"Lila."
Menghentikan langkah kakinya gadis itu menoleh.
"Boneka anehnya jangan sampe ilang, dijaga baik-baik."
Gadis itu menatap Kenids dengan cemberut, "Boneka lucu gini Kakak bilang aneh?"
"Ya emang aneh liat aja bentuknya."
"Ih, Kakak!"
"Oke, lucu sangat lucu."
Tersenyum Kalila berjalan mendekati Kenids. Cowok itu tidak mau turun dari motor besarnya warna hitam.
Cup.
Kecupan lembut di pipi kiri dia berikan. Wajahnya kembali tersenyum sebelum berkata, "Terima kasih Kak, untuk traktir makan sama belikan aku boneka aku senang sekali. Kalau gitu aku masuk dulu sana Kakak masuk, nanti dicari Tante Velyn, bye-bye Kak!"
Hingga gadis itu berlalu dari hadapan Kenids masih terpaku dengan apa dia dapatkan. Ada sesuatu aneh terjadi pada dirinya terutama hatinya saat kecupan itu mendarat di pipinya.
"Sayang?"
Suara Velyn membuyarkan lamunanan. Segera memutar motor menghidupkan mesin dan menjalankannya memasuki halaman rumah.
"Kamu dari mana? Sudah jam sembilan malam baru pulang."
"Ada apa?"
Tersenyum senang Velyn berjalan mendekat, "Ada Flo di dalam Sayang, dia sudah menunggumu bahkan sejak satu jam lalu."
"Wow." Ucap Kenids dengan raut wajah datar. Cowok itu berjalan masuk mencari di mana keberadaan gadis bernama Flor Morena.
* * *
"Udah satu jam kita tungguin dia, jadi gue mau pulang sekarang."
"Flo apaan? Tunggu aja dulu, jangan buat Nyokap lo malu punya anak nggak sopan dia pasti datang. Lagian nggak enak sama Tante Velyn udah sediakan makanan sebanyak ini hanya buat kita."
Mendelik kesal ke Nindy sejak tadi sibuk menyantap berbagai cemilan. Sebelum tidak sengaja melihat ke arah pintu pandangan bertemu dengan mata itu. Sejenak Flor lupa bagaimana caranya berkedip bahkan bernapas, seakan atmosfer disekitar dia rasakan berubah menjadi sesak.
"Oh. My. God." Bisik Nindy disetiap penekanan kata. Bahkan tidak sadar cemilan dia pegang terlepas dari tangan.
Kemudian sang objek berjalan mendekat pada mereka.
"Gila ... Pangeran ganteng dari mana Flo ...?" Bisik Nindy gemetaran.
"Flor Morena?"
"Yang ng ... ini," Tunjuk Nindy kesulitan bernapas terlebih cowok itu sudah mendekat berdiri di hadapan mereka.
Dia tidak pernah bertemu langsung dengan cowok setampan ini. Jika sahabatnya menolak perjodohan ini, jika bisa Nindy mau menggantikannya dengan senang hati!
"Bisa ngobrol bentar? Ada yang mau gue omongin tapi nggak di sini."
Menoleh ke sahabatnya sebelum berdiri mengikuti ke mana cowok itu pergi.
"Tante," Nindy beranjak bangun berjalan menghampiri Velyn.
"Ya Sayang?"
"Itu ... anak Tante? Serius?!"
"Iya kenapa?"
"Ganteng banget Tante! Mata birunya buat aku sejenak lupa caranya napas normal ini benar gila!"
"Mengikuti mata Papanya, tapi Papanya belum pulang jam segini, jadi kamu belum bisa bertemu."
"Nggak apa Tante lain kali pasti bertemu. Aku cuma mau bilang misal Flo nggak mau dijodohin sama anak Tante, aku maju paling depan aku sangat mau! Dengan aku aja Tante!"
Velyn tertawa, "Bisa aja kamu ayo, ikut Tante buat minuman kamu pasti haus lagi. Itu minuman kalian sudah habis."
* * *
"Mau ngomong apaan?" Tanya Flor sambil melihat sekitar, mereka sedang berada di halaman belakang rumah cowok itu.
"Apa yang lo pikirin tentang perjodohan?"
"Satu kata bodoh, masih dilakuin di zaman udah canggih gini."
"Tepat. Gue nggak perlu susah payah lagi buat jelasin."
Tersenyum sinis Flor menatap mata biru di hadapannya, "Tapi setelah gue pikir-pikir, gue mau ikutin apa yang direncanain orang tua kita."
"Oke. Tapi gue bakal pastikan hanya rasa sakit lo dapetin, kalo nggak nolak nih perjodohan."
Mengepalkan kuat kedua tangan Flor merasakan sakit hati. 22 tahun dia hidup baru pertama kali ada cowok berani menolak pesonanya.
"Dan gue pastikan lo yang bakal ngejar gue, ngemis cinta ke gue, lalu akhirnya lo bertekuk lutut sama nyesal."
Bergerak maju Flor yang kaget melangkah mundur terus seperti itu sampai tubuhnya menabrak tiang, dia tidak bisa bergerak ke mana-mana terlebih kedua lengan itu kini mengurung dirinya.
"Selamat mimpi sepanjang hidup, karna gue nggak bakal percaya sama namanya cinta."
"Berengsek,"
"Yes, it's me."
Baru saja Flor akan menampar wajah itu saat suara jatuh berasal tidak jauh dari mereka membuatnya kaget. Lalu cowok menyebalkan di hadapannya berlalu pergi.
Sedangkan Kenids melangkah mendekati tumpukkan kardus tidak terpakai diujung pagar rumahnya.
"Aduh ..." Ringisan kecil itu membuatnya dengan sigap menyingkirkan beberapa kardus besar.
"Lila?"
"Kakak selamat malam!"
Meraih tubuh itu untuk berdiri sebelum membersihkan debu-debu menempel di wajah Kalila.
"Elo ngapain?"
"Manjat pagar."
"Buat apaan? Kalo mau ke sini lewat pintu depan, nih pagar tinggi lo bisa celaka untung ada kardus-kardus kalo nggak? Bisa patah tulang."
Meringis memegang bokongnya yang sakit, "Kakak cantik itu siapa? Ciee, pacar Kak Ken ya? Hayooo! Kenalin ke aku sekarang."
"Nggak."
Menatap kesal pada Kenids sebelum Kalila berjalan mendekati gadis cantik menarik perhatiannya.
"Hai Kakak kenalin aku Adik kesayangan Kak Ken, namaku Kalila Kakak bisa panggil aku Lila. Rumahku bersebelahan dengan rumah Kak Ken salam kenal,"
Flor melupakan sejenak rasa kesalnya sebelum membalas uluran tangan Kalila.
"Gue Flor Morena, lo bisa panggil Flo."
"Oke, Kak Flo salam kenal. Pacarnya Kak Ken ya? Wah! Cantik sekali!"
"Lila, ayo masuk."
"Ih, nggak mau! Belum selesai kenalan!"
"Masuk."
"Tetap nggak mau!"
Kenids menarik tangan Kalila membawa gadis itu menuju tempat privasi yaitu kamarnya.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
KENLA [END]
RomanceThis work is protected under the copyright laws of the Republic of Indonesia ( Undang - undang Hak Cipta Republik Indonesia No. 28 Tahun 2014 ) =================================== Aku bisa berbohong, Melalui bahasa tubuh tatapan dan perkataanku. Aku...