"Semenjak pulang dari pemakaman Flo memilih mengurung diri di kamar. Maaf Tante nggak bisa menyuruhnya untuk keluar menemuimu."
Defan berusaha tersenyum walau perasaannya sedang hancur sekarang.
"Tante pasti mengerti bukan? Kenapa selama ini Kak Ghafin menghilang dari hidup Kak Flo?"
"Defan ... Tante merasa bersalah,"
"Tante nggak salah. Apa yang Tante lakukan semua demi kebaikan Kak Flo. Sama seperti kak Ghafin yang ingin selalu melihat Kak Flo bahagia. Selalu mencari kabar Kak Flo, melihat dia dari kejauhan itu udah lebih dari cukup, hingga Kak Flo mengetahui semuanya ..."
"Apa maksudmu Defan?"
"Kak Ghafin mengatur semua, mengatur jalan cerita agar saudara sepupu kami ikut terlibat di dalamnya. Tapi semua berantakan setelah Kak Flo mengetahuinya melihat dengan mata kepalanya sendiri ..."
Ketika suara tangis itu keluar hati seorang Ibu mana tidak iba. Untuk seusia Defan baru beranjak remaja dia tidak dapat membayangkan bagaimana hari-hari akan dilewati baik Flor anaknya maupun Defan.
"Sampaikan kata maaf mewakili Kak Ghafin Tante, semua untuk Kak Flo ..." Defan tidak dapat lagi menahan tangis. Dia tidak bisa berusaha kuat namun semua begitu menyulitkan.
Defan mengeluarkan sebuah amplop berwarna biru dari saku jaketnya, "Ini dari Kak Ghafin semua penjelasan ada di sana, agar Kak Flo nggak lagi merasa sedih karena rasa kehilangan."
Fera beranjak bangun dari sofa wanita itu membawa Defan ke dalam pelukan.
"Tante turut berduka cita atas kepergian Ghafin. Rasanya semua ini masih seperti mimpi Tante berdoa agar kamu, kedua orang tuamu, bahkan Flo bisa kuat menjalani cobaan ini Sayang."
"Aku sedih Tante tapi sekarang nggak lagi hanya kesedihan yang terasa, melainkan juga rasa benciku pada seseorang, lalu menginginkannya menyusul pergi sama seperti Kak Ghafin."
* * *
Drrt ... drrt ...
Getaran ponsel di atas meja belajar mengalihkan perhatian Kalila. Sejak 1 jam lalu atau lebih tepatnya setelah kepulangannya dari pemakaman gadis itu banyak melamun. Memilih melihat suasana luar dari balik jendela kamar.
Ponselnya terus bergetar dengan pandangan masih buram karena air mata gadis itu beranjak mendekat. Nama Velyn tertera dilayar seketika jantung Kalila berdebar di luar kendali dengan cepat dia mengangkatnya.
"Ta, Tante halo ...?"
"Sayang,"
"Kak Ken kenapa? Tante katakan apa yang terjadi? Jangan buat Lila takut ..."
"Sayang kamu jangan panik, Tante mau kasih kabar kalau Ken sudah sadar, Ken sudah melewati masa kritisnya ... Tante begitu lega ini berkat doa Lila juga."
Kalila seketika menangis. Dirinya mengeluarkan rasa khawatir besar berpikir yang macam-macam terhadap kondisi Kakaknya.
"Lila ke sana Tante, Lila mau bertemu Kak Ken."
"Sayang, hati-hati di jalan."
Berjalan keluar kamar Kalila melihat Papanya duduk melamun di ruang tamu. Masih menggunakan pakaian sama seperti di pemakaman.
"Papa ..."
"Sayang? Kenapa? Lila butuh sesuatu? Lila lapar?"
"Kak Ken,"
"Ken kenapa?"
Berjalan mendekat memeluk Papanya Kalila menangis haru.
"Kak Ken udah sadar tadi Tante kasih tau, Lila senang Pa ..., Kak Ken udah melewati masa kritisnya."
"Kita ke rumah sakit sekarang."
* * *
Memasuki kamar inap pasien Kalila membiarkan sang Papa masuk duluan diikuti dirinya dari belakang.
"Kamu datang? Terima kasih Hery." William menyapa dengan tangis. Pria itu berjalan mendekat memeluknya.
Kalila melihat Kakaknya sedang duduk bersandar. Melihat dirinya dengan wajah yang masih pucat.
Dia bahkan hanya berdiri diam di depan pintu. Kalila tidak berani masuk terlebih rasa bersalah dia rasakan.
"Sayang kenapa berdiri diam di sana? Kemari Nak," Ucap Velyn membuat Kalila menggeleng.
Dengan berani Kalila memandang Kenids cowok itu menatapnya sebelum tersenyum kecil. Tangis Kalila pecah melihat Kakaknya mau tersenyum padanya dia menghampiri memeluk sang Kakak tentu dengan perasaan bahagia.
"Hei," Bisik Kenids membalas pelukannya.
"Kakak ...! Aku lega rasanya bisa bernapas baik Kakak nggak kenapa-napa ... Kak Ken sudah sadar! Jangan lagi lakukan hal itu Kak, aku begitu takut Kak Ken lakukan hal itu ..."
"Lila aku nggak ngerti, emangnya aku lakukan apa?"
Perkataan Kenids membuat mereka semua tertegun.
Hery menyadari suatu hal Kenids tidak mengingat hal telah dia lakukan. Kegelapan itu seakan bertindak cepat sebelum menguasai pikiran Kenids. Mengontrol semua yang ada di dalam diri sehingga Kenids sama sekali tidak mengingatnya.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
KENLA [END]
RomanceThis work is protected under the copyright laws of the Republic of Indonesia ( Undang - undang Hak Cipta Republik Indonesia No. 28 Tahun 2014 ) =================================== Aku bisa berbohong, Melalui bahasa tubuh tatapan dan perkataanku. Aku...