Rain

132 41 7
                                    

Hujan turun dengan derasnya mulai menutupi pemandangan dari balik kaca kafe yang dia datangkan. Menghela napas Flor meneguk pelan segelas cappucino hangat dia pesan. Duduk ditepi jendela dia bisa leluasa memandang derasnya hujan turun. Melihat jam di pergelangan tangan pukul 22.14. Dia memutuskan beranjak bangun tidak lupa membereskan notebook serta barang-barangnya yang ada di atas meja.

Berdiri di depan pintu sambil memeluk erat tasnya Flor mulai memperkirakan berapa banyak tenaga perlu dia keluarkan untuk berlari menuju mobil. Berdecak kesal dia baru ingat kenapa memarkirkan mobil cukup jauh lalu dia melangkah sedikit berlari, hanya sesaat ketika dia jatuh terduduk dan meringis kesakitan akibat tali sepatunya yang terlepas dari ikatan.

Dan tiba-tiba saja dia tidak lagi merasakan kehujanan gadis itu mendongak melihat sebuah payung melindunginya, lalu matanya beradu pandang dengan sorot mata warna hitam kelam yang dibingkai oleh kacamata.

"Kalau tidak bisa lari, jangan coba-coba untuk lari." Ucap seorang pria dewasa yang asing.

Pria itu berjongkok meraih tangannya agar memegang payung berwarna biru tersebut. Sesaat mereka saling pandang lagi sebelum pria itu berlari memasuki kafe, meninggalkan Flor dengan berbagai pertanyaan serta terpaku pada apa dia rasakan barusan.

* * *

Pagi ini cuaca cukup cerah pasca diguyur hujan malam tadi membuat Flor begitu semangat kuliah. Karena dia telah menyelesaikan pekerjaan dari salah satu dosen di kampusnya dan siap dikumpulkan. 

"Flo, gue boleh liat jawaban dari soal nomor lima?"

Mengangguk Flor menyerahkan kertasnya pada salah satu teman di kelasnya.

"Makasih Flo, bentar lagi dosen killer masuk, bisa bahaya gue kalo nggak kumpulin tugas beliau, bisa mendadak pingsan."

Flor tertawa melihat teman wanitanya dengan rambut ikal itu, dia memang selalu bisa membuat siapa saja tertawa. 

"Guys, Pak Agus datang!" 

Mereka berpencar untuk mencari tempat duduk secepat mungkin.

"Nih Flo, thank you ya!"

"Yup, sama-sama." 

Seorang dosen laki-laki yang sudah memasuki usia 40-an berjalan masuk, tentu dengan ciri khasnya membawa setangkai bunga mawar warna merah disaku depan jasnya. 

"Pagi."

"Pagi Pak." 

"Langsung saja hari ini saya tidak bisa mengajar mata kuliah seperti biasa, karena saya akan mengikuti kelas untuk gelar lanjutan saya di Surabaya."

"Kami sedih Pak, nggak terasa ya teman-teman? Padahal Bapak baru rasanya mengajar kita."

"Iya Pak." Serentak mereka menjawab.

Sedangkan Flor tersenyum sinis apa yang mereka ucapkan justru kebalikan dari kata-kata itu. Bahkan Flor menebak dengan mudah pikiran mereka sekarang bersorak bahagia.

"Jangan bersedih, saya sudah siapkan pengganti saya selama dua bulan. Beliau akan menjadi asisten dosen selama saya pergi ke Surabaya."

"Siapa Pak?" Tanya salah satu dari mereka. 

"Sebentar saya kirim pesan dulu. Tadi beliau mengatakan sudah masuk ke halaman parkir kampus oh, satu lagi jangan kalian mengira dia juga mahasiswa ya? Karena menjadi asisten sementara saya. Beliau adalah salah satu dari banyaknya dosen di kota ini, sudah meraih gelar magister satu tahun lalu." 

Menunggu dengan bosan seisi kelas mulai sibuk bermain ponsel.

"Nah! Ini dia asisten saya!"

Serentak mengalihkan pandangan dari layar ponsel semua melihat pada satu titik sama. Hingga suara jeritan tertahan dari salah satu mahasiswa wanita duduk dibarisan depan membuat kelas menjadi heboh.

"Pak! Asisten Bapak namanya siapa?!"

"Oh Tuhan, mimpi apa gue malam tadi?!"

Hampir semua melihat terpesona kecuali Flor justru sebaliknya. Gadis itu melihat seseorang di depan sana dengan pelototan bisa membuat matanya sendiri terasa sakit.

"Kenalkan diri Anda Pak." 

"Baik, terima kasih Pak Agus. Pagi semua, perkenalkan nama saya Fares Harewood. Mungkin sudah dijelaskan oleh Pak Agus, saya akan menggantikan beliau sementara selama beliau berada di Surabaya. Kalian bisa panggil nama saya dengan Fares. Apakah ada pertanyaan lagi?"

"Umur Bapak berapa?!" Wanita yang duduk disudut kelas berdiri dan bersuara paling semangat.

"Dua puluh delapan tahun."

"Bapak udah menikah atau belum?!"

"Huhhhhhh!" Serentak mereka bersuara.

"Eh, suka-suka gue dong! Mau tanya apa!"

"Maaf, itu pribadi saya dan tidak perlu disebarkan ke publik. Ada lagi yang ingin ditanyakan?"

"Rasain lo!" Seru hampir sekelas.

"Apakah Anda merasa ketinggalan sebuah barang, Pak?"

Suara Flor mengalihkan perhatian mereka. Mata itu kini menatapnya.

"Misalnya sebuah payung?"

* * * 

KENLA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang