08. Ada ASMARA di Bandung

1.8K 301 23
                                    

Setelah dikenalkan dengan keluarga Arsya dan banyak mengetahui sisi lain dari Arsya, kini Asmara sudah kembali duduk manis dalam mobil laki-laki itu. Tepat pukul empat Arsya berpamitan pada mamanya dan kedua kakaknya, kali ini Arsya akan membawa Asmara keliling kota Bandung menikmati waktu sore ke jalan-jalan yang menjadi hits dan wajib di lewati saat ke bandung.

Dari rumah orang tua Arsya mobil melaju menuju ikon Kota Bandung yaitu Gedung Sate, sambil bercerita tentang sejarah bangunan yang berdiri sejak 1920 itu Arsya benar-benar cocok menjadi pemandu wisata bagi Asmara. Mobil terus melaju dan membelah jalanan Bandung, melewati jalan layang Pasupati lalu ke jalan Sukajadi dan jalan Setiabudhi.

Arsya masih terus fokus mengemudikan mobil bmw hitamnya dan sesekali menceritakan banyak hal tetang setiap sudut Kota Bandung yang menyimpan kenangan tersendiri untuknya. Bahkan Asmara sama sekali tidak tahu tujuan dari jalan-jalan sore mereka mengelilingin Bandung, hingga dari kejauhan Asmara bisa melihat gedung putih mentereng diatas bukit. Universitas Pendidikan Indonesia itulah yang dapat Asmara baca saat melewati bangunan itu dan berakhirlah perjalan mereka saat mobil Arsya terparkir rapi di kawasan wisata Lembang. Dari beberapa mobil yang sudah terparkir, menunjukan bahwa pengunjung wisata itu cukup ramai dan hal itu tidak seperti yang di harapkan oleh Arsya.

"Asmara, pakai deh. Bakalan dingin soalnya." Ucap Arsya sambil memberikan jaket kulit yang tadi pagi Asmara temukan sudah menutupi tubuhnya.

"Kamu?" Tanya Asmara saat melihat Arsya yang hanya mengenakan jumper hitam yang kebetulan sama seperti yang tengah ia kenakan."Ada kok, lagi pula jumperku juga udah tebal." Lanjutnya mengelus jumper hitam yang digunakannya.

"Gapapa pakai aja, itu emang buat kamu. Aku punya sendiri nih. Itu oleh-oleh buat kamu, kemarin kan aku habis dari Singapore, liat jaket itu jadi inget kamu makanya aku beli. Dipakai ya?" Ucap Arsya lalu menarik jaket kulit hitam miliknya yang hampir serupa. Tidak lupa juga Arsya mengambil topinya dari jok belakang. "Nih, aku juga punya. Kamu pakai ya punya kamu." Lanjutnya memerintahkan Asmara sambil mengenakan jaket dan topi yang baru saja ia ambil.

"Untung kamu pakai baju hitam juga, jadi gak begitu mencolok kita nanti..hehe maaf ya." Lanjutnya dan tak lama setelah itu Arsya keluar dari mobil yang disusul oleh Asmara.

"Asmara, yang bener dong kalau pakai jaketnya." Arsya menarik jaket kulit yang baru saja ia berikan pada Asmara sebagai oleh-oleh itu, merapikannya agar pas di tubuh Asmara. "Pas kan?" Lanjutnya melihat penampilan Asmara, sambil memegangi kedua pundak perempuan itu Arsya memasang wajah senyum dan tatapan lembut. "Suka gak?" Tanyanya kemudian.

Asmara hanya mengangguk ringan sambil memberanikan diri membalas tatapan Arsya padanya.

Asmara tahu betul harga jaket yang sekarang tengah ia kenakan pasti lah sangat mahal, mungkin hampir separuh dari gajinya atau mungkin lebih, dan yang jelas Asmara meresa tidak enak jika setiap Arsya pulang dari off air keluar kota atau keluar negeri selalu membawakan oleh-oleh untuknya.

"Kamu selalu gini ya sama teman-teman kamu?" Tanya Asmara pada akhirnya.

"Maksudnya?" Bukannya menjawab, Arsya malah balik bertanya kerena merasa bingung dengan pertanyaan Asmara. Sejenak Arsya menghentikan langkahnya dan menanti Asmara agar jalan beriringan.

"Ya ngasih barang-barang ke teman kamu? Kamu sering kaya gini?" Jelas Asmara atas pertanyaannya.

Arsya tersenyum seraya menggeleng ringan. "Enggak kok." Ucapnya sambil Tersenyum manis.

"Trus? Ini beliin jaket pasti gak murah kan? Aku gak enak nerima oleh-oleh terus dari kamu." Ucap Asmara yang masih berjalan menyamakan langkahnya dengan langkah Arsya.

"Kalau gini terus, besok-besok aku gak akan mau terima oleh-oleh dari kamu lagi loh!" Lanjut Asmara membuat langkah Arsya terhenti, dan mau tak mau Asmara harus menghentikan langkahnya juga.

