"Om hampir nggak mengenalmu wajar saja, kita sudah lama nggak bertemu kamu juga jarang pulang."
Kenids tertawa pelan dia sedang berada di rumah Kalila, gadis kecil itu sedang keluyuran dan sore begini belum pulang.
"Ayo dimakan itu Om yang bikin. Semenjak Mamanya meninggal Om yang menggantikan peran semua ini. Dari nggak bisa masak jadi bisa, dari yang sering bangun siang jadi awal bangun."
Memakan cemilan tersedia Kenids menatap wajah pria yang sudah memasuki usia 50-an.
"Maaf jika aku bertanya ini, apakah Om nggak berpikir mencari sosok Ibu baru untuk Lila?"
"Nggak, karena Om kerja hanya untuk kebahagiaan Lila satu-satunya anak yang Om punya. Dan dia juga anak pintar mengerti jika sering Om tinggal pergi ke luar kota. Nggak banyak permintaan menuruti apa yang dilarang seperti, nggak boleh keluar malam terlalu lama, nggak mengikuti kegiatan yang bukan di agenda sekolah."
Mengingat kembali saat dulu gadis kecilnya sudah ditinggal pergi Mamanya bahkan ketika usia memasuki 5 tahun. Lalu Kenids maupun Ghafin menjadi peduli sudah menganggap gadis kecil itu Adik mereka.
Suara ponsel berdering membuat Hery permisi sebentar dan mengangkatnya.
Kenids melihat jam pukul 17.20 ke mana gadis nakal itu pergi? Apakah dia tidak tahu bahwa hari ini membuat Papanya khawatir? Tidak izin dan belum pulang sesore ini?
"Ken."
"Ya Om?"
"Om baru dihubungi dari kantor, ada beberapa kendala berkas penting yang hilang. Om minta tolong untuk Ken di sini sampai Lila pulang, bisa?"
"Bisa Om, aku akan jaga rumah Om sekalian jangan khawatirkan Lila."
"Terima kasih, kalau gitu Om pergi."
Meraih kunci motor Hery berjalan keluar rumah, semoga masalah tidak terlalu serius dan dia bisa cepat pulang.
* * *
Suara mesin motor dimatikan membuat Kenids mengalihkan pandangan dari layar ponsel. Membuka tirai jendela dia melihat Kalila tersenyum senang saat Defan mengusap pipinya.
Cowok itu segera berlalu pergi dan Kalila melangkah riang memasuki rumah.
"Puas kencannya?"
"Oh! Kakak,"
Kalila sedikit kaget dengan keberadaan Kenids di rumahnya. Dia mengedarkan pandangan mencari di mana Papanya.
"Nggak izin untuk pulang selarut ini, apa kau tau sekarang jam berapa?!"
Mengerjapkan mata Kalila menatap kemarahan Kenids.
"Jam sepuluh ..."
"Kau tau jam segini! Tapi kenapa pulang selarut ini?!"
"Kak Ken ..."
"Bukan hanya udah bikin Papamu khawatir tapi aku juga! Sialan kau! Senang-senang dengan bocah tengil itu sementara aku tunggu kamu khawatir di sini!!!!"
Tangis Kalila langsung pecah dia tidak pernah dibentak seperti ini. Kemarahan Kenids menjadi hal pertama dia lihat untuk pertama kali. Memegang kuat tali tas tubuh gadis itu sudah gemetaran karena menangis.
"Oh, shit!" Kenids menarik kasar rambutnya mencoba meredakan rasa panik, khawatir dan kemarahan dalam waktu sama.
"Kakak maaf ... ta, tadi aku nggak izin pergi ... mau hubungi Papa tapi ponsel mati karena baterainya habis, ada buku yang lupa dibeli terus ada Defan mau bantu cari, karena besok pagi bukunya udah harus ada terus lapar ... terus Defan ngajak makan, terus minta ditemani cari komik larva tapi nggak ketemu dan baru pulang jam segini ..."
Kenids mengusap kasar wajahnya dia berjalan menghampiri Kalila membuat gadis itu ketakutan dan melangkah mundur. Hanya sesaat ketika tubuhnya ditarik mendekat kini dia berada dalam pelukan Kenids.
"Kamu bisa memintaku untuk menemanimu pergi, nggak seperti ini caranya. Kamu membuatku berpikir terjadi sesuatu padamu di jalan."
"Maafkan aku Kak ... nggak lagi aku janji."
Menghapus air mata itu Kenids memberikan beberapa kali ciuman lembut di kening Kalila.
"Aku mencemaskanmu, maka dari itu aku begitu marah seperti ini."
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
KENLA [END]
RomanceThis work is protected under the copyright laws of the Republic of Indonesia ( Undang - undang Hak Cipta Republik Indonesia No. 28 Tahun 2014 ) =================================== Aku bisa berbohong, Melalui bahasa tubuh tatapan dan perkataanku. Aku...