Broken Heart

86 17 6
                                    

Rasa lelah saat kerja seharian hilang begitu saja waktu Hery melihat putrinya. Tersenyum menatap sang anak belum tidur perlahan dirinya melangkah masuk. Terlihat Kalila sedang sibuk di depan meja belajar.

"Sayang belum tidur?"

Kalila mengalihkan kesibukannya tersenyum kepada Papanya, "Papa? belum ini Lila masih kerjakan tugas sekolah, tapi tinggal dua soal lagi."

Mengusap sayang kepala anaknya lalu Hery menyadari sesuatu.

"Sayang kamu habis menangis?"

"Huh? Ng ... itu nggak kok Pa tadi, habis nonton film sedih jadi terbawa suasana."

Memberikan kecupan di kepala anaknya, "Papa pikir ada apa kalau gitu Papa ke kamar dulu, kamu jangan malam-malam tidurnya nanti kesiangan."

"Siap Pa, selamat malam."

Setelah Papanya berlalu keluar Kalila kembali membenamkan wajah di atas meja belajar air matanya kembali keluar. Mengingat kejadian tadi yang menyakitkan untuknya. Ciuman pertama seharusnya dia berikan untuk orang dia cinta nyatanya diambil oleh Kakaknya sendiri. Seseorang begitu dia sayang dan perasaannya benar sangat terluka sekarang.

Kalila selalu berpikir bahwa bisa mempunyai seorang Kakak, menyayangi dan melindungi dirinya dari kejahatan adalah hal terbesar dia inginkan. Memiliki 2 orang Kakak Ghafin dan Kenids tentu adalah hal beruntung dia punya. Tadinya seperti itu sebelum Kenids menghancurkan apa yang dia impikan. Kakaknya itu tega bahkan menganggap Kalila sama seperti wanita lain hanya tahu untuk menghibur kepuasan dirinya. Kenids tidak menganggapnya sebagai Adik Kalila terluka karena pengakuan itu.

"Aku membencimu Kak ... kenapa kamu tega lakukan hal itu padaku ...? Terlebih saat kamu nggak menganggapku sebagai Adikmu, aku terlalu bodoh waktu berangan-angan kamu menyayangiku."

* * *

Selesai mandi dan bercermin Kalila menatap wajahnya kacau pagi ini. Matanya sembab terlihat habis menangis sepanjang malam.

Apa yang harus dia lakukan? Ketika nanti di sekolah teman-teman bertanya padanya. Kalila tidak mungkin berbohong lebih banyak karena malam tadi dia sudah membohongi Papanya. Mengaku menangis karena menonton film tapi kenyataannya?

Kalila juga tidak bisa berkata jujur, kebohongan menjadi satu-satunya jalan harus dia lakukan walau sangat terpaksa. Bergegas meraih tas dan keluar kamar sang Papa menyambutnya dengan senyuman pagi seperti biasa.

"Papa lain kali Lila mau belajar masak deh, masa setiap hari Papa terus yang masak."

"Boleh Sayang, nanti saat Papa ada waktu luang ya ampun, matamu sembab gini sana kompres dulu pakai es batu, kamu kenapa nonton filmnya sampai seperti ini?"

"Lila nakal ya Pa?"

"Anak Papa nggak nakal hanya lucu ayo makan, Papa juga sudah siapin bekal untukmu sudah dipisah."

"Yeay! Terima kasih Papa!"

Suara pintu depan tiba-tiba saja terdengar diketuk membuat langkah kaki Kalila terhenti.

"Permisi selamat pagi." Sapaan tersebut terdengar.

"Ada tamu, lanjut makan Sayang biar Papa ke depan."

Kalila menurut dan kembali menuju meja makan. Sesekali matanya melihat jam masih ada waktu menghabiskan sarapan dengan tenang.

Tak berselang lama Papanya kembali masuk ikut bergabung bersamanya.

"Siapa Pa?"

"Mamanya Ken."

DEG.

Tanpa diminta jantung Kalila berdebar kencang, "Ta, Tante Velyn ke rumah ada apa Pa?"

"Ken berulah lagi, dia nggak pulang semalaman tapi bukan itu yang dipermasalahkan kedua orang tuanya. Melainkan kamar Ken begitu berantakan dan yang buat Velyn kaget adalah, darah berceceran di lantai kamar bersama pecahnya cermin. Dia datang ke sini karena ingin bertanya ke mana anaknya, tapi Papa jawab nggak tahu, kamu juga nggak melihatnya sejak kemarinkan Sayang?"

Kalila kesulitan menelan makanannya.

"Papa pikir sepulang Ken dari Negeri kangguru, dia akan banyak berubah tapi nyatanya, dia masih sama dengan Ken yang dulu."

"Papa .. kalau boleh Lila tau ada apa? Sebenarnya apa yang terjadi sama masa lalu Kak Ken?"

"Sayang habisin makananmu nanti telat ke sekolah. Papa mau bekal juga lumayan masih banyak lauk tersisa."

Memperhatikan Papanya berjalan menuju dapur tanpa sadar Kalila kembali menangis. Ada perasaan khawatir terhadap Kakaknya sekalipun Kalila begitu benci padanya.

* * *

KENLA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang