Hate

120 38 7
                                    

Flor berdiri dengan tidak sabar di depan ruangan bertuliskan Hagus Pramadja M.Si. Menunggu lebih dari 20 menit dia mulai merasakan bosan. Ditambah orang-orang yang lalu-lalang terus menatap terpesona padanya. Tidak heran jika banyak kaum hawa iri akan kecantikannya karena dia sudah terbiasa.

"Silahkan Kak, masuk."

"Lama banget di dalam, lo konsul atau lagi buat mesum?"

Pertanyaan santai itu membuat gadis berkacamata menatap kaget atas ucapannya.

"Maaf Kak, saya di dalam serius sedang konsul, ada beberapa yang diperbaiki."

"Seorang mahasiswi nggak punya sopan santun dalam bicara."

Suara itu mengalihkan perhatian mereka berdua. Gadis berkacamata memilih permisi pergi duluan.

"Saya ingin mengembalikan payung."

"Apa kamu pikir saya mau? Meluangkan waktu sebentar untuk upayamu tidak penting ini?"

"Saya ingin mengembalikan payung. Terserah Bapak mau menilai seperti apa, yang jelas saya tidak ingin ada balas budi di sini."

"Tidak butuh payung itu silahkan bawa pergi."

Tersenyum sinis Flor berjalan menghampiri, "Dan saya lebih tidak butuh lagi payung ini."

Tidak mendapat respon lagi Flor melangkah memasuki ruang dosen. Meletakkan sembarang payung itu sebelum berlalu keluar.

"Mau ke mana?"

Menatap bingung saat asisten dosennya menutup pintu bahkan dia mendengar suara pintu dikunci.

Sialan. Pikir Flor.

"Saya mendengar dengan sangat baik bagian di mana ucapanmu, mengatakan bahwa saya sedang berbuat mesum?"

"Anda bisa mengabaikan ucapan tak berarti saya tadi."

"Dan membuat mahasiswi tadi hampir menangis? Karena dituduh tanpa bukti?"

"Sekarang mau Anda apa Pak? Mau hukum saya? Atau lebih parahnya mau memberikan nilai E untuk mata kuliah Pak Agus?"

"Dengan senang hati saya akan berikan, tapi ucapanmu bagai manusia tidak berpendidikan bukankah begitu?"

Flor berani bersumpah dia sangat membenci pria di hadapannya. Yang bahkan sejak kemarin membuat seisi kampusnya heboh.

Pria yang seperti ini dibilang tampan? Dengan aura mempesona? Jika dia berkata seperti itu, berarti dirinya begitu payah dalam menilai seseorang.

"Saya mau keluar."

"Keluar saja."

"Buka dulu pintunya Pak!"

Tersenyum sinis pria itu mengangkat kunci di tangannya sebelum melempar kunci itu ke atas sofa.

Flor berlari meraih benda penting itu tapi tubuhnya di dorong kasar, dia duduk di sofa secepat itu juga tubuhnya dikurung.

"Mau apa Anda?!"

"Membuat perkataanmu di luar tadi jadi kenyataan."

"Sialan, lepas!"

Satu sentilan keras dia dapatkan di kening Flor kesakitan.

"Belajarlah untuk bicara sopan, selama saya menjadi pengganti Pak Agus. Saya tidak akan main-main dengan mahasiswa yang tidak punya sikap sopan santun sepertimu. Jika sampai ini terulang kembali dapat dipastikan, kamu mengulang mata kuliah yang saya ajar tahun depan."

Menatap mata itu kesal sebelum pria menyebalkan itu meraih kunci digenggamannya. Dia beranjak menuju pintu lalu Flor mendengar suara pintu dibuka.

"Keluarlah."

Berjalan menuju pintu Flor sejenak menghentikan langkah kakinya, dia menatap pria di hadapan dengan penuh permusuhan.

"Saya tidak akan bersikap seperti ini, jika Anda tidak memulai semua duluan Pak! Tujuan utama saya hanya ingin mengembalikan payung Anda, tapi apa yang saya dapatkan kemarin? Tawa penuh ejekan dari teman sekelas dan itu karena Anda! Meskipun saya tetap akan menghormati Anda sebagai dosen pengganti sementara Pak Agus, tapi saya tidak bisa melupakan begitu saja, apa yang telah Anda lakukan terhadap saya, permisi."

* * *

KENLA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang