Can't Believe

72 19 9
                                    

Kalila baru selesai mandi ketika dia pulang diantar Defan hari sudah beranjak malam. Sambil mengeringkan rambut masih setengah basah gadis itu berjalan menuju teras rumah. Mengingat kembali kejadian melihat Kenids datang tapi belum bertemu Ghafin, cowok itu justru pergi apa Kakaknya lagi ada masalah?

Rasa penasaran semakin menjadi Kalila akhirnya memutuskan pergi ke rumah Kenids. Saat dia tiba Velyn yang juga terlihat akan pergi namun menyambut kedatangannya dengan senyum ramah.

"Hai Sayang,"

"Selamat malam Tante,"

Berjalan mendekat dan menyalami tangan Velyn.

"Aduh harumnya yang baru selesai mandi, Papamu belum pulang?"

"Papa nggak pernah pulang awal Tante."

"Mau bertemu Ken? Ada kok temui saja. Tante lagi dihubungi rekan bisnis jadi mau pergi dulu."

Kalila mengangguk, "Tante hati-hati di jalan ya? Salam buat teman-teman Tante."

"Iya Sayang aduh, kamu buat gemas saja deh!"

Melambai dengan semangat saat Velyn masuk ke dalam mobil, hingga wanita itu berlalu pergi Kalila baru masuk ke dalam rumah.

"Kakak?" Kalila mencari di mana keberadaan Kenids.

Semua ruangan dia telusuri sampai ke halaman belakang, Kakaknya tidak terlihat Kalila memutuskan menuju kamar Kakaknya.

"Kakak? Ini aku Lila."

Tidak ada sahutan tapi dia mendengar suara gitar dimainkan dari dalam.

Cemberut gadis itu mencoba membuka pintu dan tidak terkunci. Mengintip sejenak terlihat Kakaknya sedang duduk di bawah dengan bersandar ditepi tempat tidur tentu membelakanginya.

"Kak Ken, ih!" Kalila beranjak masuk sambil berteriak.

Menoleh mereka beradu pandang. Hanya beberapa detik sebelum Kenids kembali sibuk dengan gitarnya.

Kalila manyun berjalan mendekat dan duduk di samping Kakaknya.

"Kakak kok aku dicuekin?!"

Suara gitar tetap dimainkan Kalila yang gemas merampas gitar itu dan meletakkannya jauh.

"Apa? Mau marah sama aku? Yang seharusnya marah itu aku Kak, siapa suruh aku dicuekin?"

"Defan mana?"

"Kok Defan?"

"Bukannya kamu lagi berduaan sama dia? Kenapa ke sini?"

"Aku udah pulang. Defan tadi hanya mengantar terus pulang. Kenapa Kak Ken jadi nyebelin? Pertanyaan Kakak itu nggak nyambung tau."

"Ya udah sana pulang."

Menatap tak percaya dengan kesal Kalila beranjak berdiri tapi sebelum dia melangkah pergi, tangannya ditarik Kenids dia jatuh duduk ke atas pangkuan Kakaknya.

"Ih!" Rasa Kesal menyelimuti Kalila gadis itu mencoba bangun tetapi ditahan Kenids.

"Tadi ngusir aku pergi sekarang justru ditahan? Mau Kakak apa?!"

"Aku lagi marah sama kamu."

"Aku salah apa?!"

"Kamu berduaan sama dia."

"Kak Ken aneh tau? Aku itu tadi jenguk Kak Ghafin, dia lagi sakit marahnya nggak jelas. Bukannya masuk lihat Kak Ghafin ini main pergi gitu aja."

"Kamu bilang marah aku nggak jelas? Marah aku nggak beralasan?"

Walau bingung dan kesal dalam waktu bersamaan Kalila mengangguk.

"Aku cemburu, puas?"

Kalila menatap Kenids bingung, "Cemburu? Maksud Kakak apa?"

Merapatkan tubuh keduanya Kenids mengarahkan bibirnya pada pipi kiri Kalila, sebelum bergeser lembut menuju hidung gadis itu dan mengecupnya lembut.

"Kamu nggak akan pernah tau rasanya marah saat melihat orang yang kamu suka, dia lagi berduaan dengan cowok lain aku jelas marah memilih pergi redakan emosi."

"Kakak, aku nggak ngerti maksudnya apa? Kak Ken marah sama siapa?"

Menatap Kalila dalam diam sebelum perlahan mendekat. Tidak dapat lagi menahan perasaan dirasa seorang diri Kenids memilih nekat melakukannya. Merapatkan tubuh tanpa memberikan jarak lalu bibirnya dengan berani menyentuh bibir Kalila. Terdiam sejenak kedua tangan Kenids beranjak naik memegang wajah Kalila. Dengan lembut dia mulai menggerakkan bibirnya.

Perasaan senang dia rasakan sedikit memberikan jarak, Kenids menatap sorot mata Kalila mata itu menatapnya dalam diam. Tanpa membuang waktu Kenids segera melumat bibir Kalila, menghisap lembut bibir atas dan bibir bawah gadis itu. Sedangkan tangannya bergerak menuju belakang leher Kalila mengusapnya secara naik turun. Menarik tubuh itu semakin menempel padanya Kenids menghirup aroma dari gadis di pelukannya. Walau belum puas dan dengan rasa enggan Kenids melepaskan tautan bibirnya.

"Ka, Kakak ..."

"Itu jawaban yang kamu cari tau sejak tadi. Rasa cemburuku kamu bilang nggak beralasan."

Dengan pandangan buram karena air mata Kalila beranjak bangun.

"Ke, kenapa ...?"

"Apanya yang kenapa?"

"Kenapa Kakak menciumku ...?"

Beranjak berdiri Kenids melangkah mendekat tapi Kalila mengambil langkah mundur.

"Karena aku ingin."

Tangis Kalila pecah begitu saja, "Nggak ada seorang Kakak mencium Adiknya seperti itu ...!"

Menatap wajah itu dengan tatapan tak percaya sebelum Kenids tertawa tanpa sebab menatap Kalila marah.

"Tapi kau bukan Adikku!!!!"

"Aku Adikmu ...!"

Bergerak mendekat memegang kedua bahu Kalila, "Aku bebas mencium kamu Lila kau bukan Adikku. Sejak awal aku nggak pernah menganggapmu sebagai Adikku."

"Aku nggak percaya Kakak sejahat ini padaku!" 

Menarik pinggang itu mendekat tangan Kenids mengusap pelan wajah yang kini menangis.

"Kamu bukan Adikku Sayang, aku bebas mencium kamu kapan pun jika aku mau."

Kalila menangis berusaha melepaskan pelukan Kenids hingga berhasil, dia mendorong tubuh Kakaknya itu menjauh.

"Aku membencimu Kak! Sangat membencimu!" Terisak akan tangisnya Kalila berlari keluar.

"Sialan kau Lila!!!!" Teriaknya sambil membanting meja belajarnya sebelum menuju cermin.

PRANK!

Serpihan kaca berserakan di lantai bersamaan dengan darah keluar dari tangannya.

* * *

KENLA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang