas jengah yang keluar dari mulut Arsya, tanpa banyak bicara ia segara beranjak menuju kamarnya mengambil jaket dan kunci mobil. "Mbak gue keluar dulu, masalah itu gue pikirin nanti-lah. Tapi gue enggak janji ya."
"Oke, gue tunggu paling lambat lusa ya. Kalau jalan jangan aneh-aneh, berita lo kencan udah mereda sebulanan ini, kalau mau pacaran cari tempat aman aja kalau enggak mau ketangkep mincu gincu lagi. Pusing gue ngurusin kalian kalau kesannya kucing-kucingan tapi jalan kemana-mana."
Bersamaan dengan Arsya keluar dari unitnya, tak lama Renata menyusul setelah selesai mengisi beberapa buah-buahan dan makan di dalam kulkas Arsya.
"Dasar ya tuh anak." Gerutu Renata.
***
Disisi lain Asmara baru saja keluar dari kantor. Pekerjaannya baru saja selesai setelah beberapa hari belakangan ia hampir selalu menginap di kantor. Datang pukul sembilan pagi pulang menjelang subuh. Setelah meeting dengan tim dan banyak merubah konsep dan strategi pasar, kini Asmara akan bertemu dengan Rijaldi teman semasa sekolahnya dulu yang sempat menyatakan perasaannya. Mereka sudah biasa saja walaupun kadang Asmara merasa tidak enak hati dengan Rijaldi.
"Gila ya lo. Lo tu bukan lagi liburan malah ngajakin main. Untung aja gue enggak lembur hari ini. Gila lo, gue pikir bercandaan." Ucap Asmara saat mendapati Rijaldi sudah bersandar di badan mobil.
Rijaldi tertawa sumbang. "Mana pernah sih Ra gue bercandain lo. Gue mah serius mulu tahu kalau sama lo!" Ucapnya di barengi dengan senyum manis.
"Preet!" Elak Asmara karena tidak mau terbawa suasana.
"Ye, nggak percaya! Salah sendiri diseriusin ogah. Makanya enggak percaya kalau gue serius." Timpal Rijaldi mengungkit perasaannya. Bahkan sampai saat ini pun Rijaldi masih berusaha menghilangkan perasaaan lebih dari sekedar sahabat pada Asmara.
"Udah deh Jal udah, enggak usah mulai lagi deh. Enggak usah diungkit-ungkit lagi. Batal nih ya kalau lo masih bahas itu mulu." Kesal Asmara yang sedikit merasa bersalah pada sahabatnya itu.
Penolakan yang ia lakukan pada Rijaldi beberapa bulan lalu membuatnya entah mengapa menjadi merasa sangat canggung pada laki-laki yang kini tengah berada di hadapannya. Padahal jika Asmara lihat, laki-laki yang sejak duduk di bangku SMP itu sudah terlihat biasa-biasa saja. Bahkan seperti tidak pernah terjadi apa-apa sebelumnya.
Apakah semua laki-laki seperti itu? Pikirannya tiba-tiba melanglang buana pada sosok Arsya yang tanpa ia sadari tengah sangat ia rindukan. Kebersamaan bersama Arsya membuatnya sering kali lupa tetang siapa dirinya yang sesungguhnya. Bahkan pernyataan serius yang sempat akan Arsya ungkapkan saja masih terus menghantui pikirannya.
"Ngelamun lo?" Tegur Rijaldi membuyarkan segala pikirannya tentang Arsya.
"Sorry, sorry." Ucapnya sambil tersenyum lebar. "Jadi nggak nih?" Tanyanya kemudian, mencoba mencairkan suasana yang tadinya sedikit tidak nyamn.
"Ya jadilah, gue udah bela-belain dan sempet sempetin minjem mobil kantor, ninggalin temen gue di hotel dan lo main batalin aja. Rugi dong waktu gue mending di hotel tidur nyenyak. Lo kan tahu gue ini orang sibuk!"
Asmara tertawa lepas, ia bersyukur hubungannya dengan Rijaldi tetap seperti sedia kala, walaupun sempat canggung namun memang dasarnya Rijaldi yang mudah mencairkan suasana membuat seolah tidak pernah terjadi apa-apa diantara mereka. Walaupun sebenarnya Rijaldi masih berharap jika memang ada kesempatan.
Dan tanpa Asmara ketahui, diantara beberapa mobil yang sedang terpakir tak jauh dari tempatnya berdiri ada yang tengah memperhatikannya dengan ponsel yang menempel di telinga dan masih melakukan beberapa kali panggilan tanpa jawaban. Arsya tengah memperhatikan interaksi Asmara sambil mencoba menghubungi perempuan itu. Dapat Arsya lihat bahwa ponsel itu berada di tangan Asmara, namun satu pun panggilannya sama sekali tidak di jawab.
"Ck!" Tanpa sadar Arsya berdecak kesal dan senyum sinis tiba-tiba muncul disudut bibirnya. Ternyata Arsya menyadari belum sepenuhnya mengenal Asmara.
"Mbak gue pikirin dulu ya buat ambil tawaran filmnya, abis ini gue ke kantor. Bawa sekalian skripnya sama kontraknya ya, gue pengen lihat dulu."
Entah apa yang tengah Arsya pikirkan, namun yang jelas saat ini ia hanya ingin menyibukan diri. Bukan lari dari segala masalah hanya saja mencoba memberi jeda pada hatinya yang tiba-tiba terasa nyeri saat melihat Asmara dengan laki-laki lain.
***
Ditulis : 13 September 2020
Publikasi : 14 September 2020
Re publish 2 : 5 Maret 2021
![](https://img.wattpad.com/cover/233996958-288-k302433.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ASMARA
RomanceAsmara sangat menggilai Asrya Yudha, penyanyi pendatang baru yang setiap hari muncul di layar kaca. Bahkan ia tidak peduli bisa saja bangun kesiangan dan terlambat ke sekolah karena begadang menanti penampilan Arsya di sebuah acara live. Tidak Hanya...