Sangat menyenangkan bisa jalan-jalan di hari Minggu yang cerah ini. Sampai di pantai ramainya orang yang ingin menikmati keindahannya. Mira dan Ayudiah mencari tempat untuk duduk.
Setelah mendapat tempat untuk duduk di pasir yang agak bersih dan teduh oleh pohon waru si Ayu malah berlari ke tempat dagang cilok.
Sebungkus cilok sudah di tangannya beserta sebotol minuman yang terbuat dari teh. Mira cuma geleng-geleng lihat adiknya mengunyah cilok yang menurut Mira super pedas.Terlihat dari bibir Ayu yang memerah seperti memakai gincu.
"Yu,awas kalau kamu sakit perut gak ada tempat eek disini." Ayudiah hanya mengangguk, gak bisa berkata-kata karena bibirnya sudah panas oleh cabe.
Sementara Mira terus memandang laut yang berdebur-debur ombaknya, hatinya sedikit galau memikirkan lamaran Hendra. Apakah dirinya sudah yakin atau dia hanya takut kalau dia belum siap?
Apakah ayah mau menyetujui Mira memilih Hendra sebagai pasangan hidupnya kelak?
Mira masih ingat waktu kakak lelakinya mau menikah dengan mbak Monik, ayah benar-benar marah. Karena keluarga Monik yang juga tidak setuju menikah dengan kakaknya, Wira.
"Wira sudah kamu pikirkan pernikahanmu nanti ke depan dengan Monik?"
"Iya ayah, kami saling mencintai."
"Apa kamu tahu keluarganya tidak suka kalau kamu menjadi menantunya?"
"Iya ayah, sekarang bagaimana dengan ayah sendiri? Apa ayah setuju Wira menikah dengan Monik? Aku cinta sekali dengan dia?"
"Kalau ayah tetap menerima Monik jadi menantu ayah, tapi ayah tidak terima kalau kamu dihina atau disakiti oleh keluarganya. Walau kamu lelaki putra ayah, tapi ayah gak pernah rela sampai keluarga dari Monik menyakitimu. Kamu harus tahu itu, ayah sebenarnya tidak terlalu suka dengan ayah Monik. Tapi kamu mencintainya, ayah mengalah demi kebahagianmu."
Mendengar pernyataan ayahnya Kak Wira mencium tangan ayah. Ayah, kak Wira dan ibu juga ada kak Wisnu serta kak Juna saling berpelukan menangis haru. Waktu itu Mira masih lah SMA kelas satu.
"Terimakasih ayah," demikian kak Wira berkata dengan penuh sukacita.
Ayu sedari tadi melihat mbak Mira melamun dia menjadi takut mbaknya kenapa-kenapa. Walau di pantai saat itu lagi ramai ia juga bisa takut karena melihat Mira seperti itu?
Baru saja ia akan menggoda kakaknya lagi tiba-tiba telpon genggam mbak Mira berbunyi... mbak Mira kaget, hampir saja HP itu jatuh. Dijawabnya telpon itu.
"Hallo mas Hendra, ada apa?"
'Ternyata mas Hendra yang nelpon?' pikir Ayu.
"Hallo Mira sayang gimana sudah ngomong sama orang tuamu?"
"Baru sama ibu saja, ayah masih ke luar kota." Mira bohong, padahal ayah tadi belum bangun. Hendra merubah HP nya menjadi video call. Sehingga terlihatlah Mira ada di pantai.
"Hallo sayang... Sama siapa ke pantai?" Mira memanggil Ayudiah yang bibirnya masih memerah. Hendra kaget karena bibir Ayu terlihat seperti bibir badut. Agak tebal merah bibirnya.
"Astaga sama Ayudiah ya? Kenapa bibirmu Ayu?" Ayu cuma senyum belum bisa bicara karena masih kepedasan. Dia hanya menggeleng-geleng.
"Mas, si Ayu kurangan makan cabe makanya jadi begitu. Mas lagi dimana nih?"
"Lagi di rumah nih sama Bobi, dalam rangka apa pergi ke pantai Mir?" Bobi melambaikan tangan. Mira pun membalas.
"Gak ada ma, pengin aja kesini siapa tahu disini ada pelangi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi Di Hatimu
General FictionKegundahan hati Mira karena kehilangan kekasihnya mengantarkannya menemukan cinta sejatinya dan mengisi hatinya kembali. Perjumpaannya dengan cinta sejatinya adalah tidak disangka-sangkanya hanya karena kenakalan Alin, anak gadis kecil si pengh...