"O kalau oleh-oleh biasanya dibawain dari panitia sih, biasanya mereka kalau ngasih banyak banget. Jadi kalau gak aku bagi-bagi ya mana kuat aku makan atau simpan sendiri?" Curhat Arsya sambil menatap lembut tepat di manik monolid Asmara, dan jangan lupakan senyum simpul yang terpancar menghiasi wajah tampannya.

"Kalau ngasih oleh-oleh barang ke teman emang masih sekali, cuma ke kamu aja kok. Soalnya kemarin pas lihat ini tu benar-benar kaya ingat kamu, kebetulan juga aku pas lagi mau beli jaket ini di tempat yang sama." Lanjutnya bercerita sambil memegang jaket yang ia kenakan.

"Sebenarnya mau beliin yang sama juga buat kak Adel sama kak Amel, cuma mikir-mikir lagi aja mana cocok mereka pakai begini? Udah bukan umurnya lagi kan? Jadi aku beliin mereka yang lain deh. Please ya di terima. Kalau kamu gak mau terima makin sayang loh jaketnya, siapa yang mau pakai? Karenina sama Shifa masih kecil. Aku juga gak muat kalau pakai itu." Pinta Arsya dengan wajah berharap. Bibir manyun dan mimik memelas di balik topi itu sungguh menjadi pemandangan yang menggemaskan bagi Asmara.

Melihat ekspresi Arsya tersebut membuat Asmara tanpa sadar tersenyum. "Iya, iya aku terima tapi lain kali gak usah gini-gini lagi ya?" Ucapnya lalu melanjutkan langkah. "Makasih Aca oleh-olehnya! Haha" canda Asmara lalu sedikit berlari agar tidak diamuk oleh Arsya.

"Aca itu panggilan yang dia buat sendiri, dulu pas papanya masih ada, Aca pasti heboh nyambut papanya pulang kerja. Kalau udah dengar suara mobil papanya pasti lari trus nunggu di depan pintu. Trus bilangnya gini, Papa, Aca hari ini udah ini itu, trus deh dia cerita ngapain aja seharian di rumah sampai papanya mau mandi pun suka di tahan-tahan dulu gak boleh mandi kalau cerita dia belum selesai. Tapi gak tahu kenapa sekarang di panggil Aca jadi pundung anaknya teh, padahal dia sendiri yang bikin panggilan itu." Ingat Asmara dengan kisah masa lalu Arsya saat ia tengah membantu membersihkan meja makan bersama wanita paling berharga di hidup Arsya.

"Hei, awas ya kamu! Pasti mama ya yang kasih tau kamu!" Kesal Arsya lalu berjalan cepat untuk mengejar Asmara yang terlihat sangat lepas dan bahagia. Menikmati kebersamaan tanpa satu orang pun yang tahu.

***

"Kenapa sih kamu ngelihatin aku-nya gitu banget? Ada yang aneh ya?" Tanya Arsya saat merasa di pandangi terus menerus oleh Asmara.

Kini mereka sudah kembali berjalan menyurusi jalan setapak yang tersedia di sana.

Asmara menggeleng, "gapapa, pengen aja. Emang gak boleh?" Ucapnya tanpa disadari.

Arsya tersenyum sambil menggeleng saat melihat wajah datar Asmara yang masih terus menatapnya. "Ganteng banget ya aku?" Godanya yang kemudian diangguki oleh Asmara. Sekali lagi Arsya terseyum, menarik lengan Asmara agar perempuan itu tersadar dari lamunannya.

"Ayo ah jalan lagi jangan banyak ngelmun sore-sore begini." Ajak Arsya yang sudah menggandeng lengan Asmara untuk melanjutkan perjalanan mereka, dan tidak ada penolakan sedikit pun dari Asmara atas perlakuan Arsya padanya. Bahkan tanpa mereka sadari, dari awal dimana Arsya menarik lengan Asmara agar berjalan sejajar dengannya kini sudah beralih saling mengganggam satu sama lain sambil terus berjalan beririnngan layaknya pasangan yang tengah pergi berkencan.

"Mulai dingin ya?" Tanya Arsya yang di beri anggukan oleh Asmara. Tak lama setelah itu Arsya langsung menggosokan kedua tangannya di tangan Asmara dan sesekali meniupinya. Memberikan kehangatan pada Asmara yang tangganya mulai terasa dingin.

Suasana mendadak jadi romantis saat lampu-lampu kuning mulai menyala menerangi jalan setapak yang mereka lewati. Arsya masih setia menggengam tangan Asmara yang berujung saling bertautan memenuhi rongga-rongga jemari satu sama lain. Reflek Arsya memasukan tautan mereka ke kantong jaketnya sambil bergumam tepat di samping telinga Asmara. "Biar anget."

***

Ditulis : 22 Juli 2020
Publikasi : 23 Juli 2020
Re-publish : 11 Februari 2021

ASMARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang